Lembar ke 52 - Perang Ditabuh (Senjata Rahasia Kandito)

297 30 16
                                    

Di Hutan Kayu Wangi, sinar matahari pagi begitu indah, membuat sisa-sisa embun di dedaunan terlihat berkelap-kelip karena membiaskan cahayanya.

Kelompok golongan putih yang masih tersisa tengah bersiap-siap, inilah hari dimana mereka akan melakukan serangan menyergap ke istana Nusa Mutiara, merebut dan membebaskan negeri itu dari cengkraman si angkara murka.

Satra Dirgantara yang ditunjuk menjadi ketua kembali mengingatkan seluruh anggotanya agar jangan lupa dengan strategi yang telah disepakati bersama.

"Ingat! Lawan kita semuanya tak dapat dianggap remeh, jadi jangan merasa jemawa dan sok jago sendiri. Usahakan jangan bertindak gegabah, tetaplah bersama dengan teman terdekat, jangan bertindak sendirian. Ingat lawan masing-masing. Gunakan seluruh kemampuan kita. Aku yakin dengan kerjasama menyatukan kekuatan, kita dapat mengalahkan lawan" Satra membuka pidatonya. Sikapnya benar-benar berwibawa, mungkin karena telah dididik dengan kekerasan oleh Dewa Iblis hingga membuat pemuda ini bertekad baja, tak ada bias takut terpancar diwajahnya.

Satra beralih kepada Seno, Pramuji dan Sandika.
"Kalian bertiga ingat, begitu kita tiba di sana segera lepaskan tanda panah kembang api agar teman-teman yang lain menyadari bahwa hari pemberontakan kita telah dimulai"

"Jangan khawatir tuan muda, perintahmu akan kami laksanakan sebaik mungkin" jawab Seno.

Wisnu perhatikan pondok kayu wangi miliknya, setelah puas dia berpesan kepada dua muridnya yang ditinggal.
"Laruni, Sariti. Jangan lupa untuk memperkuat Segel Mantra Hutan Penolak Bala. Memang kalian tidak ikut berperang, tetapi tugas kalian juga tak kalah penting dan mulia, menjaga tuan agung Raja Panduka beserta Ratu permaisuri"

"Kami mendengarnya guru, kami akan menjaga tempat ini sekuat dan semampu kami, nyawa kami akan kami korbankan demi tugas suci ini" sahut Sariti.

Laruni mengangguk setuju. Di punggungnya tergantung sebilah pedang.

Wisnu tersenyum puas, setidaknya ketiga murid barunya, Laruni, Sariti, dan Kiani begitu setia dan tidak menghianatinya.

"Baiklah jika tidak ada lagi pertanyaan marilah kita berdoa sejenak. Memohon perlindungan dan uluran tangan Dewata Agung agar dapat meraih kemenangan demi tegaknya kebenaran" ajak Empu Mayat Suci.

Maka semua orang mengheningkan cipta sejenak, memanjatkan doa di hati masing-masing.

"Berhati-hatilah kalian, semoga Dewata memberkati kalian" ucap Raja Panduka yang diminta untuk tidak ikut bertempur, begitu acara doa selesai.

"Jaga diri kalian, anak-anakku!" Seru Ratu Permani pada Pradipto dan Kumbaraka, juga pada Wisnu yang telah menjadi menantunya.

Ketiga orang lelaki tampan itu mengangguk seraya memberi hormat.

"Kita mulai" ucap Satra Dirgantara setelah melihat semua pendekar berkeadaan siap.

"Pradipto, silahkan!" ucapnya lagi, ditujukan pada Pradipto.

Pradipto adalah ujung tombak mereka sekarang, sekaligus pembuka  gerbang perjuangan mereka.

Pradipto segera kerahkan ilmu Lingkaran Cahaya Pembawa Budi, ilmu berpindah tempat yang akan membawa mereka menuju medan pertempuran. Jari telunjuk dan tengah di tegakkan di depan wajah tepat diantara kedua mata, begitu kedua jari itu ditudingkan ke tanah maka di tanah itu muncul lingkaran cahaya membentuk simbol-simbol mantra yang indah. Semua orang kini ada di dalam lingkaran itu, lalu wuss para pejuang itupun sirna dalam sekejapan mata. Meninggalkan Hutan Kayu Wangi menuju Istana Nusa Mutiara.

Lingkaran cahaya itu langsung membawa mereka ke lapangan besar, tepat di depan tembok tinggi dan gerbang istana.

Seno, Pramuji dan Sandika segera arahkan tangan kiri masing-masing ke langit, lalu wuss dari satu alat rahasia yang terpasang di pergelangan tangan kirinya melesat tiga buah anak panah kecil, sampai diatas udara ketiga anak itu meledak mengeluarkan serpihan cahaya.

CINTA DAN PEDANG ( DARAH CINTA TERLARANG) [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang