Seluruh Perasaan Terbaca Oleh Biola

18 4 5
                                    

            "Sampai sini ada pertanyaan?" Mata pelajaran terakhir sebelum pulang, sebagian juga sudah mulai merapikan buku-buku.

Seisi kelas diam. Saling tatap. Karena mereka sudah tak sabar untuk pulang, lagipula guru PKN itu sudah sangat jelas dalam menerangkan pelajaran.

"Oke, kalau begitu kalian buat kelompok berisi dua orang. Bebas ya." Guru berambut model bob memberi perintah, dengan bibir menarik senyum.

Daisy sebenarnya lebih suka mengerjakan tugas secara individu dari pada berkelompok. Karena membuatnya lebih fokus. Menyelesaikan dengan caranya sendiri tanpa harus menyesuaikan diri dengan cara orang lain. Sesuai pengalaman mengerjakan tugas berkelompok prakarya beberapa hari lalu, ujung-ujungnya dia yang tidak memiliki jiwa seni sama sekali, hanya mendapat tugas menompang pembiayaan kelompok. Uang bukan masalah, tapi ia merasa rugi karena mendapat nilai cuma-cuma.

Kelas akhirnya sedikit ricuh, Daisy menoleh ke kanan-kirinya, berharap ada seseorang yang mengajak berkelompok. Ia sempat menatap Cetta yang sudah mendapat kelompok dengan Naury, begitupun Fuschia dengan si ketua kelas.

Teman di sebelahnya—Than, sedang diajak oleh Kenneth. Pastilah Than akan menerima ajakan Kenneth. Daisy menghembuskan napas. Kalaupun Than menjadi partner-nya pasti bocah itu akan lebih banyak bercanda. Lebih baik menunggu seseorang yang tersisa.

"Ada yang belum kebagian kelompok?"

Daisy mengangkat tangan. Ia terhenyak ketika seseorang di sebelahnya juga mengangkat tangan.

Than.

Bukankah harusnya Than sudah menerima ajakan dari Kenneth? Cowok itu menatapnya sambil tersenyum puas. Barangkali habis ini Daisy akan dijadikan babu olehnya.

"Daisy sama Than, ya?" Bu Jennifer—guru mata pelajaran PKn itu menampilkan senyum khas. Entah memang memiliki kebiasaan ramah senyum, atau sekedar pamer gigi gingsul manisnya.

"Kenapa engga, Bu? Ya kan Daisy?" tanya Than, dengan mata memincing, salah satu alisnya terangkat. Senang sekali ia bisa satu kelompok dengan seseorang yang sangat ingin dijahili.

Sial. Dari raut wajahnya saja Than sudah menunjukan niat tidak baik. Namun Daisy hanya mengangguk. Tangannya diturunkan sambil terkepal erat.

"Tugasnya, kalian buat PPT. Tentang perumusan pancasila, dibuat linimasanya juga. Minggu depan, presentasi."

Bel pulang sekolah berbunyi, guru akhirnya keluar terlebih dahulu disusul seisi kelas. Kelas akhirnya hanya menyisakan dua orang, Cetta yang sedang menatap Fuschia melamun berpangku tangan. Ingin sekali Cetta menghampiri dan menanyakan kabar, menghiburnya seperti hari-hari biasa. Namun gadis itu memutuskan untuk meninggalkan Fuschia sendirian.

Setelah kepergian Cetta, Fuschia berdiri, menaruh tas biola ke atas meja. Magentha memang menyuruh Fuschia untuk langsung pulang setelah pelajaran berakhir, karena Magentha sudah membuat janji dengan psikolog. Fuschia juga sudah meng-iya-kan untuk menghindari perdebatan panjang. Padahal diam-diam Fuschia membawa biola ke sekolah, rencananya biola itu akan dibiarkan tinggal di ruang club.

Perlahan, dia mengeluarkan biola, memangku biolanya di pundak hingga bertengger nyaman. Melantunkan lagu N. Paganini Caprice no 5 yang akan ia mainkan di permbukaan olimpiade tiga hari lagi. Karena ia ingin penampilannya terlihat sempurna, maka Fuschia harus berlatih sekeras mungkin.

Cetta menghentikan langkah ketika mendengar suara biola dari dalam kelas. Mengintip Fuschia dari jendela. Dalam hati, ia ingin pertemanan seperti biasa. Makan siang bersama sambil mengobrol, berfoto ria, dan berbagi cerita tentang banyak hal. Kenapa ia seakan telah melupakan hal itu? Bukannya selama ini, Cerita senang-senang saja bersama Fuschia. Namun, yang bisa Cetta lakukan hanya menghembuskan napas gusar sebelum akhirnya benar-benar pergi. Ia terlalu malu untuk meminta maaf sekarang.

Sunflowers In The Grass (tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang