Jakarta, 15 Juni 2001.
"Aku titip Feliz sama kamu ya. Biar aku yang jaga Bianca." Dua pasutri—mantan pasutri itu baru saja pulang dari pengadilan. Hera menggenggam koper di tangan yang sedang tidak menggendong anak perempuannya. Tak menunggu Iskandar menanggapi perkataaannya, Hera tampak terburu-buru menyeret koper besar itu dari rumah kecilnya. Ia sudah benar-benar muak dengan rumah ini dengan segala cerita buruk di dalamnya. Meruntuki dirinya sendiri yang pernah mencintai pria sepertinya.
Iskandar menatap dua bayi di atas tempat tidur kecil di ruang tengah. Mereka bayi-bayi malang yang bahkan tidak sempat memanggil ibu mereka dengan mulut kecilnya. Yang ada di pikirannya saat itu adalah, cara bagaimana ia harus membiayai dua bayi itu hingga mereka dewasa, sampai memiliki hidup masing-masing. Bagaimana cara memberikan kasih sayang yang cukup sedangkan ia sendiri telah gagal memberikan rasa sayang ke pada sang mantan istri.
Akhirnya ia hanya bisa menatap kepergian Hera dan Bianca yang pergi dengan mobil. Tak sanggup mengucapkan sepatah katapun untuknya. Bibirnya seakan lengket. Hingga, mobil hitam itu menghilang di belokan ujung gang.
Ya. Mulai hari ini, Iskandar hanya akan fokus untuk merawat Feliz dan Aluna saja. Baginya, mereka sudah lebih dari cukup.
Di mobil, Hera diam-diam menangis. Perempuan berumur 26 tahun itu menatap bayi perempuan di jok belakang lewat cermin. Gabriella Bianca Aruzi. Umurnya baru tiga bulan. Namun, ia sudah menjadi anak korban broken home.
Tapi, Bianca tidak akan lama merasakannya, karena Hera menikah lagi enam bulan kemudian dengan teman Iskandar, Giovano.
Bianca dan Daisy berselisih lima belas bulan. Ketika Daisy lahir, Bianca mengganti namanya menjadi Bianca Arice Nova. Menjadikannya saudara kembar bagi Daisy. Hera benar-benar menghapus semua hal yang berkaitan dengan Iskandar. Termasuk nama Bianca yang diberikan olehnya.
Jakarta, 30 April 2017
Kini, Bianca sudah berumur 16 tahun. Ia sudah bisa memahami apa maksud dari surat ini. Salinan akta kelahirannya yang pertama kali. Hari ini, adalah hari kelahirannya. 30 April. Umurnya 16 tahun, bukan l5 tahun seperti ia sangka. 15 adalah umur Daisy. Tandanya, Bianca bukan lahir bulan September tapi hari ini. SiaL. Dugaannya benar, padahal ia sangat berharap kalau ia salah. Kenapa fakta justru mengatakan hal sebaliknya. Daisy bukan saudara kembarnya, bahkan mereka hanya saudara tiri.
Dengan jantung berdebar, dan nafas yang mendadak sesak, Bianca keluar dari gudang kumuh yang selalu dikunci. Namun, hari ini Hera mendadak punya urusan di luar, dan menyuruh pembantu untuk membereskan gudang dan membuang semua barang di sana.
Bianca berhasil masuk ke gudang hasil negoisasi pembantunya. Awalnya isi gudang itu hanya berupa barang-barang tidak berguna. Sofa tua milik almarhum buyutnya, televisi tua, dan barang-barang kuno yang tak lagi bisa dibetulkan. Tadinya, ruangan ini adalah kamar milik Kakek-nenek buyut, tapi seperginya mereka, kamar ini jadi terbengkalai menjadi tempat menyimpan barang. Karena itulah, Hera ingin merapikan dan memilah barang yang bisa menjadi barang kenangan milik sang kakek nenek dahulu. Waktu Bianca tak lagi lama, ia hanya diberikan waktu sepuluh menit untuk melihat-lihat. Dan ia menemukan ini di laci lemari rapuh.
Akta kelahirannya. Itu adalah bukti penting yang ia punya sekarang. Dengan tergesa-gesa, Bianca keluar dari ruangan berbau khas kayu yang telah tua. Ia haraus pergi ke kamar. Namun, langkahnya berhenti ketika melihat sang Ibu sudah pulang. Hera menyapa Bianca.
"Kamu ke dapur tapi gak bawa makanan, Ca?" tanya Hera sembari melepas blazernya.
"Kok Ibu cepet banget, udah pulang aja. Mbak Pi aja belum beresin gudangnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sunflowers In The Grass (tamat)
Fiksi Remaja"Lo hanya rumput yang tumbuh di sekitar bunga indah seperti gue." Bagi orang-orang di sekitar Aluna, dia hanya terlihat seperti gadis biasa. Memang tidak ada yang begitu mengganggu dari Aluna. Namun, bagi Daisy, Aluna itu rumput liar yang selalu men...