Club Olimpiade

71 40 42
                                    

Ruangan balok itu sedikit riuh dengan suara berat yang mendominasi, sekali dua kali terdengar suara perempuan yang ikut menimbrung diikuti suara keyboard yang mendenting cepat. Di tengah ruangan balok itu meja panjang berbahan jati itu berdiri kokoh, menjadi tempat utama rapat itu diadakan. Pria-pria dengan satu orang notulensi di paling pinggir itu sedang menunggu Giofano, kepala sekolah yang baru saja dilantik.

Gio baru datang tiga puluh detik kemudian, para pria dewasa berjas beserta satu perempuan notulensi itu berdiri seiring Gio berjalan gagah masuk ruangan, sambil menaruh tas ke kursinya, awan di luar masih jarang-jarang, cerah. Secerah hati pria berumur setengah abad itu. Dia tersenyum kemudian menunduk kepada semua yang sudah hadir di ruangan.

"Selamat pagi, terima kasih sudah mempercayai kami. Saya Giofano. Berkat dukungan kalian saya bisa sampai seperti sekarang."

Suara tepuk tangan riuh memenuhi ruangan. Orang-orang duduk di kursi empuk masing-masing

"Saya sangat memperhatikan dunia pendidikan. Sejak awal saya merintis karir sebagai guru honorer di sekolah negeri dengan gaji minim, lalu pindah ke sekolahan swasta menengah ke bawah, mengikuti arus kehidupan, entah bagaimana awalnya, saya memulai bisnis, menulis buku, menjadi pembicara dan sekarang saya bisa menduduki bangku kehormatan sebagai wakil direktur. Semua atas kepercayaan Pak Han."

Riuh tepuk tangan menggema, semua menatap ke arah pak Han yang tersenyum di bangku paling depan. Hari ini hari terakhirnya di Jakarta, besok beliau akan pergi ke Bali, mengurus hotel yang  dikelolanya.

"Permasalahan yang sering ditemui pada sekolah adalah minimnya fasilitas, terutama ruang laboratorium, perpustakaan dan ruang ektrakulikuler. Saya pernah mengajar di sekolah-sekolah yang minim fasilitas, kamar mandinya bau. Tentu siswa tidak akan nyaman sekolah di tempat seperti itu, bukan?"

Seluruh orang di ruangan itu mengangguk.

"Jadi saya akan bekerja sama dengan sekolah-sekolah di seluruh Indonesia. Meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia! Jangkauan sekolah kita juga lebih luas, tidak hanya dikhususkan kalangan menengah ke atas saja, kini seluruh masyarakat di Indonesia berhak mendapat hak yang sama. Para pendiri sekolah pun bisa meningkatkan mutu sekolahnya sekelas dengan sekolah kita."

"Apa itu semacam membangun sekolah di bawah naungan Sunflower Group?" tanya seorang pria.

"Ya, dengan begitu saya akan mulai menjelaskan secara rinci, selama beberapa hari saya sudah menyusun PPT." Gio menghadap belakang, proyektor mulai di nyalakan. Notulensi di pojok sudah siap. Mengetik lebih cepat.

_Sunflowers in the Grass_

"Good morning!"

Seisi kelas melongo kebingungan. Segera menyembunyikan kudapan mereka ke laci meja. Termasuk Naury yang kerepotan mengumpulkan bungkus coklat yang tercecer di atas meja, guru matematika itu masuk. Seketika Fuschia memberi tatapan menusuk untuk Cetta, yang sudah menyebar berita bohong.

Cetta cengegesan, menggaruk rahang. Dia tidak sengaja mendengarnya dari Bianca. Mengira guru-guru ikut rapat.

"Sudah siang, Pak."

"Ah engga kok, masih pagi, kan bayangannya belum tepat di bawah telapak kaki."

Terdengar keluhan para siswa. Guru itu hanya tertawa kecil.

Sunflowers In The Grass (tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang