09

97 3 0
                                    

Sembari menunggu jam matkul selanjutnya di mulai, Umayrah beserta dua teman barunya, Rachel dan Nadia, pergi ke kantin, guna mengisi perut mereka yang sudah keroncongan.
Rachel dan Nadia sama sama tidak menggunakan jilbab. Namun penampilan Rachel jauh lebih terbuka dibandingkan Nadia. Pun, sikap Rachel sering kali menyerupai ulat bulu jika bertemu pria tampan.
Sementara Nadia selalu memakai baju dan celana panjang, meskipun belum memakai jilbab.
Nadia terkesan sangat friendly terhadap siapa saja, termasuk pada semua laki laki dari kalangan manapun. Namun dapat dipastikan dalam hatinya hanya tersemat satu pria yakni Juna, pacarnya.
"Hi, boleh gabung?"
Melihat siapa pemilik suara itu, Rachel langsung memindahkan kursi di samping Umayrah kesamping kursinya.
"Boleh kak boleh, silahkan," ucapnya sembari menepuk nepuk kursi yang baru saja dipindahkannya.
"Kak kenalin aku Rachel," ucap Rachel sembari mengulurkan tangannya.
Pria itu membalas uluran tangan Rachel, "Lian."
"Meskipun kakak nggak nyebutin nama kakak siapa, kita juga udah pasti tahu nama kakak siapa," ucap Rachel.
"Oh ya?" kata Lian sambil menyantap mie gorengnya.
Kini Nadia yang bersuara, "ya iya lah kak. Kan kakak ketua BEM kampus ini. Kakak juga peraih IPK tertinggi fakultas hukum, tiap tahunnya."
"Oh ya kak aku Nadia." Kedua anak itu bersalaman.
Nadia menyenggol pundak Umayrah yang sedari tadi sibuk mengunyah baksonya, "May kenalan gih!"
Umayrah hanya melirik Lian, sejenak, lalu kembali menundukkan pandangannya.
"Aku sama May udah kenalan waktu itu, ya kan May"
"Iya," jawab May tanpa menatap Lian.
Menit menit berikutnya, perbincangan itu hanya didominasi dengan suara Lian, Rachel dan Nadia. Umayrah hanya menyimak dan baru bersuara pada saat ada yang melontarkan pertanyaan padanya.

***

Yudhistira Adrilian, anak sulung dari tiga bersaudara. Ketiganya laki laki.
Ayah dan ibunya seorang PNS. ayahnya bekerja di kantor kecamatan, sementara ibunya adalah guru PPKN disalah satu SD tersohor di kota itu
Sejak kecil, Lian sudah menunjukkan kepintarannya pada bidang akademik dan sejak menduduki bangku SMP, Lian aktif diberbagai organisasi. Baik organisasi sekolah, maupun organisasi luar sekolah.
Dari organisasi organisasi itulah, Lian tumbuh menjadi pria pemberani yang peduli terhadap sesama.
Hablu minan-nas atau hubungan antar manusia yang dimiliki Lian sangat baik. Namun hablu minAllah atau hubungan dengan Tuhan yang dimiliki Lian masih sangat rapuh.
Mengenai Agama, pria itu hanya percaya Tuhan itu ada. Ia tidak memperdulikan apa saja perintah Tuhan yang harus ia kerjakan.
Lian tidak pernah menjaga sholat dan pergaulannya, ketua BEM yang famous itu, tentunya juga tidak luput dari kegiatan pacaran dan caper terhadap banyak cewek. Namun dari banyaknya gadis yang mencuri perhatianya, ini adalah pertama kalinya ia melirik gadis berjilbab.
Umayrah Hanum Ar- Rayya, gadis manis yang telah berhasil mencuri perhatian pria tampan itu.

***

Melihat seorang nenek tua sedang kesulitan menyeberang jalan, Lian segera menepikan motornya dan membantu nenek itu menyeberang. Tak lupa Lian juga membawakan tas belanjaan nenek tua tersebut.
"Nenek mau kemana nek?" Tanya Lian saat berjalan sambil memegang pundak nenek itu.
"Nenek mau ke pangkalan becak itu le."
"Ya sudah nek, biar saya bawain tas nenek sampai ke sana ya."
"Makasih banyak ya cah ngganteng."
"Sama sama nek, saya permisi ya," pamit Lian setelah mengantarkan nenek itu ke pangkalan becak.
Tanpa Lian sedari, ada sepasang mata yang menatapnya kagum dari balik salah satu mobil yang berlalu lalang di jalanan, tempat Lian dan nenek tadi menyebrang.
"May," panggil Albi sembari menyentuh punggung tangan istrinya yang sedang melamun.
Umayrahpun nyaris terlonjak, saking kagetnya dengan sentuhan tersebut.
"kenapa mas?"
"Kamu yang kenapa sayang. Dari tadi aku ngomong, tapi nggak ada tanggapan dari kamu."
"Maaf maf, aku.. merhatiin jalanan tadi, emm.. jalanannya ramai banget soalnya," alibi May.
"Nanti aku ada rapat, jadi nggak bisa jemput kamu. Nanti biar aku suruh kang kang santri aja ya yang jemput kamu."
"Nggak usah mas, kasihan kang kangnya bolak balik. Biar aku pesen taxi online aja nanti," elak Umayrah.
"Ya udah, terserah kamu aja."

***

Umayrah melipat mukenanya dan memasukkannya kembali ke dalam tas. Setelah menunaikan sholat ashar, May memutuskan untuk memesan taxi secara online dan menunggu kedatangannya di teras mushola kampus.
"Umayrah." May menatap sejenak pemilik suara itu.
"Eh kak Lian, mau sholat ashar ya kak?"
Lian menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Emm.. sepenting apa sih May sholat itu?"
May sedikit tercengang mendengar pertanyaan konyol tersebut.
"Ya penting kak, kan sholat itu ada hubungannya sama kepercayaan kita terhadap Allah," jawab May, kebingungan.
"Tapi aku percaya kok May, kalau Allah itu ada." Lian memberi jeda sebelum berucap lebih panjang.
"Syahadat bukan hanya kalimat, syahadat juga merupakan bentuk persaksian kita bahwa Tuhan itu hanya Allah dan nabi Muhammad adalah utusannya. Jadi bukankah cukup, jika aku sudah mengucap syahadat dan mempercayai bahwa Allah itu ada."
"Lalu?" Tanya Umayrah.
"Dalam rukun Islam nomor satu adalah syahadat dan nomor dua barulah sholat. Artinya yang lebih penting dari sholat adalah kepercayaan kita terhadap adanya Tuhan."
"Kak, Rukun itu sama dengan wajib, artinya tidak boleh tidak dikerjakan. Dan yang termasuk dalam rukun Islam bukan hanya syahadat tapi juga sholat, puasa, zakat, dan juga haji bila mampu." Umayrah membuang nafas panjang, sebelum melanjutkan kalimatnya, "kalau kita percaya sama seseorang, kita akan nurut sama apa yang diperintahkan oleh orang itu karena kita yakin kalau perintah itu tidak akan menyelakakan kita, justru perintah itu bisa menguntungkan kita. Begitupun ketika Allah memerintahkan kita untuk sholat, zakat, puasa dan lain lain adalah untuk menyelamatkan diri kita dari api neraka dan sebagai imbalan karena telah melakukan perintahnya Allah sudah menyiapkan surga."
Tepat saat kalimat itu diakhiri, telephone Umayrah berbunyi.
"..."
"Iya pak benar, saya Umayrah."
"..."
"Baik pak, tunggu sebentar ya, saya akan segera ke sana."
"..."
May memutuskan panggilan itu dan berpamitan pada Lian, "kak aku harus pergi, taxi yang aku pesan udah nunggu di depan gerbang."
"Boleh aku minta nomor handphone kamu?"
May diam, mencari keputusan.
"Jawaban kamu tadi, bener bener buat aku ingin belajar Islam lebih dalam May. Aku pengen belajar Islam ke kamu dan mungkin saat kita nggak bisa belajar tatap muka, aku punya nomor kamu buat belajar secara online," jelas Lian.
May berfikir cara itu juga dapat membantunya menjaga pandangan, karena apa yang ingin Lian tanyakan dan pelajari bisa ia jawab lewat maya, sehingga mereka tidak punya alasan untuk bertemu apa lagi bertatap muka.
"08***********"
"Oke"
"Permisi kak, Assalamualaikum" pamit Mau seraya melangkahkan kakinya, menjauh dari Lian.
"

Waalaikumsalam

UmayrahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang