"Shodaqallahuladzim," ucap umi Aisyah, bermaksud menghentikan Umayrah yang masih berusaha menyetorkan hafalannya dengan benar.
Umi Aisyah menghentikan setoran Umayrah karena wanita itu sudah berulang kali salah dan meskipun sudah berulang kali juga mertuanya itu membetulkannya, Umayrah masih tetap tidak bisa mengingat ayat ayat Alqur'an tersebut dengan benar.
"Shodaqallahuladzim," lirih Umayrah yang kemudian berjalan dengan menggunakan lututnya, ke kursi tempat umi Aisyah selaku penyimak, duduk.
Setelah itu, May mencium punggung tangan ibu mertuanya. Wanita paruh baya itu langsung membalas uluran tangan menantunya itu sembari mengelus pucuk kepala Umayrah.
"Apapun masalah yang sedang kamu hadapi, serahkan saja sama Allah ya nduk."
Seketika Umayrah mengangkat kepalanya, menatap manik mata mertuanya, yang begitu teduh.
Umayrah mengerutkan keningnya, membuat sang mertua berkata, "umi memang bukan wanita yang melahirkan kamu. Tapi seorang ibu selalu tahu jika anaknya sedang tidak baik baik saja."
May pun segera membawa dirinya ke dalam dekapan hangat Nyai Aisyah. Pun, umi Aisyah langsung mengelus punggung Umayrah.***
Selepas melaksanakan sholat isya' secara berjamaah dengan Albi, May menyibukkan diri dengan Qur'annya. Meskipun ia tidak berbicara sepatah kata pun pada suaminya, sejak pagi tadi. Namun Umayrah tetap melakukan kegiatan layaknya seorang istri.
Sementara sang suami, sedari pagi tidak terlihat berada di rumah itu. Pria penyandang embel embel Gus itu, baru menampakkan diri di rumah ini, setelah magrib tadi. Entah, pria itu sengaja menghindar atau memang sedang banyak urusan.
Selepas sholat isya' pun, pria itu keluar kamar. Entah, menuju ke mana.
May telah menyelesaikan hafalannya dan sekarang ia beralih untuk memuroja'ah hafalan Qur'annya. Namun baru beberapa lembar ia memuroja'ah, suara ketukan pintu membuatnya bangkit untuk membuka pintu.
Tok! Tok! Tok!
Saat May membuka pintu itu, netranya menangkap seorang gadis dengan wajah panik.
"May, tadi ada kang kang lapor ke aku. Katanya ada temannya yang dibully di GOR sekolah," kata Aila.
"Kok bisa? Gerbang asrama kan selalu dikunci kalau malam, ada ustad yang piket jaga lagi. Gimana caranya santri santri itu keluar ke area sekolah?"
"Aku nggak tahu May, tapi yang jelas aku atau santri yang lain nggak mungkin bisa nolongin santri yang dibully tadi karena kita nggak boleh keluar ke area sekolah malam malam, tanpa izin keluarga ndalem Mangkanya aku lapor ke kamu."
"Ya udah ya udah, aku ganti kerudung dulu habis itu kita ke sana," ucap Umayrah.
Tanpa ba-bi-bu lagi, May segera menaruh Al Qur'annya di rak dan mengganti mukenanya dengan kerudung yang diambilnya asal.
May segera berlari keluar kamar tanpa memperdulikan Aila yang justru menghilang, tidak tahu kemana.
Letak GOR sekolah yang berada di halaman belakang, mengharuskan May melewati koridor koridor sekolah yang sepi dan gelap. Ia tidak memiliki fikiran akan hal hal gaib karena yang ia pikirkan saat ini hanya keselamatan anak itu dan reputasi pondok pesantrennya yang sedang dipertaruhkan, jika pembullyan itu benar benar terjadi.
Sampai di sana May langsung membuka pintu besi GOR tersebut. Namun yang ia jumpai hanyalah gelap, tanpa ada seorang santri pun di sana.
Saat May membawa langkahnya masuk kedalam, tiba tiba lampu gedung itu menyala. Mata indahnya pun dapat melihat kursi suporter yang biasanya dipenuhi oleh para pendukung, kini dipenuhi oleh vas vas bunga mawar.
Di lapangan gedung itu pun, hanya terisi sebuah meja bundar dengan taplak berwarna putih yang ditemani oleh sepasang kursi yang letaknya berseberangan.
Tak lama kemudian musik berbahasa prancis menyala dan bersamaan dengan diputarnya musik itu, seorang pria bertopeng masuk kedalam GOR, menghampiri Umayrah.
"Apakah kau mau berdansa, nona?" Tanya pria itu sembari menawarkan telapak tangannya.
Meskipun kedua mata dan hidungnya tertutup topeng. Umayrah tetap bisa mengenali pria tersebut .
May menerima tangan pria itu, lantas berdansa dengannya.
Selesai berdansa, pria itu menarik sebuah kursi dan membawa bidadarinya untuk duduk. Setelah ikut duduk, barulah pria tadi melepaskan topeng hitamnya.
Tentu saja pria itu adalah Gus Albi Hawnar-Rohim.
Kini, Albi mengambil kedua tangan Umayrah dan menatap lembut wanita itu.
"Maafin aku ya, May."
Umayrah hanya menundukkan kepalanya tanpa menjawab sepatah katapun. Wanita itu diam seolah enggan memaafkan suaminya, meski sudah berdansa dengannya.
Hal tersebut membuat Albi melepaskan tangan istrinya dan memilih beranjak, pergi dari sana.
May meremas remas tangannya sendiri. Albi selalu menjadi orang yang membuatnya terbang ke angkasa, tetapi Albi juga yang selalu menjatuhkannya ke jurang semesta.
Sakit sekali rasanya, ketika hatinya ingin memaafkan tapi pikirannya terus berkata 'jangan'.
Saat isak tangis May mulai terdengar, fentilasi udara gedung itu mengeluarkan ratusan balon yang terbang tinggi hingga ke atap GOR. Tak lama kemudian, pintu GOR itu kembali terbuka.
Lagu pun berganti, "mabruk alfa mabruk.. alaika mabruk...
Suaminya kembali dengan sebuah kue tart coklat ditangannya.
May berdiri dan menghampiri Albi yang juga sedang berjalan kearahnya.***
Flash back:
Perkataan Umayrah tadi benar benar menusuk ke dalam relung hatinya. Pria itu bukan hanya merasa gagal menjadi murid yang sudah seharusnya menjalankan perintah gurunya. Namun ia juga gagal sebagai seorang menantu yang seharusnya menjaga putri dari ustad Fahmi.
"Mas Albi boleh kok, buang boneka itu kalau mas Albi nggak suka hiks.. hiks.." isak Umayrah dari balik pintu kamar mandi.
Albi memungut boneka yang tadi dibuang Umayrah. Ternyata di antara kedua tangan boneka yang memegang bambu kecil, ada secarik kertas yang Lian sematkan.
Albi mengambil kertas itu dan membacanya.Suami macam apa aku ini May. Aku justru tahu hari ulang tahun istriku dari hadiah yang pria lain berikan.
***
"Let's go my wife to make a wish," pinta Albi.
Umayrah menurut. Setelah memanjatkan do'anya, wanita itu mengipas ngipaskan tangannya untuk memadamkan lilin yang menancap pada kue yang dibawa Albi.
Menurut ilmu tasawuf, meniup lilin, dapat membuat hati menjadi keras dan jika hati sudah keras, maka ilmu apapun akan sulit untuk masuk kedalam otak.
Albi menaruh kue itu di atas meja lalu ia menumpukan satu lututnya ke lantai. Kemudian pria itu mengeluarkan sebuah kotak berisi cincin dari saku jasnya dan membukanya dihadapan Umayrah.
"Tolong, maafkan aku," ucapnya dengan wajah yang sudah dibuat semelas melasnya.
Umayrah yang sudah terharu dengan kejutan Albi yang sedemikian rupa, akhirnya menaik turunkan dagunya.
Melihat respon positif dari istrinya, Albi segera memasangkan cincin berlian itu di jari tengah May, tepat di sebelah cincin pernikahan mereka.
Setelah bangkit, pria itu mendekap dan mengecupi kening Umayrah.
Sikap manis Albi membuat Umayrah tersenyum lebar, hingga membuat lesung di kedua pipinya, terbit.
Senyum berlengsung yang selalu membuat jantung Albi berdetak seribu kali lebih cepat, ketika melihatnya.
"Kita makan kue yuk," ajak Albi sembari menggandeng tangan Umayrah. Namun Umayrah malah mencekalnya, "tunggu mas."
"Kenapa sayang?"
"Mm.. aku boleh nggak ajuin satu aja pertanyaan ke kamu?"
"Tentu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Umayrah
RomanceUmayrah Hanum Ar-Rayya adalah gadis 'tidak cantik' yang menerima pinangan Gus Albi Hawnar-Rohim, sesaat setelah ayah kandung May meninggal akibat melindungi Gus Albi dan kedua orang tuanya dari begal. Namun setelah menikah, May baru menyadari bahwa...