Happy Reading!
•
•
•
•Jesa sudah sampai dihadapan orang yang membuat wajahnya cemong tempo lalu, tanpa kata dirinya langsung menjewer telinga orang tersebut.
“AWS, LO NGAPAIN JEWER GUE BANG?!” pekik sang pelaku saat tahu siapa gerangan yang menjewernya. Dia Kenzo, teman adeknya Jesa, Jean.
“Gue mau balas dendam sama lo ya monyet!” balas Jesa penuh penekanan.
Kedua orang itu, beserta orang yang duduk di meja itu sekarang sudah menjadi pusat perhatian para warga sekolah. Raga yang mengikuti Jesa dibelakangnya mencoba membantu Kenzo untuk melapaskan jeweran Jesa yang tak main-main kuatnya.
“Udah sih Je, lo gak malu apa jadi pusat perhatian?” tanya Raga pelan.
“Balas dendam apa?” tanya Kenzo bingung, sesekali dirinya meringis merasakan kupingnya yang berdenyut. Jean yang melihat sahabatnya terkena amukan sang abang langsung berdiri.
“Bang lepasin! Itu temen gue kasian lo jewer!” ucapnya. Dengan tidak relanya, Jesa melepaskan jeweran tersebut.
“Balas dendam perihal lo yang corat-coret wajah gue di perpustakaan pas hari Jum’at,” jelas Jesa.
“Kok lo tahu?” tanya Kenzo sok polos.
“Tahulah goblok, disana kan ada CCTV.” Jesa memutarkan bola matanya malas. “Kenapa lo corat-coret muka ganteng gue hah?!”
“Huek.” Raga berpura-pura muntah mendengarnya, begitupun dengan Jean.
“Ya, pengen aja sih Bang, habisnya muka lo cocok banget sih,” jawab Kenzo santai.
“Cocok kenapa?”
“Cocok buat di nistain,” jawab Kenzo, setelahnya ia terbahak dengan kencang, Raga yang mendengar juga sampai ikutan terbahak.
Jesa yang akan kembali menjewer Kenzo tak jadi, sebab Raga keburu menarik tangannya pada meja semula. Maka dari itu, tangan Jesa meraih kerah seragam Kenzo dan menyeretnya agar ikut. Mau tak mau Jean mengikuti abang dan sahabatnya. Sesampainya disana, Jesa melepaskan pegangannya di kerah baju Kenzo.
“Sebagai hukuman, lo harus traktir gue makan sepuasnya.”
“Cih, traktir makan mah gampang. Bahkan kalau Bang Raga sama Bang Josep mau, gue traktir juga sekalian,” ucap Kenzo sombong. Oke, Jesa hampir melupakan fakta jika sahabat adeknya ini terkenal kaya raya tujuh turunan, tujuh tanjakan. Sebenarnya, itu terlalu lebay, tetapi memang kenyataan.
“Gue sih mau kalau masalah gratisan,” sahut Josep yang sejak tadi memperhatikan perdebatan keduanya.
Jesa mengepalkan tangannya saat mendengar ucapan sombong yang terlontar dari mulut Kenzo. “Sial, kalau lo bukan sahabat Adek gue, udah gue tonjok lo bocah.”
“Gue bukan bocah, gue udah kelas 11 SMA, kita cuma beda setahun doang.”
Karena merasa jengah, Jean menarik tangan Kenzo agar duduk dari posisi berdirinya. “Lo diem den Ken, lo juga Bang, kayak anak kecil aja. Gak malu apa dilihatin orang-orang?”
“Urat malu gue udah putus,” balas Jesa sarkas.
•
•
•
•
•
•Kini mereka, Raga, Jesa, Josep, Jean dan Kenzo lebih tepatnya, telah selesai mengisi perut mereka. Semua makanan yang dipesan dibayar oleh Kenzo. Tidak ada yang beranjak dari sana, mereka akan berdiam disana hingga bel masuk jam pelajaran kedua berbunyi.
“Tuh, udah gue bayarin makanan kalian sebagai permintaan maaf gue sama lo Bang,” ucap Kenzo.
“Eh, gue masih kesel ya sama lo. Jadi, lo harus beliin gue ini.” Jesa dengan tidak tahu dirinya memberikan sebuah katalog berisi berbagai macam sepatu, lalu menunjuk salah satu sepatu yang harganya cukup fantastis.
“Gila! Lo sebenarnya mau malak gue kan Bang?” tanya Kenzo tak habis pikir.
“Jangan kayak orang susah deh Bang,” timpal Jean saat melihat abang kandungnya meminta dibelikan sepatu kepada Kenzo. Padahal kan abangnya tinggal minta saja pada papa, pasti dibelikan.
“Diem lo Jean! Gak usah bela sahabat lo!” balas Jesa.
“Je!” panggil Raga. Jesa menoleh pada sahabat karibnya. “Lo berlebihan tahu gak?”
Jesa mengangguk santai. “Tahu, orang gue cuma bercanda doang tadi. Walaupun si Kenzo banyak duit, gue masih tahu aturan kali buat gak minta duit ke orang lain sampai sebanyak harga sepatu itu.” Dirinya mengambil kembali katalog ditangan Kenzo, dan menjadikan katalog tersebut kipas.
“Gue kirain beneran Bang,” sahut Kenzo.
“Ya enggaklah, gue gak semiskin itu ya,” balas Jesa santai.
Josep menggeplak kepala belakang Jesa. “Kok gue kesel ya lihat tingkah lo hari ini. Jean! Abang lo makan apa tadi pagi sampai kayak gini?”
“Makan sampah kali Bang,” jawab Jean mengedikkan bahunya acuh.
“Sembarangan lo berdua!”
Dari arah barat, datang dua orang tak di undang, Janu dan Rangga. Janu berdiri di sebelah Raga, ia tak terlalu memperdulikan semua pasang mata yang sekarang sedang tertuju pada dirinya. Sebenarnya mereka sedang menanti, kejadian apa yang akan terjadi setelahnya. Masih ingatkan jika Janu dan Raga itu musuh?
“Lo gak lupakan, hari ini kita ada belajar bareng?” tanyanya.
“Enggak,” balas Raga.
Mendengar balasan Raga, Janu dan Rangga kembali berjalan menjauhi area kantin.
“Gak jelas banget itu dua orang,” gumam Raga.
“Mereka kan emang gitu Ga, sok cool,” sahut Jesa mencibir.
“Yuklah, kita ke kelas!” ajak Josep disetujui oleh Raga, Jesa, Jean dan Kenzo. Mereka berlima berdiri, dan mulai melangkahkan keluar dari kantin.
Di pertigaan koridor, Jesa, Raga dan Josep berbelok ke arah kiri, sedangkan Kenzo dan Jean ke arah kanan. Sebelum berbelok, Kenzo masih sempat-sempatnya menjahili Jesa dengan cara menendang tulang keringnya. Jesa langsung meringis kesakitan, dirinya langsung berteriak.
“SIALAN LO, KENZOJING!”
_______________________________________________
To Be ContinueJean
Kenzo
(Source picture by pinterest)
Jangan lupa tinggalkan jejak, juseyo!
Terima kasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Piala untuk Ayah ✓
Fiksi Penggemar[END] Raga tahu, kesalahannya di masa lalu itu sangat fatal. Namun, mengapa? Mengapa harus Ayahnya yang membencinya? Disaat yang dirinya punya hanyalah Ayah? __________________________________________ "Maaf, belum bisa membuatmu bangga. Namun, bole...