Aroma minuman berkafein itu menyeruak masuk ke dalam rongga hidung pria pemilik nama Albi Hawnar-Rahim. Setelah menyeruput kopinya, hingga menyisakan setengah cangkir, Albi kembali menenggelamkan dirinya ke dalam pemikirannya sendiri.
Pria itu memikirkan pernikahannya yang labil. Ah! Tidak. Bukan pernikahannya, tapi dirinya lah yang labil. Dia tidak menyesal sama sekali telah mengambil keputusan untuk menikahi putri tunggal ustadnya itu. Namun ia juga tidak bisa menyangkal emosinya yang muncul secara spontan ketika bayangan masa lalunya muncul.
Ting!
Notifikasi WhatsApp yang muncul di layar handphone Albi itu, sontak membuyarkan lamunan panjangnya.
Setelah membayar kopi yang telah tandas. Albi segera memacu kendaraan beroda empat, miliknya menuju kampus Umayrah.
Tepat saat Albi menginjak pedal rem, hujan mulai mengguyur kawasan tersebut. Albi segera meraih payung yang selalu ia letakkan di kursi belakang, seraya mencari keberadaan Umayrah.
Saat netra pria itu menangkap keberadaan istrinya, ia segera membuka pintu mobil. Namun saat kaki Albi hendak melangkah, Umayrah justru berlari, mencari tempat berteduh, bersama seorang laki laki yang tidak Albi ketahui namannya. Pria itu terlihat menggunakan jaketnya untuk memayungi kepala Umayrah agar tidak terkena hujan.***
May menyapu pandangannya ke segala arah. Namun ia tidak kunjung menemukan mobil putih milik Albi. Sementara langit biru telah berubah warnanya menjadi kelabu. Permen kapas kelabu yang mengambang di atas sana pun, mulai menjatuhkan pulir pulirnya. Semakin lama semakin deras.
Tiba tiba sebuah jaket memayungi kepala Umayrah, membuat sang empu mendongak.
"Belum dijemput kan, neduh di sana dulu yuk!" Ucap Lian sembari mengarahkan jari telunjuknya ke halte bus.
Ayo May, makin deres nih, ujannya."
May merasa ragu. Namun akhirnya mengangguk dan berlari secara beriringan, bersama Lian, menuju halte.
Setelah sampai di halte, Lian mengeringkan jaket parasutnya hanya dengan mengibas ngibaskannya.
"Oh ya ini buku buku kamu yang waktu itu aku pinjam," ujar Lian sembari menyodorkan sebuah paper bag yang ia keluarkan dari tas nya.
Setelah May menerimanya, Lian mengucapkan, "makasih ya May."
May hanya mengangguk sembari tersenyum tipis.
Kini, May melipat tangannya di depan dada agar tubuhnya terasa lebih hangat.
"Dingin May? Pakai jaketku ya?" Tanya Lian yang sudah bersiap memasangkan jaket itu ke tubuh May.
Namun Umayrah justru menghadapkan telapak tangannya ke Lian, "nggak usah kak, makasih."
Dengan rasa kecewa, Lian pun memakaikan jaket itu ketubuhnya sendiri.
"Kak, jangan terlalu baik ya sama aku. Nanti, teman teman aku dan mungkin orang orang yang lain juga jadi salah faham."
"Salah faham gimana May?"
"Ya.. aku takut mereka ngira kalau kakak suka sama aku."
Lian mendekati Umayrah, menyisakan sejengkal jarak diantara mereka. Kemudian pria itu menatap Umayrah yang masih kekeh tidak mau melihat wajahnya sama sekali.
"Mereka nggak salah faham May karena aku emang suka sama kamu."
"Aku jatuh cinta sama kamu May," sambung Lian.
Seketika itu pun May membulatkan matanya dan menggeleng, "kakak nggak bi__
Tiiinnnnn!!!!!!! Tin!! Tinn!!!
Suara klakson mobil itu, kontan membuat kedua manusia di halte bus itu menoleh ke sumber suara.
Seperti sudah tidak menyimpan kesabaran, sang pemilik mobil kembali menekan klakson mobil berwarna putih itu.
Tin! Tin! Tin! Tin!
"Kak aku permisi, assalamualaikum."
Dengan terburu buru, May segera masuk ke dalam mobil yang bising itu.
Sesampainya Umayrah di mobil, Albi segera membawa mobilnya menembus derasnya hujan sore. Tanpa ada sepatah kata pun, Albi membawa wanitanya pulang ke pesantren.***
Hanya keheningan yang ada saat mobil ini mulai melaju.
Sedari tadi, mas Albi seakan fokus menyetir. Pria itu tidak melirikku sama sekali bahakn hingga kami memasuki rumah kyai Nashir yang berada di lingkungan pesantren.
Saat melintasi ruang keluarga, aku sempat melihat mas Albi berhenti sejenak untuk memperhatikan Alma yang sedang menata beberapa tumpukan kitab baru, bersama dengan mbak Syafa yang kini perutnya sudah sangat besar.
Otak cemerlang Umayrah pun seketika menampilkan bait bait kata yang ditemukan sang pemilik dari internet beberapa waktu silam.Berikut ini beberapa ciri mantan belum move on tapi gengsi mengatakannya yang dapat Anda perhatikan.
Tapi mas Albi bukan gengsi sih. Lebih tepatnya, dia masih gamon tapi udah terlanjur nikah sama aku.
1. Mengikuti aktivitas Anda di media sosial. ...
Seperti saat ini, pria itu pasti sedang mengikuti alias memperhatikan aktivitas mbak Alma, tapi tidak perlu di media sosial karena mereka sekarang sedang bertemu. Toh, santri di sini, baik yang masih sekolah maupun yang sudah lulus tidak diizinkan memegang barang elektronik apapun, termasuk hp. Jadi mbak Alma tidak mungkin mempublish aktivitasnya.
Emosi ku pun semakin tersulut, kala suamiku tersenyum tipis sebelum melanjutkan langkahnya, menuju kamar.
Sesampainya aku di kamar, mas Albi sudah melepas jas yang tadi dikenakannya. Ia menatapku dengan intens.
"Siapa laki laki di Halte tadi?" Tanyanya dengan nada datar.
Aku membuang nafas gusar untuk menetralkan emosiku yang masih membara, sebab senyuman mas Albi untuk mbak Alma, tadi.
"kak Lian, kating aku," jawabku, tidak kalah datar. Aku memang tidak secantik dan sealim mbak Alma, tapi mau bagaimana pun, istri mana yang tidak cemburu melihat suaminya tersenyum karena wanita lain.
"Jauhin dia!" Sentaknya membuat ku kaget.
"Dulu aku udah pernah bilang kalau dia cuma modus kan?! Tapi sampai sekarang, kamu masih mau dideketin sama dia!" Ujar mas Albi dengan nada tinggi.
"Dari tadi, aku dimobil merhatiin kamu loh! Dipayungi pakai jaketnya, mau diselimuti pakai jaketnya, Di Kasih Hadiah Lagi! SENENG KAMU May?!"
"Dia cuma nolongin aku supaya nggak kehujanan mas, lagi pula aku nolak kok waktu dia mau pinjemin jaketnya," jelas ku, masih berusaha untuk tidak ikut menaikkan nada bicara.
"Terus Paper Bag Itu?!"
"Itu isinya buku buku aku yang kak Lian pinjam. Nih, kalau mas Albi nggak percaya," aku mengeluarkan satu persatu buku ku dari sana. Namun yang terakhir keluar bukannya buku, tetapi sebuah boneka panda kecil.
Seketika itu pun aku bingung harus bagaimana menjelaskannya. Aku benar benar tidak tahu bahwa selain buku, ada sebuah boneka yang juga kak Lian letakkan di situ.
"Apa ini kalau bukan hadiah! Kamu bilang yang dikembalikan Lian buku, HANYA BUKU! Terus Itu Apa, May! Apa Lian Juga Pinjam Boneka Mu?!"
Aku hanya mampu menggeleng gelengkan kepala sembari menangis. Entah, sejak kapan air mata ini luruh.
"Aku nggak tahu mas, aku bener bener nggak tahu kalau kak Lian ngasih boneka ke aku hiks.. hiks.."
Melihat ku menunduk tersedu sedu, pria itu menghampiri ku dan menangkup wajah ku, " aku cuma ingin menjalankan wasiat ustad Fahmi May, untuk menjaga kamu."
Apa? Cuma untuk menjalankan wasiat bapak? Jadi, dia tidak cemburu?
Mendengar ucapan mas Albi barusan, membuat adrenalin ku kembali meningkat. Otak ku kembali memutar kilatan senyumnya di ruang keluarga tadi. Aku ingin marah karena ternyata ia tidak kunjung mencintai ku. Namun lagi lagi yang mampu aku lakukan hanya memperkuat isak tangis ku.
"Asal mas Albi tahu, mas Albi memang selalu menjaga fisik ku, mungkin juga menjaga pergaulanku, tapi mas Albi tidak pernah menjaga hati ku hiks.. hiks.." setelah mengatakan itu, aku membuang tangannya dan berlari memasuki kamar mandi. Aku kecewa mas, karena ternyata sikap romantis mu semata hanya karena permintaan bapak.

KAMU SEDANG MEMBACA
Umayrah
RomanceUmayrah Hanum Ar-Rayya adalah gadis 'tidak cantik' yang menerima pinangan Gus Albi Hawnar-Rohim, sesaat setelah ayah kandung May meninggal akibat melindungi Gus Albi dan kedua orang tuanya dari begal. Namun setelah menikah, May baru menyadari bahwa...