05

123 3 0
                                    

Albi melirik punggung Umayrah sesaat, sebelum wanita itu duduk di hadapannya.
"kenapa gamis bagian belakang mu basah May?"
"maaf ya mas, aku gak bisa jaga hadiah ini dengan baik."
"tadi, ada perempuan yang jalan di belakang aku dan kakinya tersandung meja, jadi minumannya tumpah mengenai baju ini," lanjutnya.
"berarti itu bukan kesalahan mu sayang. Tidak perlu meminta maaf," ucapan lembut yang keluar dari mulut Albi itu, membuat rasa bersalah may seketika lenyap. Berganti dengan rasa bahagia, dia memanggilku apa barusan? Sayang? Ah! tidak tidak, JANGAN BAPER! baik fisik, akhlak, maupun ilmuku sangat tidak setara dengannya.
"Habiskan makananmu, setelah ini kita mampir dulu ke mall untuk membeli gamis baru, aku tidak ingin kamu masuk angin."
"tidak perlu mas, ini hanya basah sedikit, tidak mungkin sampai membuat aku masuk angin. Toh sebentar lagi akan kering."
"baiklah kalau begitu kita akan tetap mampir dan membeli beberapa gamis baru untuk istriku," ucap Albi dengan diakhiri cengiran.
Umayrah hanya diam, menanggapi Albi yang tidak menerima penolakan atas ucapannya barusan.

***

Albi sudah membuka hampir seluruh nakas dan laci yang ada di kamarnya. Namun pria tampan itu tetap tidak menemukan kunci mobilnya. Padahal ia sedang terburu buru.
Ia harus menemui calon donatur pembangunan sekolah tinggi yang akan didirikan dibawah naungan pondok pesantren ini.
Kurang satu laci lagi yang belum Albi periksa. Namun ketika pria itu membukanya bukan sebuah kunci yang ia temukan, justru sebuah buku yang ia beli saat masih mengenyam pendidikan di Cairo beberapa tahun yang lalu. Albi meraih buku itu, buku yang mengingatkannya pada seorang gadis dari masa lalunya.

Flash back:

"thank you," ucap Albi pada pria yang telah menunjukkan arah menuju toko buku yang ia cari.
Setelah memasuki toko yang telah ia temukan, Albi segera mencari buku yang ia cari. Namun tanpa sengaja, netranya menangkap gadis yang pernah ia temui saat di pesawat beberapa bulan lalu. Gadis tersebut sedang kesulitan mengambil buku yang berada di rak yang cukup tinggi.
Tak menunggu lama, tangan Albi sudah bergerak mengambil dan menyerahkan buku itu pada wanita tadi.
"thank you so much," ucapnya tanpa melihat wajah Albi sedikit pun.
"sama sama," jawaban berbahasa Indonesia yang keluar dari mulut Albi tersebut berhasil membuat wanita itu meliriknya, meskipun hanya sebentar.
"aku permisi," pamit wanita itu, segera berjalan ke arah kasir. Namun tubuhnya berhenti sejenak ketika Albi mengatakan, "semoga kita bisa bertemu lagi ya, saat di Indonesia."
Wanita itu hanya tersenyum singkat sebelum akhirnya kembali berjalan.

Cklek!
Kenop pintu yang diputar itu sontak membuyarkan lamunan Albi.
"mas"
"mas Albi, mas Arsyaka nunggu njenengan di bawah loh," ucap Umayrah. May benar benar telah membawa Albi kembali ke masa sekarang, masa dimana Albi telah resmi menjadi suaminya. Bukan lagi seorang mahasiswa Al-Azhar.
"iya, udah tahu," jawab Albi, ketus sembari meletakkan buku yang dipegangnya itu di atas laci.
Albi kemudian mencoba mencari kunci mobil itu di lemarinya sambil menggerutu, "nggak ngertiin banget sih tuh orang, masih nyari kunci juga!"
"ohh.. mas Albi nyari kunci, tadi aku gantungin di sini," ucapnya seraya mengambil kunci itu dari salah satu gantungan yang menancap di kamar mereka dan menyerahkannya pada Albi.
"

Jangan suka pindah-pindah barang orang lain!" Sentak Albi sembari menyahut dengan kasar kunci itu dari tangan Umayrah.

"tapi aku nemuin itu di saku celana kamu wak-
Bruak!!
Albi telah beranjak dari kamar itu dengan membanting pintu kamar tersebut.
"hiks.. Hiks.. Hiks.." cucuran air mata telah berhasil membasahi kedua pipi Umayrah.
Wanita itu pun telah merosotkan tubuhnya ke lantai dan merengkuh lututnya sendiri.
"maafkan aku mas.. hiks.. hiks.. aku memang tidak pantas menjadi istrimu, aku hanyalah orang lain.. hikss..."

Tok!! Tok!! Tok!!
"assalamualaikum."
Dengan cepat May sudah menghapus Air matanya. Wanita itu segera bangkit dan membuka pintu kamarnya.
"waalaikumsalam," jawabnya seraya membuka pintu kamar tersebut.
"ning, kula badhene mendhet pakaian kotoripun njenengan kalih gus Albi, badhene kula cuci."
"Aila!" ucap May, histeris.
"kamu jadi mbak ndalem sekarang? Nggak jadi boyong? Kamu nggak jadi kuliah? Jadi kamu nurutin keinginan bapak kamu agar mengabdi di sini? Sudah ku duga! Kamu benar benar anak sholihah Aila!" cerocos Umayrah. Umayrah memang sedikit cerewet jika bersama teman teman terdekatnya.
Bahkan mood jeleknya bisa langsung sirna, kala ia berkumpul dengan teman teman seperjuangannya dulu.
"nggeh ning." jawab Aila sopan, meskipun Umayrah adalah sahabatnya, tapi ia tahu sekarang Umayrah telah sah menjadi bagian dari keluarga tempat ia mengabdi.
"ning nang ning glung! Ngomong apaan sih La, aku ini teman mu. Jangan formal formal! Udah ah! yuk kita samperin temen temen yang lain di asrama," ajak May sembari menarik tangan sehabatnya itu.
"tapi aku harus nyuci pakaian keluarga ndalem."
"udah nanti aja, nanti aku bantuin," kata May.
"tapi ning.."
"sshhtt!"

***

Umayrah dan Aila kini telah berada di salah satu kamar yang ada di rentetan gedung asrama pondok pesantren Nurul Hidayah.
"wah! Banyak banget ya berarti teman teman kita yang boyong," ucap Umayrah.
"iya, cuma lima aja ya nggak boyong, yang dua jadi abdi ndalem dan yang tiga umi tugasin buat jadi ketua kamar."
"dua yang jadi abdi mdalem? Aila sama siapa?" tanya sholik, teman sekamar Umayrah dan Aila, dulu.
"Syara," jawab Aila.
"Wahh, tapi kenapa aku belum ketemu Syara ya La, dari tadi," ujar May
"Syara sibuk masak di dapur May dari pagi, nyiapin banyak hidangan buat para wali santri yang datang sowan hari ini."
Ya, kini Aila sudah tidak lagi memanggil May dengan embel embel 'ning', karena May sudah melarangnya, keras. Bukan hanya Aila saja yang ia larangan. Namun wanita itu juga melarang teman temannya yang lain karena merasa belum pantas untuk menerima gelar tersebut.
"oh ya May, gimana ceritanya kamu bisa tiba tiba nikah sama gus Albi?"
"iya May, cerita dong! Kita penasaran nih."
"gus Albi pasti romantis banget ya May? Atau jangan jangan dia cuek dan galak kayak Gus Gus di novel gitu?"
"dia nggak pernah bikin kamu nangis kan May?"
Deg!
Pertanyaan teman temannya itu, membuatnya kembali teringat akan kejadian tadi. Namun buru buru ia memasang lengkungan manisnya dan menceritakan semua kebaikan Albi. Hanya kebaikannya saja.

UmayrahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang