Happy Reading!
•
•
•
•"Lo habis ngobrolin apa sih Ga? Bilangnya sebentar, tapi ini udah hampir satu jam."
Pertanyaan itu terlontar dari Janu, saat Raga sudah kembali ke mejanya, bergabung bersama dengan teman-temannya yang sedang mengobrol ringan.
"Tahu nih, makanan yang kita pesen udah habis, sedangkan punya lo masih utuh Bang," timpal Kenzo.
Memang, semua pesanan mereka sudah habis, tersisa minumnya saja. Sedangkan makanan pesanan Raga masih utuh sebab ditinggalkan Raga untuk mengobrol dengan sang abang, Jovan.
"Gue keasikan ngobrol sama Abang," balas Raga usai menduduki kursi kosong di sebelah Jesa.
"Abang?" tanya Juan, Jesa dan Jean serentak, yang diangguki Raga yang saat ini sedang memakan pesanannya yang sudah dingin. Mereka merasa kaget, sebab yang mereka tahu, Raga memang punya abang, namun sekarang sudah tiada.
"Abang siapa?" tanya Jesa yang mengetahui peristiwa yang merenggut nyawa ibu dan abang sahabatnya ini.
"Abang gue," jawab Raga. "Abang kandung," lanjutnya membuat Jesa, Janu dan Jean membelalakkan mata merasa terkejut. Bagaimana bisa?
"Lo halusinasi kali, jelas-jelas waktu itu, lo yang bilang kalau Abang lo udah meninggal beberapa tahun yang lalu," ucap Janu.
"Udah gue duga, kalian pasti gak bakalan percaya," gumam Raga, ia menghela napas seraya mengambil map cokelat yang dirinya lipat di dalam kantong celana jeansnya. "Gue tadinya gak percaya, tapi kertas ini mematahkan rasa gak percaya gue."
Kenzo yang penasaran langsung membuka isi dari map cokelat tersebut. "HASIL IDENTIFIKASI DNA," celetuknya seraya membaca kalimat yang tertera di bagian teratas surat.
Mendengar celetukan Kenzo, baik Janu, Jesa, Jean, Rangga dan Josep langsung mendekati kursi Kenzo dan mulai membaca surat tersebut dengan cermat.
"Jadi, Abang lo masih hidup?" tanya Jesa yang tak bisa menyembunyikan ekspresi bahagianya setelah melihat keterangan di dalam surat tes DNA di tangan Kenzo.
"Alhamdulillah, iya," jawab Raga disertai senyuman kecil.
"Terus, sekarang kemana Abang lo?" tanya Rangga yang penasaran dengan rupa abang dari sahabat baru akrabnya itu.
"Ke toilet," jawab Raga yang diangguki semua yang disana.
"Dek!"
Panggilan itu membuat Raga menghentikan gerakan tangannya yang sedang memegang sendok, sembari menyendokkan nasi di piringnya.
"Sini, Bang! Kenalin, ini sahabat-sahabat gue."
"Halo, gue Jovandra!" sapa Jovan terlebih dahulu sembari tersenyum sopan. "Kalian bisa panggil gue Bang Jovan aja."
Sahabat-sahabat Raga mulai memperkenalkan diri pada Jovan.
"Lo, inget gue gak Bang?" tanya Janu, menjadi orang terakhir yang memperkenalkan diri.
"Lo Janu kan? Kita pernah ketemu di supermarket deket jalan raya di komplek perumahan Mawar?" tanya Jovan mencoba mengingat-ingat.
"That's right, gue gak nyangka kalau lo Abang kandung Raga Bang."
Jovan hanya bisa tersenyum kecil untuk membalas ucapan Janu.
"Janu itu Ari Bang, sahabat kecil gue yang sering main ke rumah dulu," ucap Raga membuat Jovan langsung menatap Janu dengan teliti. Mencoba membandingkan Janu kecil dalam memorinya dengan Janu yang sekarang
KAMU SEDANG MEMBACA
Piala untuk Ayah ✓
Fanfic[END] Raga tahu, kesalahannya di masa lalu itu sangat fatal. Namun, mengapa? Mengapa harus Ayahnya yang membencinya? Disaat yang dirinya punya hanyalah Ayah? __________________________________________ "Maaf, belum bisa membuatmu bangga. Namun, bole...