10

111 3 0
                                    

Huek! Huek! Huek!
Setelah mengeluarkan kembali sarapannya pagi ini, May keluar dari kamar mandi dengan keadaan lemas.
"La__
Dengan sigap Aila menangkap tubuh sahabatnya yang tiba tiba ambruk itu. Kemudian, membawanya untuk dibaringkan di kasur kamar tersebut.
"May, Umayrah, May bangun May." Dengan nafas terengah-engah Aila menepuk pelan pipi May, mencoba membangunkan gadis itu.
Berpuluh puluh detik berlalu dan May belum juga membuka matanya, meskipun hidung Umayrah sudah diolesi minyak kayu putih.
Tidak menunggu lebih lama lagi, Aila segera turun guna memberitahukan perintiwa ini pada Gus Albi.
Nyai Aisyah dan Almahira yang sedang berbincang dengan Gus Albi, ikut ke kamar Umayrah saat Aila menyampaikan keadaan May kepada mereka.
Gus Albi memijat telapak tangan dan mengelus elus pucuk kepala May yang terbalut kain jilbab, sembari memanggil namanya, "May... Umayrah."
Umayrah membuka matanya perlahan, "Mas.."
"Pusing?" Tanya Albi.
"Sedikit."
"Masih mual?"
May menggelengkan kepalanya, sebagai jawaban.
"Bi, bawa May ke rumah sakit, gih! Biar diperiksa," ucap Umi Aisyah dengan senyum penuh harap.
"Nggak usah mi, May udah nggak apa apa kok," elak gadis itu, lemah.
"Bener kamu udah nggak papa?" Tanya Albi.
"Beneran mas, aku udah nggak papa."
Almahira yang sedari tadi memperhatikan mereka dengan tangan mengepal pun tersentak, ketika Umi Aisyah menyentuh pundaknya, "Alma, tolong buatkan bubur ya untuk Umayrah."
Mau, tidak mau Alma pun mengangguk dan melaksanakan perintah Nyai Aisyah, "nggih umi."
"Bi, jagain Umayrah dengan baik ya, umi tinggal dulu."
Wanita yang sudah berkepala empat itu keluar dari kamar itu dengan diikuti Aila.
Albi kembali mengelus pucuk kepala Umayrah, lalu beralih memeriksa suhu kening Umayrah.
"Kamu demam May."
Albi menaikkan selimut hingga menutupi seluruh badan Umayrah.
"Kamu istirahat ya. Nanti kalau buburnya sudah datang, dimakan ya sampai habis, Aku mau keluar dulu, beliin kamu obat." May hanya mengangguk, mengiyakan permintaan suaminya.

***

Tok! Tok! Tok!
Kenop pintu itu berputar dan menampilkan sosok Almahira dengan semangkuk bubur yang dibawanya dengan nampan.
"May makan dulu ya."
Umayrah pun memposisikan dirinya yang sedang terbaring menjadi duduk. Gadis itu menyandarkan kepalanya yang terasa berat di kepala tempat tidurnya.
"Aku bisa sendiri kok mbak," tolak Umayrah ketika Alma menyodorkan sesendok bubur ke mulutnya.
"Aku suapin aja, kan kamu lagi sakit."
May pasrah menerima suapan itu. Namun baru saja bubur itu memasuki rongga mulutnya, May memuntahkan kembali bubur itu ke lantai kamarnya.
"Ah sshh! Panas mbak."
"Ya Allah May! Buburnya emang baru matang, tapi aku nggak tahu kalau bakal panas banget kalau di mulut, ma___
Ucapan Alma terpotong karena tiba tiba saja ada yang menarik bahunya.
"Mbak sengaja ya ngelakuin ini! Jangan mentang mentang mbak putrinya kyai ya. Jadi saya nggak berani sama mbak. Kalau udah masuk pesantren mbak sama aku tuh sama aja, sama sama santri di sini."
Aila merebut kasar mangkuk bubur itu dari tangan Alma.
"Biar aku aja yang nyuapin. Sana, mbak ambilin minum!"
Alma menatap tajam Aila, sebelum melenggang pergi dari sana.
"May kamu nggak papa kan?"
Umayrah menggelengkan kepalanya yang bersandar di kepala ranjang.
"Aku nggak papa Ai, kamu jangan berlebihan gitu dong."
"Berlebihan gimana, orang jelas jelas dia yang masak, dia yang bawa bubur ini ke sini, dia juga megang nih, mangkuk. Mana mungkin dia nggak tahu, kalau bubur ini masih panas atau nggak. Sarafnya mati kali tuh orang!" celoteh Aila.
"La, kamu niat nyuapin aku atau ngomel sih, makin pusing nih aku dengernya."
"Eh! Iya lupa. Nih, aaa!"
May melahap sesendok bubur yang Aila sodorkan.
"Eh iya May, sebenernya aku tuh kesini karena di suruh umi nganterin ini," ujarnya sembari menunjukkan sebuah testpack.
Umayrah diam, membeku setelah meraih benda medis itu. Selama ini dia tidak terlalu memikirkan mengapa Gus Albi tidak pernah meminta haknya. Namun ia tidak mengira bahwa ternyata mertuanya mengharapkan kehamilannya.
"May, kok malah bengong." Ucapan Aila itu sontak membuat lamunan Umayrah buyar.
"Jangan jangan kamu sama Gus Albi... Hah! Kayak dinovel novel gitu, gusnya belum pernah m__
"Hhsstt! La, kamu mau nyuapin aku atau nggak sih. Kalau nggak, sini mangkuknya. Aku mau makan sendiri," kata May, mengalihkan pembicaraan.
"Iya iya aku suapin, jangan ngambek dong."
Aila pun kembali menyuapkan bubur ke mulut Umayrah hingga habis.
Tok! Tok!
"Eh May suami kamu udah Dateng tuh, aku pergi dulu ya," suara Aila sedikit berbisik.
"Buburnya sudah habis?" Tanya Gus Albi dengan nada datar.
"Sampun Gus, saya permisi," ucap Aila yang hanya mendapat anggukan kecil dari Albi.
May yang melihat kehadiran suaminya itu, refleks, menyembunyikan testpack tadi, dibalik bantalnya.

UmayrahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang