Lembar ke 37 - Sang Penyelamat

264 30 10
                                    

Tokoh-tokoh:
Satra Dirgantara
Iblis Bunga
Dewi Ular
Maut Hitam
Maut Biru
Anari
Megumi
Gilang Kusuma
Mayang Bestari
Seno
Kandito
Nenek Lembah Air Mata
Timur Agung
Empu Barata
***

Gilang Kusuma dan Mayang Bestari berseru kaget tatkala melihat Padepokan Timur Raya telah runtuh sama rata dengan tanah, kini padepokan itu telah menjelma menjadi tempat pemakaman mayat-mayat murid yang telah gugur sewaktu diserbu oleh orang-orang Dewa Iblis. Yang tersisa hanyalah satu rumah kayu tak seberapa besar, rumah ini biasanya digunakan sebagai tempat menyimpan bahan-bahan makanan buat para penghuni padepokan seperti beras dan jagung.

Dari dalam rumah itu berlari keluar dua orang lelaki, keduanya bergegas keluar tatkala melihat kehadiran Mayang Bestari dan Gilang.

"Barda! Ardana!" Ucap Gilang menyebut nama kedua orang itu.

"Apa yang terjadi di sini Barda?" Tanya Mayang Bestari dengan suara bergetar, menahan sedih sekaligus geram.

"Maafkan kami Mayang, Gilang. Sewaktu kalian pergi berkelana, padepokan kena serang para anak buah Dewa Iblis, mereka sangat tangguh, kami hampir habis terbantai, hanya tersisa kami berdua, bahkan Empu Barata telah ditawan sama mereka" jelas Barda.

Lalu bersama Ardana keduanya menceritakan secara jelas apa yang terjadi.

"Jahanam!" Murka Mayang Bestari, dengan geram dia tendang sepotong kayu sisa reruntuhan rumahnya. Kayu itu mental berhamburan. Mayang Bestari keluarkan suara teriakan keras lampiaskan kekecewaan.
"Dewa Iblis! Tunggu saja! Kami akan balas dendam!"

"Mayang, dimana guru besar?" Tanya Barda yang tak melihat keberadaan Timur Agung.

Mayang dan Gilang terdiam, keduanya saling pandang sesaat.

"Padepokan kita benar-benar telah runtuh, kakek Timur Agung juga telah tertawan oleh Dewi Ular, ternyata perempuan laknat itu sekutu Dewa Iblis" ucap Mayang dengan perasan goncang.

"Kalau begitu, sekarang tanggung jawab padepokan ada ditangan kalian berdua" ucap Barda lagi.

"Kakang! Kita harus segera menguasai seluruh jurus-jurus di Kitab Dua Naga. Kita harus menambah kekuatan untuk menghadapi Dewa Iblis dan membebaskan kakek" kata Mayang dengan berapi-api.

Gilang mengangguk setuju.

Sejak itu keduanya pun menggembleng diri, mengasah dan memperdalam ilmu-ilmu yang berasal dari Kitab Dua Naga. Tekad mereka untuk balas dendam menyala berkobar-kobar.

"Tunggu saatnya, tunggu kedatangan kami Dewa Iblis" ucap Mayang dalam hati setiap kali selesai melatih jurus-jurus barunya, begitupun dengan Gilang dendamnya pada Dewa Iblis bukan seolah-olah, dendam itupula yang menjadi pelecut semangatnya untuk menguasai seluruh ilmu warisan sang ayah dalam waktu secepatnya.
***

Perjalanan Satra

Satra Dirgantara yang berniat pulang kembali menemui orang-orangnya di di tepi dermaga dimana kapal mereka sebelumnya berlabuh. Karuan saja orang-orang ayahnya terkejut dan kaget melihat kemunculannya.

"Kemana saja kau, Satra?" Tanya Maut Biru.

"Tentu saja jalan-jalan!" Jawab Satra cuek.

"Kau mengabaikan tugasmu untuk menolong kami" tegur Maut Biru lagi.

"Kalian kan hebat, buktinya tanpa pertolonganku pun kalian berhasil melaksanakan tugas" ucap Satra enteng sembari mengusap kebelakang poni rambutnya yang terurai ke wajah.

"Berhasil apanya? Pemuda mata hijau itu gagal kita dapatkan, malah Iblis Kabut, Iblis Batu dan Maut Hijau menemui ajal di sana" geram Maut Hitam, kali ini dia angkat bicara karena jengkel melihat Satra yang menganggap enteng segala urusan.

CINTA DAN PEDANG ( DARAH CINTA TERLARANG) [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang