Happy Reading!
•
•
•
•"Maksudnya?"
Baik Jovan maupun Yuka, keduanya langsung menoleh ke sumber suara. Dan saat itu juga mereka dibuat tertegun saat melihat Raga yang saat ini sedang menatap keduanya dengan mata yang sudah berkaca-kaca.
"Jangan sekarang," gumam Jovan seraya menatap Raga, adik yang selama ini dirinya cari-cari dengan pandangan senang juga sedih yang bercampur menjadi satu.
"Gue rasa, ini saatnya lo kembali ke keluarga lo yang asli, dan jelasin semuanya," ucap Yuka sebelum beranjak mendekati Raga yang masih terdiam memperhatikan keduanya.
"Hai, Raga!" sapa Yuka tersenyum kecil. "Kita ketemu lagi disini!" Secara perlahan, Yuka menarik sebelah tangan Raga agar mengikutinya. Yuka mendudukkan Raga di kursi yang sebelumnya dirinya tempati.
"Gue pergi dulu!" Setelah berucap demikian, Yuka langsung melangkahkan kakinya meninggalkan keduanya yang saat ini sedang saling menatap dengan netra yang sama-sama berkaca-kaca.
"Lo kesini sama siapa?" tanya Jovan mencoba menghilangkan kecanggungan yang menerpa keduanya.
"Temen," jawab Raga singkat.
Raga menatap lelaki di depannya dengan tatapan yang dalam. Dibenaknya terlintas sebuah tanya.
Benarkah?
Benarkah apa yang dirinya dengar tadi? Jika orang di depannya ini adalah abangnya? Abang kandungnya?
Jika benar? Lantas, jasad siapa yang saat itu dikuburkan bersama jasad sang ibu.
"Sekarang, bisa jelasin?" tanya Raga pelan seraya menundukkan kepalanya, tak kuasa menatap lelaki di depannya terlalu lama.
Dapat Raga dengar, Jovan yang menghela napas dengan sangat dalam.
"Apa yang lo denger barusan, itu bener!" ucap Jovan pada akhirnya.
"Bagiamana bisa? Terus, jasad siapa yang saat itu di kuburkan di sebelah makam Ibu?" tanya Raga masih belum percaya dengan penuturan lelaki di depannya.
Lagi, Jovan menghela napas panjang sebelum ia bercerita, tentang semua yang dialami dirinya sejak kecelakaan itu terjadi hingga sekarang.
Setelah kecelakaan itu terjadi, ternyata tak hanya Raga yang selamat, namun Jovan juga selamat. Saat itu Raga langsung dibawa oleh beberapa saksi ke rumah sakit terdekat, sedangkan Jovan diselamatkan oleh sepasang suami-isteri yang tinggalnya tak terlalu jauh dari lokasi kecelakaan itu terjadi.
Mengenai jasad yang di makamkan di sebelah ibu Raga, itu merupakan jasad bocah lelaki yang ternyata turut menjadi korban dari kecelakaan naas itu. Karena wajahnya yang terbakar, membuat semua mengira, jika itu jasad Jovan kecil.
"Gue harus percaya?" tanya Raga pelan setelah mendengar penjelasan dari Jovan.
"Sorry, menginterupsi obrolan kalian. Gue cuma mau nganterin ini!" Yuka datang dengan membawa sebuah map berwarna cokelat berlogo rumah sakit. "Semoga, dengan adanya bukti tes DNA ini, lo bisa percaya," ucapnya seraya menatap Raga penuh harap.
Karena bagaimanapun, bisa dibilang Yuka merupakan salah satu orang yang menjadi saksi akan kerja kerasnya Jovandra dalam mencari keluarganya yang asli. Ia menyaksikan bagaimana Jovan yang terkadang menangis, merasa lelah juga putus asa. Sebab tak menemukan apa yang ia cari selama ini.
"Thanks," ucap Jovan pelan yang dibalas Yuka dengan senyuman kecil sebelum kembali meninggalkan keduanya.
Jovan memberikan map yang Yuka berikan pada Raga. "Itu alasan kuat, kalau kita itu saudara kandung."
Raga membuka map tersebut, dan membaca isi dari surat di genggamannya dengan seksama, ia memastikan bahwa tidak ada satu kata pun yang tak terbaca.
Usai membaca surat tersebut, Raga langsung mendongak menatap Jovan. "Abang," ucapnya pelan sembari meremas kertas dalam genggamannya, mencoba menyalurkan rasa senang, bahagia dan sedih yang menguasai dirinya. "Lo beneran Abang gue? Abang masih hidup?"
Jovan menganggukkan kepalanya. "Iya, gue masih hidup Dek!" jawabnya seraya tersenyum kecil.
"Gue, boleh peluk?" tanya Raga penuh kehati-hatian.
"Sure!"
Mendengar jawaban tersebut, membuat Raga langsung berdiri mendekati kursi Jovan dan berhambur ke pelukan lelaki tersebut.
Jovan membalas pelukan tersebut dengan erat, sesekali ia mengelus punggung Raga yang bergetar, menandakan jika pemuda dalam pelukannya ini sedang menangis.
"Kenapa baru sekarang?" tanya Raga disela pelukan eratnya. Ada nada getar dari pertanyaan itu. "Kenapa baru sekarang-sekarang, Abang berani temuin Raga. Disaat Abang bahkan udah tahu semuanya sedari lama?"
"Sorry!" Hanya kata itu yang bisa Jovan katakan seraya mengelus surai Raga dengan lembut. Mata Jovan terpejam, merasa lega karena sudah berterus terang dengan Raga.
Jovan sempat dinyatakan koma selama satu tahun lamanya, dan dengan kelapangan dan kebaikan hati pasangan suami-isteri yang menyelamatkan Jovan. Keduanya yang membiayai semua biaya rumah sakit untuk Jovan. Bahkan keduanya sudah menganggap Jovan seperti anak mereka sendiri.
Setelah bangun dari koma, ternyata Jovan sempat mengalami amnesia, hingga dirinya berusia dua puluh tahun. Dan saat Jovan sudah ingat dengan semuanya. Saat itulah pasangan suami-isteri yang merawat Jovan selama ini langsung menceritakan apa yang terjadi pada Jovan.
"Jadi, kita bisa kumpul lagi sama Ayah?" tanya Raga senang, seraya melepaskan pelukannya "Tapi, kurang Ibu," lanjutnya lirih.
Jovan tersenyum kecil, dirinya mengusap bahu Raga dengan teratur, mencoba menenangkan sang adik. "Ibu, pasti lihat kok disana, dia pasti bahagia. Karena kita, gue, lo dan Ayah bisa kumpul bareng lagi."
•
•"Jadi, pasangan suami-isteri yang udah nolongin lo itu, orang tuanya Bang Yuka?" tanya Raga setelah mendengar cerita versi detailnya dari Jovan.
Jovan mengangguk.
"Berarti, kalian saudara? Walaupun bukan saudara kandung?"
"Dia saudara, plus sahabat buat gue."
"Kalau gitu, kapan-kapan, Bang Jovan harus bawa gue ke rumah orang tua angkat lo ya Bang."
"Mau ngapain?"
"Mau bilang terima kasih, karena udah jagain Abang selama ini. Bahkan udah ngebiayain hidup Abang."
"Tapi Dek, orang tua Yuka udah meninggal dua tahun yang lalu," jelas Jovan dengan nada sedih yang tak dapat dirinya tutupi, jika mengingat dua orang baik yang selama ini merawatnya itu sudah tiada di dunia.
Raga jelas shock mendengarnya. Dirinya bahkan sampai mematung selama beberapa detik sebelum bersuara, "Innailaihi wainnailaihi raji'un."
"Nanti, kita ke makam mereka sama-sama ya?" ajak Jovan yang tentu saja disetujui oleh Raga.
_______________________________________________
To Be ContinueSorry, yang minta double up, belum bisa aku kabulkan. Mungkin nanti di chapter depan.
Terima kasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Piala untuk Ayah ✓
Fanfiction[END] Raga tahu, kesalahannya di masa lalu itu sangat fatal. Namun, mengapa? Mengapa harus Ayahnya yang membencinya? Disaat yang dirinya punya hanyalah Ayah? __________________________________________ "Maaf, belum bisa membuatmu bangga. Namun, bole...