04

119 3 0
                                    

Setelah seharian berkutat di dapur bersama ning Syafa, May segera kembali ke kamarnya. Wanita itu ingin segera mandi karena tubuhnya sudah lengket sebab berkeringat. Namun ketika May membuka lemari, hendak mengambil baju gantinya, ada sebuah kotak bertuliskan 'to: Umayrah Hanum Ar-Rayya.'
May mengambil kotak tersebut dan setelah membukanya, mata May melihat sebuah gamis mocca-cream dan sebuah khimar segi tiga bermotif bunga tertata rapi di dalam sana.
"di pakai ya May," Umayrah membalikkan badannya dan mendapati sang suami telah berdiri di hadapannya.
"aku ingin mengajakmu kencan malam ini, aku ingin dengan adanya acara ini, cinta di hati kita dapat segera tumbuh." kata Albi.
Kenyataan bahwa Albi belum mencintainya saat ini memang pahit, tapi usaha pria itu benar benar membuatnya menjadi wanita paling beruntung di dunia ini.
"nggih, kulo permisi gus, mau mandi dulu," ucap Umayrah.
Sesampainya di kamar mandi Umayrah tidak langsung mandi, wanita itu terlebih dahulu mencium gamis dan kerudung baru tadi sembari tersenyum kegirangan.

***

Umayrah menuruni anak anak tangga rumah itu dengan disambut pujian dari umi Aisyah, "wah, cantik sekali menantu umi."
Umayrah hanya terus mengulas senyum. Sementara Albi yang masih berada jauh di atas Umayrah berkata,  "Mi, aku sama May mau keluar sebentar ya."
Setelah menuntaskan anak tangga yang terakhir May menoleh, melihat Albi yang yang masih menuruni tangga. Wanita itu tercengang mendapati penampilan suaminya yang sangat berbeda dari biasanya.
Pria itu memakai jeans cream dan kemeja putih dengan kedua belah lengan yang di sinsing hingga sebawah siku. Tak ada lagi songkok yang menancap di kepala pria itu, sehingga rambut bergelombangnya kini tampak begitu maskulin.
"ayo!" ajak Albi seraya menggandeng tangan Umayrah. Kontan wanita berusia 18 tahun itu terbangun dari lamunannya.
"Pengantin baru mau kencan nih," goda Arsyaka yang juga duduk di ruang keluarga bersama umi Aisyah dan ning Syafa.
Albi berpamitan dan menyalimi tangan wanita yang telah melahirkannya, diikuti dengan Umayrah.
"abah di mana mi?" tanya Albi.
"abah masih mengimami istighasah di desa sebelah. Udah, kalian berangkat aja, keburu malam."
"nanti kalau abah sudah pulang, umi pamitkan," sambungnya.
"Assalamualaikum," ucap kedua pasangan baru itu.
"waalaikumsalam."
"Bi jangan macam macam loh di tempat umum!" seru Syaka dengan diiringi gelak tawa.
"hm." respon Albi, singkat.

***

Aku menautkan jari jari tangan ku dengan jari jari tangan Umayrah. Aku harus bersikap romantis padanya, harus jatuh cinta padanya. Ustad Fahmi telah banyak berkorban dan ini adalah kesempatan untuk aku membalas semua kebaikannya, lewat putri tunggalnya.
"kamu berani naik itu May?" tanya ku, pasalnya sedari memasuki pasar malam ini, kedua netranya tak henti henti memandangi wahana yang sering disebut 'keranjang cinta'.
"beranilah!" jawabnya sedikit judes, mungkin karena nada bertanya ku memang terkesan menghina nya.
"Okey, Ayo kita buktikan!"
Setelah wahana ini berputar, wajah gadis itu tidak menunjukkan reaksi apapun selain ekspresi bahagia. May terlihat menikmati gemerlap lampu pasar malam ini dari ketinggian. Namun tiba-tiba seluruh lampu pasar malam ini mati, wahana ini pun sedikit bergetar sebelum akhirnya berhenti.
"Aaa!!" May menjerit dan refleks memelukku.
Aku pun refleks mendorong tubuhnya karena merasa risih. Namun ketika tangan ku menyentuh kedua pundaknya, "Bapak.. May takut." ucapan itu membuat ingatan ku memutar kembali kejadian ketika ustad Fahmi ditusuk pisau beracun oleh para begal malam itu.
Kedua tangan ku pun beralih ke punggungnya, mengelus lembut punggung wanita itu sembari berharap bisa menggantikan posisi ustad Fahmi disetiap ketakutannya.
Tidak berselang lama, semua lampu kembali menyala, wahana ini pun kembali berputar. Umayrah merenggangkan pelukannya seraya menjauhkan tubuhnya dari tubuh ku
"maaf," kata May sambil menundukkan kepalanya.
Aku tidak menerima permintaan maaf dari May, justru aku yang seharusnya minta maaf padanya. Aku kembali membawanya ke dalam pelukan ku, "mulai detik ini, pelukku adalah tepat lenyapnya ketakutan dan kesedihanmu."
Aku tidak tahu, apakah kalimat yang ku ucapkan ini akan membuatnya jatuh cinta pada ku, tapi yang jelas hati ku justru merasa lelah karena terus terusan ku paksa untuk bisa mencintainya.

***

Flash back:
Terlahir sebagai putra seorang kyai, menjadikan Albi memiliki kebebasan yang tak seorang pun berani melarangnya. Masyarakat banyak yang beranggapan, "putrane kyai, ngko lak wes gede yo mbeneh mbeneh dewe."
Setelah lulus dari Taman Kanak kanak, Albi tidak mau bersekolah lagi, mengaji pun Albi lakukan ketika amarah kyai Nashir sudah di ujung pitam. Namun ketika menginjak usia 11 tahun, Albi menjadi sadar bahwa ijazah dengan mudah bisa ia dapatkan karena pemilik yayasan TK, RA, SDI, MI, SMPI, MTS, SMAI, MA, dan SMK di podok pesantren ini adalah kakeknya, tetapi ilmu tidak bisa dengan mudah ia dapatkan, jika ia tidak mau mencarinya.
Mengetahui putranya telah sadar akan pentingnya pendidikan, kyai Nashir memutuskan untuk memprivat pelajaran agama putra ke tiganya itu dan jika pelajaran sekolah yang memprivat adalah guru dari yayasan tersebut.
Namun sudah bolak balik berganti pengajar, Albi tetap saja tidak paham.
Otaknya sudah bagaikan pisau yang tidak pernah diasah. Tumpul.
Alhasil kakek gus Albi ikut turun tangan. Pria tua itu memiliki pemikiran bahwa terkadang ilmu akan mudah merasuk pada diri pelajar ketika ia menemukan kecocokan dengan yang mengajarkan. Kakek tua itu menyuruh santrinya yang paling pintar dan pastinya paling dekat dengan cucunya itu, untuk mengajari pelajaran pelajaran yang sudah tertinggal pada cucunya hingga paham.
‌Santri itu adalah ustad Fahmi. Guru yang bukan hanya membuat Albi dapat mengejar ketertinggalan pelajarannya namun juga guru yang telah mengajarkannya apa arti khidmah dan sabar yang sesungguhnya.

***

Setelah dari pasar malam Albi mengajak Umayrah untuk diner di rumah makan yang tak jauh dari sana.
"mas, aku ke kamar mandi sebentar ya," pamit Umayrah.
"ya," singkat, jelas, padat. Itulah jawaban Albi yang sudah lelah memainkan peran yang ia ciptakan sendiri.
May bangkit meninggalkan kursinya.
"mbak kamar mandinya di mana ya?" tanya Umayrah pada salah satu pelayan rumah makan itu.
"di lantai dua mbak, di sebelah selatan," jawab wanita berkuncir kuda itu.
"terimakasih."
"sama sama."
May menuruni tangga, lalu mengarahkan pandangannya ke arah selatan. Setelah menemukan apa ia cari, wanita itu segera berjalan ke arah sana. Namun saat berjalan, tiba tiba saja punggungnya terasa basah.
May sontak membalikkan tubuhnya dan mendapati seorang wanita sedang merintih kesakitan sembari memegangi ujung kakinya,  "auhh."
"mbak nggak papa?" tanya Umayrah.
"saya nggak papa kok mbak, tapi saya minta maaf ya mbak jus saya jadi tumpah di punggung mbak, gara gara kaki saya kesandung meja," ujar wanita berjilbab dusty itu.
"Nggak papa kok, ini bisa dibersihin."
"kalau begitu saja permisi ya mbak, sekali lagi saya mohon maaf ya mbak."
"iya nggak papa."
Wanita dengan khimar dusty itu pergi, May pun segera beranjak menuju kamar mandi.
Setelah beberapa menit menunaikan hajat dan membersihkan gamisnya yang terkena jus May segera kembali ke rooftop dimana Albi berada. Namun ketika hendak menaiki tangga dua remaja datang menghampirinya.
"mbak! Mbak! Mbak!" panggil kedua remaja itu.
"saya?" tanya Umayrah, memastikan.
"iya. Mbak nggak kenapa napa kan?" tanya salah satu.
Kemudian yang lain juga bertanya, "punggung mbak nggak gatel kan? Nggak panas? Atau nggak kenapa napa kan?"
"nggak kok punggung saya nggak gatal atau pun panas. Cuma basah doang."
"memangnya kenapa?" tanya Umayrah, penasaran mengapa kedua remaja yang tidak ia kenali ini tiba tiba datang dengan ekspresi yang sedikit berlebihan.
"perempuan yang nyebabin baju mbak basah itu nggak bener bener kesandung meja mbak," ujar remaja dengan rambut terurai.
"kita liat dia sengaja numpahin jus itu ke baju mbak," ucap yang berambut di kepang dua.
"masak sih? Kalian salah liat kali."
"nggak mungkin mbak kita salah liat. Orang dari tadi kita liatin dia soalnya dia cantik, anggun dan katanya sepupunya dia mondok di pondok pesantren mbaknya tadi," ucap remaja yang berambut terurai sambil menunjuk temannya.
"jika yang dikatakan kedua remaja ini benar, kenapa wanita itu melakukannya pada ku? Apa salah ku? Aku saja tidak mengenalnya. Sepertinya kedua remaja ini yang usil,  tidak mungkin kan anak seorang kyai sejahat itu," batin Umayrah.
"ya sudah, terimakasih ya informasinya. Saya permisi. Assalamualaikum."
"waalaikumsalam."

UmayrahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang