19. Perangkap

749 94 6
                                    

Waktu berlalu dengan sangat cepat.

Sekarang pangkat Zhou Jin adalah Mayor Jenderal.

Sayangnya Ayah yang tidak menyukainya membuatnya tidak bisa naik pangkat lagi.

Ketika adiknya naik tahta menjadi Kaisar, Yan mau menaikkan pangkatnya lebih tinggi.

Zhou Jin menolak dengan keras. Ia merasa tidak adil kepada para prajurit lain yang bertempur mati-matian bersamanya.

Itu cerita beberapa minggu yang lalu...

Saat ini mereka telah terkepung karena kesalahan atasan mereka.

Zhou Jin bertarung dengan sengit melawan pasukan musuh. Anak buahnya bertarung mati-matian. Mereka tidak sengaja masuk ke dalam jebakan musuh.

"Bunuh! Serang! Habisi mereka! "

Zhou Jin terus meneriakkan perintah sambil membabat musuh yang menghadang jalan.

Ia terus berusaha membuka jalur pelarian bagi pasukannya.

Sebagian besar dari pasukan yang dipimpinnya berhasil melarikan diri.

Sayangnya Zhou Jin dan beberapa prajurit telah terkepung.

Zhou Jin terkena beberapa kali tebasan pedang dan tusukan tombak. Kondisinya lumayan buruk. Ia ragu Ia akan dapat keluar hidup-hidup dari neraka ini.

Panah menerpa mereka seperti hujan deras dari atas bukit terdekat.

Beberapa prajurit melindungi Zhou Jin dengan tubuh mereka.

Zhou Jin yang kehabisan banyak darah tidak mampu menghentikan mereka. Ia pingsan ketika panah masih terus berjatuhan ke arah pasukan mereka.

Hari itu, pasukan Negara mereka kalah telak dalam peperangan. Lebih dari tiga perempat jumlah pasukan tewas di medan perang.

Hari telah beranjak malam.

Bulan purnama bersinar terang benderang di kegelapan malam. Langit bersih tanpa awan.

Zhou Jin merangkak keluar dari bawah tumpukan mayat. Ia menggigit bibirnya dan menahan tangis.

Mayat para rekannya tertembus ratusan panah. Dari jauh, mereka terlihat seperti landak aneh.

"Aku bersumpah. Akan kubalas kematian kalian. Kujanjikan kemenangan. "

Zhou Jin berjalan dengan susah payah ketika meninggalkan bekas medan peperangan.

Ia menoleh ke belakang.

Mayat-mayat bergelimpangan bersimbah darah.

Musuh. Teman. Tiada artinya. Pada akhirnya, mereka hanya menjadi mayat. Terlupakan di medan perang.

Zhou Jin mengepalkan kedua tangannya. Ia harus membalas kekalahan ini.

Ia menyeret kakinya meninggalkan neraka jahanam ini.

Di Istana, Yan menjatuhkan cangkir teh yang sedang dipegangnya.

"Apa maksudmu? Coba ulangi lagi! "

Jenderal itu masih berlutut. Tubuhnya gemetar ketakutan.

Ia mengulangi laporan, "Pasukan Kami kalah telak, Yang Mulia. Kami kehilangan tiga perempat..."

"Sepuluh ribu pasukan! Tujuh ribu lima ratusan nyawa! Sudah kubilang, jangan anggap remeh musuh Kita! "

Jenderal Teng Man menundukkan kepalanya.

Ia memang telah menganggap enteng musuh. Tidak pernah Ia sangka kalau musuh berpura-pura mundur dan memancing mereka ke dalam jurang yang sempit.

Pangeran Yang Terlupakan (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang