Setelah mendapatkan izin dari Gus Albi, Umayrah banyak menghabiskan waktunya bersama kitab sucinya. Setiap selesai sholat subuh Umayrah selalu menyetorkan satu halaman dari Al-Qur'an yang telah ia hafalkan dan setiap usai shalat ashar Umayrah selalu memuroja'ah secara mandiri ayat ayat yang telah ia setorkan. Bahkan akhir akhir ini Umayrah sering begadang demi mencapai target setorannya. Namun berkat kesibukannya inilah Umayrah menjadi tidak terlalu memikirkan sifat Gus Albi yang tiba tiba romantis atau tiba tiba dingin.
Ting tung!!
"Biar aku aja Ra yang bukain pintunya, kamu lanjutin masak aja," ucap Umayrah yang hanya dibalas anggukan oleh Syara.
"Assalamualaikum," salam seorang pria yang kelihatannya seumuran dengan Kyai Nashir.
"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarokatuh. Ada perlu nopo nggih?" Tanya Umayrah.
"Apa saya bisa bertemu Nashir?"
"Tentu. Kula panggilkan Abah rumiyen. Njenengan sekeluarga Monggo pinarak!" Ujar Umayrah mempersilahkan tamu tamunya untuk duduk.***
Ternyata ketiga orang tamu tersebut adalah Kyai Bisyri, sahabat Abah ketika masih mondok dulu.
Beliau datang beserta istri dan anak perempuannya.
Abah dan Kyai Bisyri adalah teman sekamar, sedampar, bahkan selengser.
"Oalah.. iki to Shir istrinya Albi?" Ujar Kyai Bisyri ketika aku selesai menyuguhkan minuman untuk mereka.
"Iya," jawab Abah singkat. Kemudian pria itu tersenyum getir dan menunduk.
"Kamu orang yang ramah nduk. Semoga pernikahan mu dengan Albi langgeng ya."
Abah terlihat menghembuskan nafas lega sebelum kembali mengangkat wajahnya.
"Aamiin, terimakasih yai."
"Oh ya nduk maaf ya waktu itu saya sekeluarga tidak bisa datang di acara pernikahan mu."
"Mboten nopo nopo, do'a dari panjenengan saja sudah cukup, insyaallah."
"Shir, selain untuk bersilaturahmi, aku kesini juga ingin menitipkan Almahira untuk tabarukan di sini, boleh?" Tanya kyai Bisyri.
Aku memperhatikan wajah wanita bernama Almahira itu dan aku merasa seperti pernah bertemu dengannya sebelum ini.
"Tentu! Bahkan putri mu itu boleh memilih ia ingin tinggal di kamar mana dan di Ma'had yang mana."
"Kalau di kamar yang ada di ndalem ini juga boleh Shir?" Gurau Kyai Bisyri.
"Kalau seperti itu berarti aku harus membangun kamar lagi, karena kamar di sini tidak ada yang kosong Ri."
"Hahahaha," Tawa kedua Kyai masyhur di kota ini.***
Setelah berbincang lama Abah mengajak keluarga Kyai Bisyri untuk makan siang dan sholat dzuhur berjamaah. Namun sebelum makan Umi menyuruhku untuk membantu membawa barang barang putri Kyai Bisyri ke kamar yang telah ia pilih.
Setelah selesai aku mengajaknya untuk segera kembali ke ndalem karena keluarga kami telah menunggu untuk makan siang.
"Umayrah," panggil wanita yang berjalan di sampingku itu sukses membuatku menoleh.
"Iya mbak."
"Kamu ingat nggak, kita pernah bertemu sebelumnya?" Ia memberikan jeda sebelum berkata,"di kafe Olieve malam itu?"
Aku mengerutkan kening mencoba mengingat wajah familiar wanita ini sambil terus melangkah.
"Aku yang nggak sengaja numpahin minuman ke baju kamu? Kamu ingat?"
"Ooh iya mbak, iya aku ingat sekarang."
"Nggak nyangka ya kita bisa ketemu lagi sekarang. Btw, sekali lagi aku minta maaf ya atas kejadian malam itu."
"Iya mbak nggak papa. Beneran, aku udah maafin. Toh, mbak nggak sengaja jadi nggak perlu minta maaf sampai berulang kali."
"Aku masih merasa bersalah May."
"Beneran mbak nggak papa nggak perlu minta maaf, ya udah yuk kita kembali ke ndalem," ajak Umayrah.
"Yuk," jawab Alma sembari melangkahkan kakinya, beriringan dengan langkah kaki May.***
Waktu itu, setelah menimang dengan seksama, akhirnya May menjatuhkan pilihannya pada universitas yang berbeda dengan tempat Albi mengajar. Ia memilih memasuki jurusan psikologi dan hari ini adalah hari pertama Umayrah masuk perguruan tinggi.
Setelah gadis itu mencium punggung tangan Albi, ia mengucapkan salam, "Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Pria itu tidak langsung melepaskan tangan istrinya, ia sedikit menarik tangan itu, saat sang empu hendak keluar.
"Eh bentar, tujuan thalabul ilmi untuk apa?" Tanya Albi.
"Menurut kitab ta'limul muta'alim untuk menggapai ridlo Allah, menghilangkan kebodohan, menghidupkan agama Islam dan mencari ilmu juga sebagai bentuk mensyukuri nikmatnya akal dan sehatnya badan."
"Masyaallah.. belajar yang rajin ya sayang," ucap Albi sambil mengelus pucuk kepala Umayrah yang terbungkus kerudung.
Sikap Albi yang seperti itulah yang mampu membuat ritme jantung Umayrah tidak senormal biasanya. Namun wanita itu segera menutupi gugupnya dengan membuka pintu mobil dan keluar dari sana, "Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam," jawab Albi.***
"Heh kamu!" Bentak seorang senior kepada Umayrah.
Umayrah yang sedikit ragu apakah benar ia yang dimaksud, mengedarkan pandangannya ke sekitar, sebelum kembali menatap kakak tingkatnya tadi.
"Iya kamu! Apa tujuan kamu kuliah?!"
Umayrah pun menjawab pertanyaan itu seperti ia menjawab pertanyaan Albi.
Lantas, kaka tingkat Umayrah tadi bertepuk tangan sambil tersenyum miring, "ukhty.. ukhtea.. ukhtai gak usah sok alim deh lo! Jawaban lo SOK AGAMIS!!" Katanya sebelum menarik jilbab Umayrah secara tiba tiba.
May yang tidak siap dengan serangan itu pun tak bisa mengelak. Namun sebelum jilbab itu benar benar terlepas sebuah tangan menghentikan kegiatan sarkas tersebut.
"Pasal 28E ayat 1 menegaskan akan jaminan kebebasan beragama. Yang berarti, jika kamu," pria itu memberi jeda pada ucapannya sembari jari telunjuknya terangkat, menunjuk ke arah wanita tadi.
"berani melepaskan kerudung ini dengan paksa, sama saja kamu tidak memberikan kebebasan kepada dia untuk menaati hukum agama yang dia pilih."
Perkataan pria tadi berhasil membuat wanita itu melepaskan cengkeramannya pada jilbab Umayrah.
May membenarkan kembali jilbabnya dan mengucap syukur.
Siapapun nama laki laki itu, semoga Allah membalas kebaikannya. Kurang lebih seperti itulah doa yang Mau panjatkan.
"Makasih ya Lian kamu udah ngingetin aku," ujar wanita itu sembari mencondongkan dirinya ke laki laki bernama Lian itu. Hendak memberi kecukan singkat dipipinya. Namun dengan sigap pria itu mundur beberapa langkah.
Wanita berambut panjang itu berlenggang pergi. Ia sudah terbiasa dengan semua penolakan mantan kekasihnya tersebut.
"Makasih kak."
Bukannya menjawab Lian justru hendak melumuri pipi May dengan cairan hitam kental yang ia bawa. Namun dengan cepat Umayrah menghindar dari tangan pria yang bukan mahramnya itu.
"Maaf kak saya bukan makhram kakak, kalau kakak mau saya bisa mengoleskan itu ke muka saya sebanyak yang kakak mau," ucap May. Namun lagi lagi pria itu tidak menjawab dan langsung pergi dengan senyum yang tidak bisa diartikan.***
Hari terakhir OSPEK atau PKKMB (Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru) baru saja Umayrah tuntaskan. Sekarang ia tengah berada di depan gerbang universitasnya. Menunggu Albi menjemputnya.
"Hai, lagi nunggu jemputan ya," suara seorang pria yang baru saja menghampiri May.
"Iya," jawab Umayrah singkat tanpa menatap pemilik suara itu.
"Oh ya kenalin, gue Lian. Yudhistira Adrilian," kata pria itu sambil mengulurkan tangannya."
"Umayrah," jawab May sembari menangkupkan kedua tangannya di depan dada.
"Oh ya gue lupa." Lian segera menarik kembali tangannya.
May yang melihat mobil Albi telah tiba pun segera berpamitan, "aku duluan ya kak."
May melangkahkan kakinya tanpa memperdulikan Lian lagi. Sementara pria itu masih membeku, menatap punggung Umayrah yang hilang di balik pintu mobil.***
Setelah memarkirkan kendaraan roda empat itu Albi dan Umayrah segera turun.
"Wahh... Pak dosennya udah pulang nih," goda Shaka yang sedang menikmati teh bersama sang istri di teras rumah.
Albi tidak menanggapi ocehan itu, ia segera berjalan memasuki ndalem.
"Udah selesai atau belum May OSPEKnya," tanya Syafa.
"Alhamdulillah udah mbak."
"Aku masuk dulu ya mbak Syafa mas Shaka."
"Iya iya."***
Melihat Gus Shaka dan Ning Syafa minum teh menjadikan Umayrah juga ingin menikmatinya untuk menghilangkan lelah. Maka sekalian saja ia membuat dua gelas untuknya dan untuk Albi.
Albi menyeruput teh yang istrinya hidangkan dengan pandangan yang tetap fokus pada laptopnya.
"Kok asin banget sih, May! Sebenarnya kamu bisa nggak sih bedain gula sama garam!" Celetuk Albi, spontan.
"Maa__
Ucapan May terpotong.
"Udah lah, aku mau balik ke kampus, ada yang ketinggalan," ucap Albi sembari keluar kamar dengan membanting pintu kamar itu.
Brakk!!!
Seketika air mata Umayrah berdesakan keluar dari tempat persembunyiannya.
Sementara diluar kamar seorang wanita tersenyum mendengar suara perseteruan tersebut.
"Maafin aku ya May," ucap Alma.
KAMU SEDANG MEMBACA
Umayrah
RomanceUmayrah Hanum Ar-Rayya adalah gadis 'tidak cantik' yang menerima pinangan Gus Albi Hawnar-Rohim, sesaat setelah ayah kandung May meninggal akibat melindungi Gus Albi dan kedua orang tuanya dari begal. Namun setelah menikah, May baru menyadari bahwa...