64

16.7K 3.5K 1.1K
                                    





kgn g



64.

"Nak, Leo?"

Lamunan Leo terbuyar.

Tadi suasana sempat terasa hening dan dia tidak bisa mendengar apapun.

Leo menoleh, memandang Pak Seto muncul sambil menelan salivanya. "Ikara yang hubungin kamu?" tanya Pak Seto sambil menutup pintu. Kayaknya masih inget Leo siapa.

Leo masih diam.

"Saya nggak bisa jelasin sekarang, kalau mau ikut ayo turun," ajak Pak Seto sebelum lift tertutup. "Dia butuh kamu."

Leo segera menguasai diri. Mengikuti Pak Seto untuk turun ke bawah. Sudah ada ambulan yang menunggu di luar jadi ia berlari kecil masuk ke dalam bersama Ikara.

Leo menatap Ikara yang sedang berbaring tak sadarkan diri, sementara Mba Yeni masih menangis kejar.

"Orang tua biadab! Beneran tak laporin polisi ini! Anak kandung udah diperlakuiin kayak hewan!" teriaknya sambil menangis kejar. "Non Ikara.... Malang Nak nasibmu."

"Udah hubungin Mamahnya?" tanya Pak Seto.

"Emang ada yang peduli?! Nggak ada! Berjuang sendirian Non Ikara dari dulu," teriak Mba Yeni. "Mas supir ngebut ini anakku gimana ini!!"

"Yen tenang Yen,"

"Mana bisa??! Aku yang ngadepin sendiri dia dipukul kepalanya pake vas!"

Leo melebarkan matanya kaget. "Papahnya yang pukul?" tanyanya.

"Siapa lagi yang selama ini pukulin Non Ikara kalo bukan Papahnya sendiri?" tanya Mba Yeni. "


Selama ini?


Mobil ambulan sampai di rumah sakit. Leo turun bersama yang lain dan Ikara sudah dibawa masuk ke ruangan UGD. Dokter dan perawat berlariam memasuki ruangan membuat suasana makin tegang.


"Dia depresi sejak 1 tahun yang lalu." ucap Pak Seto di belakang Leo. "Kita bukan orang berada yang bisa asal laporin perbuatan Papahnya, tapi kali ini saya nggak bisa diam saja. Saya nggak peduli walaupun Non Ikara larang."

"sejak pindah dari Jakarta, Pak Deno luar biasa keras sama anak itu. Saya salut dia masih bertahan sampe sekarang."



Harusnya Leo tidak langsung percaya saat Ikara bilang cewek itu bahagia. Leo lupa Ikara orang terpandai menyembunyikan luka, lebih darinya.



Leo memundurkan langkahnya dengan mata berkaca-kaca, ia kemudian berbalik dan berjalan pergi dari sana. Mengingat lagi wajah tak berdaya Ikara saat dibawa masuk ke ambulan.


"Anjing," Leo mengusap wajahnya dengan mata berkaca-kaca. Mulai sadar apa yang benar-benar terjadi, mulai sadar bahwa selama ini dia terlalu bodoh.

"Le!" Sosok Abel berlari kecil menghampiri Leo setelah ia hubungin untuk datang. "Mana Ikara? Kenapa dia???"

"Bel,"

My Frenemy ( AS 10 )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang