22

111 4 0
                                    

Mentari telah merosot, turun dari langit senja.  Kini giliran sang rembulan diiringi taburan bintang yang menghiasi langit yang semakin menggelap.
Gus Albi Hawnar-Rahim, sang pemeran laki laki dalam kisah ini hanya mampu melihat keindahan cakrawala kala itu lewat jendela kamarnya.
Pada saat indra pengelihatannya sibuk menjelajahi langit, indra pendengarannya menangkap sebuah nada dering ponsel, Albi segera mencari keberadaan ponselnya. Namun saat ia menemukannya, layar handphone itu tidak menunjukkan adanya panggilan masuk di sana. Al hasil Albi kembali mencari sumber suara tersebut. Ternyata telepon genggam milik istrinyalah yang mengeluarkan bunyi.
Saking marahnya dengan Albi, Umayrah jadi lupa membawanya. Bahkan saat Albi menemukannya, handphone itu masih berada di tas selempang yang biasa May bawa ketika kuliah.
Saat Albi melihat layar handphone itu, ternyata panggilan tersebut muncul dari nomor yang tidak dikenal.
"Assalamualaikum," Suara yang muncul setelah Albi mengangkat panggilan itu.
"May? Are you oke?" Kata pemilik suara itu, lagi. Albi tahu siapa pemilik suara itu. Meskipun jarang sekali mendengarnya. Namun ia tahu siapa laki laki yang paling memperhatikan keadaan istrinya itu.
"Waalaikumsalam," jawab Albi dengan nada datar.
"Ada perlu apa anda menghubungi istri saya?" Tanya Albi
"Maaf pak sebelumnya, tapi saya hanya ingin minta maaf kepada ISTRI BAPAK karena mungkin saya tidak pernah memberi kesempatan kepada Umayrah, ISTRI BAPAK untuk menjelaskan statusnya. dan sepertinya saya juga perlu meminta maaf kepada bapak atas kejadian tadi. Titip Umayrah ya pak, jika bapak tikd__
Tut..!!
Albi memutuskan sepihak sambungan telepon itu. Dia sudah muak mendengar ocehan Lian. Atau lebih tepatnya, Albi sudah muak dengan segala sesuatu yang berkaitan dengan Lian.
"Bapak? Memang saya setua itu?" Geming Albi sembari membuka room chat Umayrah dengan Lian.
HP Umayrah memang tidak pernah dikunci selama ini. Namun baru kali ini Albi berani mengotak ngatiknya.
Saat Albi melihat room chat Umayrah dengan nomor Lian yang tidak disimpannya, Albi hanya mendapati chat panjang Umayrah yang ditujukan untuk menjawab pertanyaan seputar agama Islam dari Lian, ada juga gombalan gombalan Lian yang tidak pernah Umayrah tanggapi, adapun pesan dari Lian seperti 'Sedang apa?' 'Sudah makan?' 'Tidur May, sudah malam' yang tidak pernah Umayrah jawab. Itu artinya selama ini niat Umayrah berhubungan dengan Lian benar benar murni hanya kegiatan belajar dan mengajar.
Albi juga yang baru mengetahui, ternyata tidak ada satupun kontak laki laki yang Umayrah simpan kecuali nomor WhatsApp sepupu dan pak dhenya.
Umayrah memang hobi mengoleksi percakapan di HPnya. Semua pesannya dari pertama kali ia menggunakan aplikasi itu tidak pernah ia hapus sama sekali.
Namun ternyata hobinya itu membuat Albi sadar, bahwa istrinya tidak pernah berkirim pesan dengan teman lawan jenisnya kecuali untuk membahas tugas kuliah.
Albi menyesal pernah berfikir istrinya adalah wanita yang tidak bisa menjaga pergaulan dengan yang bukan makhrom.
Albi merasa dirinya adalah laki laki kejam yang menikahi wanita yang sangat sabar, meski telah mengatahui bahwa suaminya masih mencintai wanita lain.
"May.. maafkan aku," lirih Albi sambil terus menggenggam erat handphone yang telah menyampaikan kebenaran itu padanya.
Dan tanpa Albi sadari air mata penyesalannya telah menetes.

***

Selepas mengimami sholat isya' Gus Albi pergi ke rumah Bu dhe An Nisa, guna mengantarkan ponsel Umayrah. Pria itu tidak memiliki niatan untuk menyuruh istrinya pulang bersamanya, karena Albi tahu saat ini Umayrah sedang membutuhkan ketenangan.
Umayrah juga pasti masih marah kepadanya karena kejadian sore tadi.
"Assalamualaikum."
Tok! Tok! Tok!
"Waalaikumsalam, eh Gus Albi kok ke sini lagi?" Tanya An Nisa.
"Saya mau memberikan ini pada Umayrah. Sepertinya tadi dia tergesa gesa, jadi ketinggalan," Ucap Albi.
"Umayrah sudah tidur. Boleh kok kamu titipin ke Bu dhe saja. Nanti biar Bu dhe yang berikan."
"Oh, ya udah Bu dhe, Albi titip ya" jawab Albi sembari memberikan ponsel itu pada Bu dhe iparnya.
"Kalau begitu Albi pamit pulang, Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh."
Setelah menutup pintu rumah itu kembali, An Nisa langsung dihamburi pelukan beriring tangis dari Umayrah.
"Maaf ya Bu dhe. Gara gara May, Bu dhe jadi berbohong hiks.. hiks.."
"Nggak papa. Udah, jangan nangis."
"Kita makan malam yuk," Ajak An-Nisa yang hanya dijawab dengan anggukan oleh Umayrah.

UmayrahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang