08

91 3 0
                                    

Keesokan hari setelah pertengkaran kecil itu May kembali menjalani aktivitasnya seperti biasa. Gadis itu tidak mau ambil pusing apalagi memasukan ke dalam hati perkataan suaminya kemarin.
Selepas menyetorkan hafalannya kepada ibu mertuanya, Umayrah meminta izin untuk berziarah ke makam ayahnya, karena hari ini kuliahnya sedang libur.
"Kamu perginya sama Albi kan?" Tanya Nyai Aisyah.
"Mboten umi karena sepertinya mas Albi sedang capek, selepas sholat subuh tadi beliau langsung tidur."
"Ya sudah, kalau begitu umi izinin, tapi kamu harus diantar sopir ndalem atau kang kang santri ya."
"Nggih umi."
Setelah berganti pakaian dan mengambil tasnya, Umayrah segera memutar kenop pintu kamarnya. Namun pada detik itu juga ada yang memegang pergelangan tangannya.
"Kamu mau ke mana May?"
May sedikit gugup karena melihat Albi yang baru saja bangun dari tidurnya. Bahkan penampilannya yang berantakan menambah kesan berdamage pada diri pria itu.
"A_Ak Aku mau ke makam bapak mas."
"Kamu mau pergi sendiri? Kok nggak ngajak aku?"
"Aku nggak mau bangunin kamu mas, kamu kelihatan capek banget soalnya. Aku nggak papa kok mas diantar sama kang kang," jelas Umayrah.
"Nggak kok! Aku nggak capek. Tunggu bentar! Aku ganti baju dulu, biar aku yang nemenin kamu."
Umayrah hanya mengangguk pasrah dan menunggu pria itu bersiap.

***

Setelah membaca tahlil bersama Albi, Umayrah menaburkan bunga yang dibelinya, di pusara ustad Fahmi.
"Bapak maafin May ya belum bisa jadi anak yang membanggakan."
"Maafkan Albi juga ya ustad belum bisa menjadi menantu yang selalu membahagiakan putri njenengan," kata Albi seraya menatap Umayrah. Pandangan mereka bertemu sejenak sebelum May memutuskan untuk menunduk karena air matanya akan jatuh sebab teringat dengan bentakan Albi kemarin.
"Kamu masih mau di sini?" Tanya Albi, lembut.
Umayrah menggeleng seraya berkata, "aku pengen mampir ke rumah Bu deh dulu mas, boleh?"
"Tentu."

***

Tok!tok!tok!
"Assalamualaikum."
Tak lama kemudian pintu rumah itu terbuka, menampilkan seorang wanita paruh baya dengan Khimar instannya.
"Waalaikumsalam, ya Allah keponakan budhe.. kesini kok nggak bilang bilang dulu."
Umayrah hanya tersenyum, kemudian mengambil tangan wanita itu untuk dicium.
"Ayo nduk masuk! Monggo Gus pinarak," ucapnya mempersilahkan.
Albi duduk di ruang tamu mengobrol dengan sepupu laki laki Umayrah. Sementara Umayrah di dapur bersama Bu dhe dan sepupu perempuannya.
Umayrah memang tidak memberikan kabar, jika ia akan mampir kemari. Oleh karena itu kakak dari ayah Umayrah ini, jadi gedondopan menyiapkan makanan tambahan untuk dihidangkan kepada keponakan beserta suaminya nanti.

"Bawa ini kedepan ya nak," pinta wanita itu pada putrinya.
Setelah mengangguk, sepupu Umayrah itu segera mengerjakan perintah Nisa', ibunya.
"Yang satu lagi biar May aja, budhe, yang bawa," ujar Umayrah sembari mengambil satu hidangan dari tangan wanita bernama Nisa'. Namun Bu dhe Umayrah itu berkata, "tidak usah Bu dhe saja."
"Nggak papa Bu dhe, biar Umayrah bantu."
Bukannya menyerahkan salah satu hidangan itu kepada keponakannya, Nisa' justru menaruh kembali kedua hidangan tersebut diatas meja dapur.
Lalu, wanita berkepala empat itu menatap keponakannya sembari menggenggam kedua tangan Umayrah.
"Albi memperlakukan kamu dengan baik kan, nduk?"
"Baik kok Bu dhe." Umayrah memang tidak berbohong bahwa Albi memperlakukannya baik, meskipun tidak setiap saat.
"Pernikahan kalian bahagia kan?"
"May sangat bahagia dan insyaallah, mas Albi juga sama bahagianya seperti May."
Umayrah sekuat tenaga menahan air matanya yang ingin jatuh karena seketika, otaknya memutar kejadian kejadian dimana Albi marah tanpa sebab yang jelas kepada Umayrah.
"Maafkan Bu dhe ya nduk, Bu dhe tidak bermaksud mencampuri urusan rumah tangga kalian."
"Bu dhe hanya takut kamu mengalami nasib yang sama dengan yang pernah Bu dhe alami," timpalnya.
Wanita paruh baya itu kembali membuat suara, "sebelum menikah dengan pak dhe mu saat ini, budhe pernah dijodohkan oleh nenek dan kakek mu dengan seorang laki laki
. Karena tidak ingin mengecewakan mereka, Bu dhe menikah dengan laki-laki itu dan lagi lagi, karena Bu dhe tidak ingin mengecewakan mereka, Bu dhe tidak pernah menceritakan kepada kakek dan nenek mu, bahwa laki laki itu bersikap buruk dan melakukan KDRT kepada Bu dhe. Setelah nenek dan kakek mu tahu, mereka menyuruh kami bercerai dan setahun kemudian, barulah Bu dhe menikah dengan pak dhe."
Nisa menarik nafas gusar, sebelum kembali berkata kata, "Bu dhe tau, takdir setiap orang berbeda beda dan Bu dhe juga tidak mendoakan kamu mengalami nasib yang Bu dhe alami, tapi yang perlu kamu tau, Bu dhe bercerita seperti ini agar kamu tidak menyembunyikan luka mu sendirian demi tidak mengecewakan kami."
Umayrah memasang seringai manisnya, "Mas Albi baik kok Bu dhe. Baik banget malah dan insyaallah, May janji akan cerita ke Bu dhe, jika ada sesuatu hal yang terjadi pada May."
"Ya udah Bu dhe. Sekarang, kita angkat ini ke meja makan yuk! Cacing di perut May udah meronta ronta mencium enaknya masakan Bu dhe."
"Bisa aja kamu."
Kedua kaum hawa itu pun membawa hidangan yang telah mereka buat ke ruang makan.

UmayrahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang