Lembar ke 17 - Jatuh Cinta

325 36 8
                                    

Tokoh-tokoh:
Pangeran Bangkai
Candrika Dewi
Kandito
Wisnu Dhanapala
Timur Agung
Mayang Bestari
Gilang Kusuma
***

Lewat tengah malam dengan menahan kantuk Candrika dan Kandito kembali ke rumah tak berpenghuni itu, mereka senyum-senyum begitu melihat Pradipto telah duduk di depan rumah diatas sebuah kursi kayu yang mulai reot.

"Bagaimana? Sudah berhasil?" Tanya Kandito heran kenapa tubuh kakangnya masih berbalut kain. Bukankah setelah menggauli Wisnu seharusnya kakak seperguruannya itu telah sembuh.

"Mampu berapa kali kakang?" Tanya Candrika sambil mesem-mesem.

"Apanya yang berapa kali? Kakang tak melakukan apa-apa dengannya" jawab Pradipto enteng.

"Apa?" Seru Kandito dan Candrika kaget terheran-heran.

"Kakang kenapa begitu bodoh? Kami sudah bersusah payah membantu kakang untuk sembuh, eh begitu kesempatan emas itu muncul, kakang malah menyia-nyiakannya!" Kesal sekali Candrika Dewi, dia hentakkan kakinya ke tanah guna melampiaskan kekesalannya. Kandito sendiri cuma terdiam heran bercampur kesal, dia tak mengerti apa yang ada di dalam pikiran Pangeran Bangkai.

Pradipto tau kekesalan itu, tapi dia tak marah, dia sangat menyayangi kedua adik seperguruannya. Dia sadar kekesalan adiknya itu semata-mata karena ingin melihatnya sembuh.

Pradipto bangkit dari kursinya dan melangkah masuk ke dalam rumah.
"Terus terang kakang tidak tega" ucapnya sambil berjalan. Candrika dan Kandito mengikutinya.

"Kita sudah punya banyak musuh, jangan ditambah lagi! Apa jadinya kalau dia tau aku telah merusak kehormatannya secara pengecut, bisa-bisa kita dikirimnya ke liang kubur" ucap Pradipto seraya melihat wajah Wisnu yang terlelap diatas ranjang. Ada senyum yang mengembang di bibirnya.

"Tapi kang?" Candrika ingin mengatakan sesuatu namun Pradipto masih lanjut bicara.

"Kakang menyukainya!" Jawab Pradipto yakin.

"Hah?" Kaget Kandito.

"Kakang akan melakukannya, tapi tidak sekarang. Kakang akan melakukannya jika dia juga menginginkannya. Kakang akan membuatnya jatuh cinta kepada kakang"

"Astaganaga. Tidak salah dengarkah aku?" Kembali Kandito merasa tak percaya.

"Tidak, kakang menyukainya. Dia adalah orang luar pertama yang tak jijik kepadaku. Bahkan tadi dia menyentuh tangan dan memeriksa penyakitku. Dia sama sekali tidak menunjukkan rasa takut, malah dia merasa prihatin dan menyesal karena tidak tau cara mengobati penyakitku ini. Aku benar-benar terharu dibuatnya" jawab Pradipto sambil duduk di sebelah Wisnu, dia gerakkan tangan kanannya untuk menyentuh bibir Wisnu.

"Baiklah kalau begitu, aku mengerti. Aku akan membantu kakang" jawab Candrika yang mengerti keinginan kakangnya itu.
***

Padepokan Timur Raya

Di Padepokan Timur Raya. Malam itu Gilang dan Mayang beserta Timur Agung tengah berembuk membahas sesuatu hal yang teramat rahasia.

"Gilang, coba kau perhatikan kalung di leher mu! Begitu juga denganmu Mayang, lihat juga kalung yang ada dilehermu itu! Yang kakek hadiahkan semalam di hari pernikahan kalian" Titah Timur Agung. Mereka bertiga duduk di sebuah saung di belakang padepokan.

Empu Barata, Embun Salju dan beberapa tamu lainnya telah terlelap di wisma padepokan.

Gilang dan Mayang secara serentak menyentuh kalung di leher mereka, bahkan keduanya malah sepakat melepasnya dari leher. Di tangan Gilang tampak sebuah kalung berhiaskan anak kunci berwarna merah, sedangkan di tangan Mayang ada kalung yang sama namun anak kuncinya berwarna biru.

CINTA DAN PEDANG ( DARAH CINTA TERLARANG) [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang