Di dalam ruangannya, Arsan tampak sibuk dengan komputernya. Jari-jari nya sangat lihai menari diatas keyboard tersebut.
Tok tok tok
"Masuk." Sahutnya.
"Permisi bos, ini saya bawakan informasi yang bos perintah kan. " Ujar pria itu sopan, seraya meletakkan map di atas meja Arsan. Pria itu tak lain adalah asisten sekaligus tangan kanan Arsan, panggil saja dia Gilang.
"Hm, kau bisa keluar." Titah Arsan yang masih fokus mengetik. Gilang sedikit membungkuk lalu keluar dari sana.
Tuk.
Arsan menyudahi kegiatannya itu, lalu beralih pada map yang di bawakan Gilang tadi. Arsan membuka map tersebut dan membaca dengan teliti.
Arsan tersenyum miring setelah selesai membacanya, dia kembali meletakkan map itu pada tempatnya. "Kau sudah salah mencari lawan." Ucapnya.
Tiba-tiba handphone Arsan berbunyi. Ternyata yang menelpon adalah Gara, Ayahnya. "Halo, Arsan?" Suara Gara dari seberang sana.
"Ya?" Tanya Arsan.
"Kau masih di kantor?"
"Hm."
"Bunda kamu kecelakaan, sekarang ini kita di rumah sakit sedang menunggu."
Rahang Arsan tampak mengeras, tanda ia emosi. Tangan nya pun ikut mengepal kuat. "Sialan, dia sudah bergerak secepatitu." Batinnya.
"Hm, aku akan segera ke sana."
Tut.
Arsan mematikan telepon secara sepihak lalu keluar dari ruangannya. "Urus lainnya." Ucapnya pada Gilang yang memang meja nya berada di depan ruangan Arsan.
Gilang hanya mengangguk patuh menanggapi nya, melihat Arsan yang berjalan cepat menjauh darinya.
Setelah sampai di lantai bawah, Arsan segera pergi menuju mobilnya. Arsan menjalankan mobilnya diatas rata-rata agar cepat sampai di rumah sakit.
Sesampainya di rumah sakit, Arsan kembali berjalan cepat menuju IGD. Di sana dapat ia lihat ada Alya, Gara, Raka dan juga Albian dan Alden yang menangis dalam pelukan Alya. Yang lain mungkin masih di jalan menuju ke mari.
"Ma." Alya mendongak mentap putranya. Rahang Arsan kembali mengeras melihat Mamanya yang begitu sedih. Ingat, dia paling tak bisa melihat kesedihan pada wajah sang Mama.
"Bang, bunda bang." Adu Alden pada Arsan. Arsan mengulurkan tangannya untuk menepuk pundak adik sepupu nya itu.
"Udah ya sayang nangisnya. Alden berdoa, semoga Bunda baik-baik saja." Ucap Alya mengelus punggung Alden yang masih dalam dekapannya.
"Polisi mengatakan, kalau kecelakaan terjadi karena rem mobil yang tidak berfungsi." Jelas Gara.
"Rem nya baik aja kak, tadi pagi aku masih memakai mobil itu." Ujar Raka, pria itu tampak sangat kacau.
Gara menepuk pundak adik iparnya, menguatkannya. Tiba-tiba seorang suster keluar dari sana.
"Bagaimana keadaan istri saya suster?" Tanya Raka dengan cepat.
Alden dan Alya berdiri, ikut menghampiri suster tersebut. "Saat ini pasien banyak kehilangan darah, saya permisi mengambil stok darah dengan segera." Jelas suster itu.
Mereka langsung memberikan jalan pada suster itu, tak lama kemudian suster tersebut datang dengan terburu-buru lalu kembali masuk ke dalam sana.
Mereka semua menghela nafas, mereka masih belum mendapat kabar yang pasti membuat mereka sangat khawatir. Pasalnya Aira begitu lama di tangani di dalam sana.
Tak lama kemudian Afkan yang menangani Aira keluar dari ruangan tersebut. Afkan membuka masker medisnya lalu mentap keluarganya.
"Bagaimana keadaan Bunda mu?"
"Bagaimana keadaan Bunda?"
"Kalian tidak perlu khawatir, alhamdulillah Bunda tidak ada luka yang serius, hanya saja Bunda kehilangan sedikit darah sehingga harus transfusi darah." Jelas Afkan membuat mereka sedikit lega.
"Untung saja Bunda segera menarik pengaman mobil sehingga kepalanya tidak terbentur dengan keras, jika tidak itu akan berakibat fatal. Tapi alhamdulilah itu tidak terjadi."
"Alhamdulillah." Ucap mereka mengucapkan syukur.
"Bunda akan segera di pindahkan ke ruang rawat, aku pamit dulu menyiapkan." Ujar Afkan.
"Iya nak."
"Makasih bang." Ujar Alden, Afkan tersenyum lalu menepuk kepada adik sepupu nya. "Jangan cengeng jadi cowok." Ucapnya membuat Alden cemberut.
"Aku duluan ya ma."
"Iya sayang." Afkan tidak berpamitan seperti bisa karena tidak bersih.
"Alhamdulillah, bunda gak punya luka yang serius. " ucap Alya mengucap syukur.
Raka menepuk pundak putra sulungnya. Bian menoleh, Raka memberikan senyum nya membuat Bian ikut tersenyum walau hanya senyum tipis.
"Biar aku yang mengurus kasus ini, kemungkinan ada yang menyabotase rem mobi Bunda Aira." Ujar Arsan.
"Aku ikut bang." Ucap Bian.
"Alden juga, alden gak ikhlas jika pelakunya bebas begitu saja." Timpal Alden.
"Tidak, kalian berdua tetap di sini. Biar ini jadi urusan abang mu dan Papa." Tolak Gara.
"Sebentar lagi Bunda kalian akan di pindahkan ke ruangannya, tetaplah di sini bersama Mama kalian." Lanjutnya.
"Yang di ucapkan Papa mu benar, kalian berdua tetaplah di sini." Kata Alya menyetujui.
Keduanya menunduk lalu mengangguk patuh. Raka merangkul kedua putranya. "Kita sama-sama tungguin Bunda siuman ya nak, Bunda mungkin mencari kalian ketika Bunda siuman nanti. "
"Iya, yah." Jawab mereka.
"Kalau begitu Arsan pamit mah." Arsan mencium punggung tangan Alya, tak lupa dia juga memberikan kecupan pada kening Alya.
"Hati-hati ya, sayang."
"Mas juga ya, sayang." Pamit Gara.
"Iya mas, hati-hati ya."
Tbc.
Yuhuyyyyyy, Vote dan komen sebanyak banyak ya guys biar aku semangat terus nih mengetik nya.
Follow Instagram dan Tiktok aku: @MawarJk_
See u next chapter .....
Mawar Jk
KAMU SEDANG MEMBACA
Posesif Brother
Ficção AdolescenteAshalina Putri Alga adalah anak perempuan Alya dan Gara, Alin anak perempuan satu-satunya di keluarga mereka. Dia itu anak yang manis dan juga polos, kepolosan nya itulah yang membuat keluarga nya gemas dengannya. Apalagi para Abang-abang nya sangat...