32 : Dua Kabar [END]

2.5K 102 0
                                    

Happy Reading!




"Ayah!"

Julian yang sedang konsentrasi dengan berkas di tangannya menoleh pada sumber suara. Dahinya mengernyit saat melihat sosok lelaki muda berjas yang berdiri di ambang pintu ruangannya, dan memanggilnya ayah. Itu Jovan.

"Mohon maaf, sepertinya Anda salah orang," ucap Julian disertai senyuman kecil dan sopan. Sebuah senyuman yang sangat dirindukan Raga dari ayahnya.

Jovan yang mendengar ucapan Julian hanya tersenyum kecil membalas senyuman dari sosok ayahnya yang kentara sekali jika sedang dilanda kebingungan.

Ia bergegas menghampiri Julian, lalu sebelah tangannya terulur. "Saya Jovandra!" ucapnya memperkenalkan diri.

Julian tertegun mendengar nama tersebut. "Abang," gumamnya tanpa sadar, yang dimana menimbulkan sebuah senyuman simpul dari Jovan yang samar-samar mendengar gumaman Julian. Reaksinya sama seperti Raga ketika di kafe dulu.

"Iya, Yah. Ini Abang."

Mendengar ucapan dari Jovan, bukannya senang, Julian malah langsung memberikan tatapan tajam pada Jovan. "Jangan berani-beraninya Anda membohongi saya."

Jovan hanya tersenyum, tahu respon seperti ini yang akan ia dapatkan. Lagipula, orang mana sih yang akan langsung percaya. Jika, tiba-tiba datang seseorang kepada kita, lalu mengaku sebagai anaknya? Apalagi jika kita belum memberikan bukti yang konkret.


Kita beralih ke sisi Raga yang saat ini sedang dalam perjalanan menuju makam sang ibu. Setelah acara kelulusan selesai, ia memang berniat mengunjungi makam sang ibu. Raga rindu, juga ingin mengadu.

"Wih, Raga ganteng banget pakai jas gitu," ucap pegawai perempuan toko bunga 'Flowersta' yang Raga kenali sedang membuat rangkaian bunga di depan toko.

Raga tersenyum lebar. "Ah, Kakak bisa aja. Raga kan jadi salting," balasnya mencoba menutupi salah tingkah yang hadir.

Pegawai tersebut terkekeh seraya menggelengkan kepala. "Habis acara kelulusan ya?"

"Iya Kak."

Pegawai itu kembali bertanya, "Mau pesen bunga apa nih?"

"Seperti biasa Kak," jawab Raga.

"Yaudah, tunggu sebentar ya. Kakak ambilin dulu."

"Oke."

Tak berselang lama, pegawai perempuan tersebut sudah kembali dengan membawa bunga pesanan Raga. Bunga krisan, lily dan tulip.


"Assalamu'alaikum, Ibu!"

Kata itu yang pertama Raga ucapkan setelah sampai di pusara makam sang ibu. Sebelum ke makam sang Ibu, dia menyempatkan diri untuk mengobrol dengan pusara orang yang awalnya dirinya kira merupakan abangnya. Sempat mengucapkan maaf, karena harus ikut terlibat dalam kecelakaan yang dialaminya.

"Ibu, maafin Raga karena baru bisa kesini lagi. Maafin Raga juga karena gak ngajak Bang Jovan kali ini. Katanya, Bang Jovan ada meeting Bu."

"Bu, Raga makin ganteng kan pakai pakaian rapi, pakai jas hitam kayak gini? Tadi di sekolah, Raga habis kelulusan Bu."

"Bu, Raga punya sesuatu buat Ibu." Raga mengambil sesuatu dari dalam tasnya, sebuah piala berukuran cukup besar, namun masih cukup bila di masukkan kedalam tas. "Taraaa! Raga dapet piala ini dari sekolah, karena nilai Raga paling di tinggi di angkatan tahun ini Ibu."

Piala untuk Ayah ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang