Ye Fan diam-diam meninggalkan kawanan Napi ketika mereka melewati sebuah kota.
Dulu keluarganya tinggal di kota ini. Ia harus menuntut balas dengan membunuh paman beserta seluruh keluarganya.
Ini sudah menjadi impiannya sejak Ia dipenjara bertahun-tahun yang lalu.
Tapi rumah keluarganya sudah rusak parah. Seperti tidak dihuni sejak bertahun-tahun yang lalu.
Ia mengira pamannya pindah ke rumah keluarganya yang lebih mewah setelah kematian orang tuanya.
Ye Fan menuju rumah lama pamannya. Tapi sudah tidak ada apa-apa di sini. Hanya ada reruntuhan.
Ia menyapa seorang penyapu jalan dan bertanya tentang keluarga pamannya.
"Ye Ming? Aku agak lupa yang mana orangnya... "
"Tinggi gemuk. Abangnya dulu pedagang kain yang sangat kaya raya. "
"Oh... Pedagang yang mati dibunuh putranya sendiri! Aku ingat! Memang anak durhaka! "
Ye Fan mengepalkan tangannya. Ingin rasanya berteriak bukan Ia pembunuhnya. Namun tiada orang yang akan percaya.
Penyapu jalan bercerita, "Ye Ming terlalu serakah walaupun Ia mewarisi seluruh kekayaan Alm. Abang. Ia kolusi dengan seorang bupati dan menyediakan kain kualitas rendah kepada pemerintah. "
"Tentu saja orang bodoh itu dihukum menggali kanal. Kudengar Ia mati beberapa tahun yang lalu. Keluarganya jual diri menjadi budak setelah hukuman selesai. Karena mereka telah jatuh miskin... "
Ye Fan terkulai lemas di depan bekas rumah keluarganya. Ia kehilangan motivasi untuk hidup.
Selama ini Ia bertahan hidup di penjara yang keras hanya dengan satu mimpi. Membunuh sang paman dengan tangannya sendiri.
Xiao Hu baru menyadari Ye Fan menghilang setelah beberapa jam berlalu.
Ia mengutus Meng Da untuk mengendalikan sisa Napi yang dikawal. Ia sendiri mencoba melacak Ye Fan.
Untung saja Ia berhasil menemukan Napi itu di depan rumah kosong.
Ye Fan terlihat kehilangan semangat hidup.
"Mau apa Kau di sini? " hardik Xiao Hu.
Ia sudah khawatir kalau Ye Fan kabur untuk merampok dan melukai rakyat jelata.
"Aku tidak tahu harus kemana... "
"Mudah saja. Kau hanya harus mengikutiku saja. "
Ye Fan mengganggukkan kepalanya. Ia tidak punya tujuan lain.
Tidak punya uang.
Tiada pilihan lain. Ia hanya dapat mengikuti gerombolan Napi ini.
Ke mana pun mereka pergi.
*****
Putra mahkota menghadiri upacara pemakaman Yang Cheng. Ia juga membawa medali kehormatan untuknya.
Sang Istri yang berduka terus menangis.
Putranya yang masih kecil hanya menatap peti mati sang ayah tanpa mengerti apa-apa.
Jenderal Besar Yang terlihat tegar walaupun matanya merah karena menahan tangis.
Pria beruban kembali mengantar pria rambut hitam ke liang kubur.
Rong Hai atas perintah Kaisar telah mengumumkan kalau Letjen Yang Cheng gugur dalam menjalankan tugasnya.
Alm. mati terbunuh oleh mata-mata negeri Xin.

KAMU SEDANG MEMBACA
Pangeran Yang Terlupakan (END)
Ficción histórica1. Pangeran Yang Terlupakan Mu Rong Yan punya cita-cita sederhana. Hidup santuy sampai tua. Terlahir sebagai anak dari seorang selir yang tidak disukai Kaisar. Kesempatan menjadi Kaisar? Apa kau gila? Enakan hidup santai. Biarkan para kakak saja...