Happy Reading!
•
•
•
•Lima menit yang lalu bel pulang sekolah berbunyi, saat ini Raga dan Jesa sedang membereskan alat tulis mereka dan memasukkan pada ransel masing-masing.
"Lo bawa motor gak?" tanya Jesa menatap Raga sekilas, sembari menyampirkan tasnya di bahu sebelah kanan.
Raga yang sedang menutup sleting tasnya menggeleng. "Motor gue di bengkel."
"Kok bisa?"
Raga menghela napas sebelum menjelaskan. "Kemarin gue sama si Janu kan belajar bareng buat persiapan olimpiade ... " Seraya menjelaskan, Raga mengambil paper bag di kolong meja. "jadi ya gitu deh, motor gue berakhir di bengkel."
Jesa mengangguk paham mendengar penjelasan sahabatnya, lantas dirinya merangkul bahu Raga. Mereka berjalan keluar kelas. "Yaudah, balik sama gue aja, gue hari ini bawa mobil!" ajak Jesa.
"Tumben lo pakai mobil? Biasanya gak mau?" tanya Raga mengernyitkan dahi heran.
"Tadi pagi gue berangkat bareng Adek gue." Mendengar itu, Raga mengangguk. Setelahnya hening, tidak ada percakapan di perjalanan menuju parkiran itu.
Sesampainya mereka di parkiran, di dekat mobil Jesa sudah ada Jean yang sedang duduk di kap mobil sembari mata fokus memainkan ponsel.
Melihat Jean yang sepertinya tidak menyadari kehadiran keduanya, Raga dan Jesa saling berpandangan dengan sebuah senyuman jahil yang terpatri. Mereka mengangguk serempak seolah sudah saling memahami apa yang harus dilakukan.
Raga menaikkan tiga jarinya, bibirnya berbicara tanpa mengeluarkan suara, Jesa yang mengerti ikut menaikkan tiga jarinya.
Satu
Dua
Tiga
"DOR!"
"EH, AYAM MATI DI TABRAK MATI!" pekik Jean sembari mencoba menangkap ponselnya yang refleks dirinya lempar ke atas. Namun naas, iPhone 13 itu terjatuh tepat mengenai sepatu Jesa.
"HAHAHA!" terdengar tawa menggelegar dari Jesa dan Raga hingga mereka menjadi pusat perhatian dari beberapa murid yang masih berada di area parkiran.
Jean turun dari kap mobil, mengambil ponselnya dengan tergesa, dirinya terdiam saat melihat adanya sedikit retakan di bagian kanan bawah benda persegi itu. Netranya menatap tajam pada sang kakak juga sahabat kakaknya yang masih tertawa.
"Gara-gara kalian berdua handphone gue jadi retak, ganti rugi lo Bang," ucap Jean dingin.
"Ogah," balas Raga santai yang sudah meredakan tawanya.
"Cuma retak doang kan? Bukan mati hp nya?" tanya Jesa yang diangguki oleh Jean. "Yaudah sih pakai aja dulu," lanjutnya santai.
Jesa menekan salah satu tombol di kunci mobil, setelah mendengar suara, ia dan Raga berjalan santai memasuki mobil. Jesa masuk melalui pintu kemudi, sedangkan Raga melalui pintu belakang.
"Kalau bukan Abang sama sahabat Abang gue, udah gue tonjok kalian berdua," gumam Jean sembari mengelus dada mencoba sabar. Dirinya lantas ikut memasuki mobil.
Mobil pun melaju meninggalkan area parkiran sekolah. Posisinya Jean dan Jesa duduk di depan, sedangkan Raga di belakang sendiri.
Jesa menatap sang adik dengan pandangan jahil. Saat melihat tatapan jahil dari abangnya, Jean sontak memalingkan wajah, lebih memilih menatap keluar jendela. Sumpah, rasanya muka abangnya yang sok ganteng itu, pengen dia timpuk pake kamus bahasa Inggris yang ada di dalam tasnya.
"Yaelah, lo lakik tapi gitu doang ngambek," celetuk Raga saat melihat tingkah Jean, yang disetujui oleh Jesa.
"Gue gak ngambek ya Bang, cuma kesel doang," balas Jean tak menyangkal.
"Sama aja goblok," ucap Jesa yang sudah fokus dengan jalanan.
"Gue gak lihat si Kenzo tadi, balik duluan dia?" tanya Raga saat baru menyadari, jika sedari tadi dirinya tak melihat adek kelasnya itu.
"Tumben dia langsung pulang," ucap Raga heran saat melihat anggukan kepala dari Jean.
"Mamanya tadi nelpon, katanya suruh pulang cepet," jelas Jean seraya membuka lock screen ponselnya.
Setelah itu keheningan mengisi perjalanan itu. Jean dan Raga yang memilih memainkan ponsel, sedangkan Jesa fokus pada jalanan.
"Kita jalan-jalan dulu aja yuk? Jangan pulang dulu!"
Ajakan Jean ditengah keheningan itu membuat Raga mendongak menatap padanya, begitupula dengan Jesa yang ikut menoleh.
"Jalan-jalan kemana?" tanya Jesa yang sudah kembali menatap pada jalanan didepannya.
"Kita ke street food aja yuk? Atau ke mall?" tanya Jean antusias, mengabaikan rasa kesalnya pada Jesa dan Raga.
Jesa terlihat berpikir, sebelum menjawab, "Gue sih ayo-ayo aja." Matanya bergulir pada kaca spion didepannya. "Lo gimana Ga? Mau ikut gak?"
Tanpa berpikir dua kali Raga langsung menjawab, "Ayolah, gaskeun! Gue udah lama gak jalan-jalan gini."
•
•
•
•
•
•Mereka bertiga kini sudah sampai di tempat tujuan. Bukan sebuah mall atau juga tempat penjual makanan. Melainkan sebuah taman bermain yang kebanyakan dikunjungi oleh anak-anak beserta para orang tuanya.
Dahi Jean mengerut heran. "Kok kita malah ke taman sih Bang? Gak ada tempat lain apa?" tanyanya memberikan protesan.
"Ada," balas Jesa yang sedang membenarkan tas di punggungnya yang terasa miring.
"Udah lo diem aja sama gue disini." Raga mendudukan Jean pada kursi taman. Membiarkan Jesa melangkah menuju sebuah mini market di seberang taman. "Habis dari sini, kita bakal jalan-jalan. Lo tenang aja, gue jamin lo bakal suka tempat yang bakal kita kunjungi."
"Bang Jesa ngapain ke mini market Bang?" tanya Jean bingung.
"Beli makanan ringan sama minuman," balas Raga santai. Matanya bergulir memperhatikan suasana taman yang cukup ramai.
"Buat apaan?" Raga menoleh, menatap tajam pada Jean.
"Ya buat di makanlah bego! Pakai nanya lagi buat apaan."
"Biasa aja dong Bang, gak usah ngegas gitu. Gue kan nanyanya baik-baik."
"Habisnya pertanyaan lo gak berfaedah tahu gak, bikin kesel aja lo."
"Jujur deh Bang, sebenarnya kita mau kemana sih?" tanya Jean yang masih penasaran dengan tujuan mereka
"Panti asuhan." Raga menscroll akun sosmednya.
"Hah? Ngapain ke panti asuhan?"
"Ngebuang lo yang banyak nanya," balas Raga kesal.
-------------------------------------------------------------------------
To Be Continue
Oh iya, mau bilang. Aku ada publish cerita baru judulnya "Our Home" ini cerita NCT Dream ya. Yang penasaran jangan lupa singgah!
Bye-bye!
Terima kasih!
KAMU SEDANG MEMBACA
Piala untuk Ayah ✓
Fanfiction[END] Raga tahu, kesalahannya di masa lalu itu sangat fatal. Namun, mengapa? Mengapa harus Ayahnya yang membencinya? Disaat yang dirinya punya hanyalah Ayah? __________________________________________ "Maaf, belum bisa membuatmu bangga. Namun, bole...