06

109 3 0
                                    

Pukul 13.00 Albi dan Syaka telah kembali ke kediaman mereka. Para santriwati yang melihat mereka berdua keluar dari mobil, kali ini sudah tidak sehisteris biasanya. Mungkin karena masing masing dari mereka kini sudah mengantongi buku nikah.
Mengingat tentang buku nikah, Albi menjadi ingat akan istrinya.
Tadi pagi ia telah melampiaskan kekesalannya pada gadis itu, padahal belum genap seminggu dirinya menjabat tangan pak penghulu sembari berjanji akan menjaganya, tapi pagi ini ia telah menyakiti hati putri tunggal Ustad Fahmi itu.
Setelah memasuki ndalem, Albi segera memutar kenop pintu kamarnya.
"Umayrah.. " panggil pria itu.
Ketika memasuki ruangan ini.
Kedua iris hitam pekatnya mendapati May sedang terlelap di atas sofa dengan rambut lurus yang terurai panjang.
"May.." lirihnya seraya menyingkirkan beberapa helai rambut yang menutupi wajah gadis itu. May terlihat lebih manis tanpa balutan hijabnya. Namun wajah semanis itu tetap tidak membuat hati Albi bergetar sedikit pun.
"Enghhmm.." engah May dengan mata yang masih tertutup rapat.
"sudah sholat dzuhur May?"
"aku udzur," katanya.
Dalam tidur lelapnya, tiba tiba May menyadari sesuatu.
Kontan wanita itu membuka matanya lebar lebar dan duduk membelakangi Albi.
"May, kamu marah?" mendengar pertanyaan itu Umayrah tetap diam.
"aku minta maaf May sudah bersikap ketus dan tidak menggubris penjelasan mu, pagi tadi."
Pria itu sudah mengucap maaf. Namun May tetap tidak bersuara ataupun membalikkan badannya.
"May jawab aku.. Aku minta maaf, aku ngaku aku salah."
"aku nggak marah kok mas sama kamu," ucapnya, masih memunggungi gus Albi.
"terus kenapa kamu  nggak mau menghadap aku, kenapa dari tadi kamu diem aja?"
"aku takut," lirih May.
"takut dengan ku? But, why?"
"aku takut kamu marah, karena aku tidak mengenakan jilbab di depan kamu."
Albi justru terkekeh dan memeluk dari belakang, tubuh Umayrah dan mengecup berkali kali pucuk rambut hitam tersebut.
Tindakan Albi itu, sukses membuat desiran di hati May. Andai saja kulit putih, pasti kini pipinya sudah merah seperti kepiting rebus.
"kenapa aku harus marah? Kamu kan memperlihatkan aurat mu pada ku, pada suami mu May."
Albi memegang kedua pundak May, membuat membalikkan badan menghadap Albi.
"Apakah dosa memperlihatkan aurat pada suami?" Pertanyaan Albi yang hanya dijawab dengan gelengan kepala oleh May.
"Artinya, kamu bebas melepas ataupun menggunakan jilbab mu selama di kamar ini bersama ku May."
Pasalnya memang tidak ada malam pertama, kedua, ketiga dan seterusnya dalam pernikahan ini. Jadi Albi sama sekali belum pernah melihat aurat May. Pun, pria itu tidak pernah menyuruh May untuk membuka hijabnya. Karena itu May takut akibat dari rasa gerahnya sebelum tidur tadi akan memancing kemarahan gus Albi lagi.
"oh ya May, aku punya sesuatu sebagai permintaan maaf ku atas kejadian pagi tadi."
Albi mengeluarkan beberapa lembar kertas dari dalam saku jaketnya dan memberinya kepada Umayrah.
"itu beberapa brosur penerimaan mahasiswa baru beberapa kampus di kota ini. Lihatlah dan pilihlah jurusan dan kampus mana yang kamu suka! Aku yang akan mengurus pendaftarannya," kata Albi.
"oh ya di situ juga ada kampus, tempat ku mengajar," timpalnya.
"maaf mas, tapi aku rasa tabungan ku belum cukup untuk biaya kuliah."
"May, aku suami mu dan kewajiban ku adalah menafkahi mu, termasuk menafkahi pendidikan mu," ujar Albi.
May melihat satu persatu brosur itu.
"pilihlah yang kamu inginkan dan sukai ya May! Aku mau ganti baju dulu."

***

"Orang tua yang memiliki anak anak seperti itu adalah orang tua yang sangat beruntung, karena selain diselamatkan dari api neraka oleh anak mereka, mereka juga akan mengenakan mahkota yang berkilauan saat di surga nanti," ceramah umi yang berada di atas mimbar mushola putri menghadap para santriwati yang mendaftarkan diri menjadi calon tahfidz.
Setiap bulan Muharram pesantren ini membuka pendaftaran bagi santri yang ingin menghafalkan Al-Qur'an. Pendaftaran dibuka selama tujuh hari setelah itu, santri yang mendaftar akan diseleksi kefasihannya dalam membaca kitab suci tersebut. Barulah santri yang lulus seleksi dihadirkan di mushola ini guna mendengarkan cerita dari umi agar tidak sampai salah niat.
Dan disinilah sekarang Umayrah berada. Awalnya gadis itu hanya berniat menghantarkan ibu mertuanya. Namun tema ceramah umi kali ini benar benar menahannya agar tetap ditempat ini.
Setelah mendengarkan ceramah Umi tadi, May jadi ingin kembali meminta izin kepada gus Albi untuk ikut menghafal Al-Qur'an bersama santri santri itu.
"Wassalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh." Setelah Nyai Aisyah mengucapkan salam, mengakhiri ceramahnya, Umayrah segera menuntun ibu mertuanya itu menuju kediaman mereka.

***

Pagi itu Umayrah tengah menyirami kebun jeruk yang berada di belakang ndalem, sementara sang suami memilih duduk di kursi yang ada di tengah tengah kebun itu, seraya bergelut dengan laptopnya.
"Huh! Akhirnya selesai juga May, dari semalem aku ngerjain ini," ucap Albi setelah menutup laptopnya.
"Alhamdulillah, kamu istirahat gih! Tidur! Dari semalem loh mas kamu belum tidur," ujar Umayrah sembari mematikan kran.
"Nanti aja May, sekalian habis sholat dzuhur. Lagi pula tidur pagi hari itu menghambat rizqi."
Setelah menggulung selang, Umayrah duduk di kursi lain yang bersebrangan dengan kursi yang suaminya duduki.
"Kamu tahu apa artinya Umayrah mas?" Tanya Umayrah.
"Mungkin dari kata Amir yang artinya raja," tebak Albi
Setelah istrinya mengangguk barulah pria bernama Albi itu melanjutkan ucapannya, "kemudian di tashgir dengan wazan fu'ailun, maka jadilah umair yang artinya raja kecil dan jika dimuanatskan maka menjadi umayrah yang berarti ratu kecil."
"Mas Albi mau tahu nggak kenapa bapak namain aku ratu kecil, nggak ratu aja?"
"Kenapa?"
"Karena aku lahir secara prematur, dengan bobot yang hanya 2 kg."
"Eh! bisa bisanya berat mu kalah sama zakat fitrah," celetuk Albi yang langsung membuat bibir Umayrah mengerucut.
Albi pun segera memindahkan duduk di samping Umayrah.
"Bercanda sayang," ucapnya sesudah mengecup sejenak pipi istrinya itu.
Kontan, jantung wanita itu langsung berdebar. Di dalam perutnya pun seperti ada banyak kupu kupu yang berterbangan. Namun ia tak ambil pusing dengan perasaan itu, wanita itu langsung saja mengubah ekspresinya menjadi sedih.
"Aku lahir saat bapak kehilangan istrinya mas. Aku tidak pernah sekalipun melihat wajah ibu ku mas," ucapnya sambil tertunduk.
Pada detik berikutnya, Umayrah sudah mengubah posisi duduknya, menghadap Albi.
"Aku pengen mas, saat pertama kali bertemu beliau di surga nanti, aku bisa membawakan ibu dan bapak mahkota. Aku mohon mas izinin aku menghafalkan Al-Qur'an ya?"
Albi masih diam, melihat ketulusan niat istrinya itu. Pria itu kemudian mengiyakan permintaan tersebut.
"Makasih mas," ucap Umayrah sembari tersenyum lebar hingga memunculkan lesung dikedua belah pipinya.
Senyum lebar berlengsung yang mampu membuat Gus Albi Hawnar Rahim ingin terus melihat dan menjadi penyebabnya muncul.

UmayrahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang