Lembar Ke 38 - Nafsu Para Iblis

326 30 5
                                    

Tokoh-tokoh:
Nenek Lembah Air Mata
Kandito
Seno
Pak Nelayan dan anak
Maut Hitam
Maut Biru
Iblis Bunga
Dewi Ular
Dewa Iblis
Iblis Pantun
***

Pagi hari, kapal kecil milik seorang nelayan sampai ke tepi laut, dari kapal yang sudah tertambat itu melangkah keluar Prajurit Seno, Pak Nelayan dan anaknya, juga Kandito dan Nenek Lembah Air Mata, keduanya telah berhasil disadarkan dari ajian Tenung Iblis berkat obat yang diberikan oleh Satra.

"Terima kasih pak Tua Nelayan, sahabatku. Budi baikmu itu tak akan ku lupakan" Seno membungkukkan diri memberi hormat pada nelayan yang menolong mereka.

"Jangan sungkan nak Seno sesungguhnya hidup ini penuh oleh lingkaran budi, jadi kita harus tolong menolong, bukankah dulu kau dan tuan mudamu itu juga pernah menolong  kampung kami sewaktu diserang para bajak laut" ucap Pak Tua Nelayan.

Seno tersenyum mendengarnya.
"Pak Tua, kami tak dapat berlama-lama disini. Kami harus segera pergi"

Seno merogoh kantung berisi uang pemberian Satra, dari dalam dia keluarkan belasan keping emas lalu diserahkan kepada Pak Tua.

"Ini sebagai tanda terima kasihku pak, saran saya sebaiknya bapak sekeluarga menjauh terlebih dahulu dari wilayah laut untuk menghindari kemungkinan buruk, dan ada baiknya kapal itu bapak musnahkan untuk menghilangkan jejak" usul Seno.

Pak Tua Nelayan mengangguk paham, pekerjaan yang mereka lakukan barusan sangat beresiko, nyawa taruhannya.

"Tapi nak, emas ini terlalu banyak" ucap Pak Nelayan.

Seno cuma tersenyum, setelah pamit sekali lagi, diikuti oleh Nenek Lembah Air Mata dan Kandito, dia segera berjalan pergi.

"Terima kasih kau telah menolong kami" ucap Kandito kepada Seno.

"Jangan sungkan, aku cuma menjalankan perintah tuan muda" ucap Seno.

"Kalau begitu siapa tuan mudamu itu, biar aku dapat menemuinya dan mengucapkan terima kasih padanya" sambung Kandito lagi, tapi tiba-tiba saja Seno dekatkan telunjuk ke bibir, meminta semua orang untuk senyap.

Seno gerakkan tangannya ke pinggang dimana di sana tercantel satu senjata berbentuk cakram bergerigi tajam.
Seketika cakram di lempar, terdengar suara berdesing, cakram itu menerobos semak belukar tanaman khas pantai. Terdengar suara pekikan perempuan. Cakram itu berbalik kepada Seno dan lekas ditangkap.

Nenek Lembah Air Mata dan Kandito memeriksa ke balik semak itu.
Tampak tiga bangkai, namun bukan bangkai perempuan, melainkan bangkai tiga ekor ular hitam belang-belang kuning di sana.

"Anak buah Dewi Ular" seru Nenek Lembah Air Mata.

"Sudah ku duga, disini belum cukup aman" ucap Seno. Dia beri isyarat agar mereka bergegas pergi lagi. Namun baru lima puluh langkah tiba-tiba tanah di depan mereka terbongkar, kini di depan mata mereka menyeruak keluar satu buah peti berwarna merah. Nenek Lembah Air Mata dan Kandito berseru kaget, namun mereka senang, mereka berpikir itu adalah Pradipto yang memang memiliki ilmu peti seperti ini.

Krekkk, pintu peti terbuka. Satu sosok keluar dan langsung bersuara
"Buah lengkeng baru dipetik,
Apa kabar nenek cantik?"

Nenek Lembah Air Mata sampai melompat mundur karena kaget, dia terperangah disapa pakai pantun seperti itu.

Seno tatap tajam orang di depannya, sebagai bawahan Dewa Iblis dia pernah mendengar riwayat manusia yang sering berpantun menggunakan istilah buah lengkeng.

"Buah lengkeng di dalam talam,
Hai nenek, kok malah diam?" Iblis Pantun yang baru datang kembali menegur.

"Si..siapa kau?" Tanya si Nenek gelagapan.

CINTA DAN PEDANG ( DARAH CINTA TERLARANG) [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang