Lembar ke 54 - Nafsumu Membunuhmu

364 35 36
                                    

Kematian Anari dan Megumi, dua pembantu utamanya yang paling kuat membuat Dewi Ular murka.

"Pendekar-pendekar busuk! Kalian harus menebus nyawa dua abdiku itu!" Dewi Ular yang masih terlibat pertarungan dengan Nenek Lembah Air Mata kerahkan tenaga dalamnya secara besar-besaran. Pedang Naga Biru yang masih dibelit Rantai Perak Penjerat Air Mata milik Nenek Lembah Air Mata keluarkan sinar biru yang semakin lama biasnya semakin besar disertai hawa dingin.
Setelah
Kreekkk, rantai perak yang membelit pedang itu seketika membeku dibungkus es. Lalu prang, laksana kaca pecah, rantai itu putus berantakan. Nenek Lembah Air Mata berseru kaget melihat senjata sakti andalannya itu hancur berkeping-keping.

Dewi Ular tersenyum puas, dia cepat pentangkan Pedang Naga Biru lalu melesat, pedang dihujamkan lurus-lurus ke dada Nenek Lembah Air Mata

Nenek Lembah Air Mata merasakan hawa dingin itu, cepat-cepat dia merogoh ke balik pakaiannya, mengeluarkan lima buah tabung kecil dan langsung membuka penutupnya, lalu secepat kilat tabung itu di lemparkan ke depan, wusss asap kuning dan putih keluar begitu tebal, bau belerang dan kapur barus seketika menyeruak teramat sangat santar, membuat hidung seketika seperti ditusuk-tusuk jarum.

Dewi Ular menggerutu habis-habisan, matanya terhalang, penciumannya kacau. Pegangan pada pedangnya mengendur lunglai. Tenaganya melemah.

"Sial! Nenek ini benar-benar tahu kelemahanku" batin Dewi Ular, meski dia memiliki ilmu yang teramat sangat tinggi, namun jika lawan telah mengetahui kelemahannya dia tetaplah tak berdaya.

Dalam kekacauan itu, sebelum tubuhnya benar-benar lumpuh dia babatkan Pedang Naga Biru asal-asalan, memang bau kapur barus dan belerang kali ini jauh lebih dahsyat daripada yang dipakai Candrika tatkala memghadapi Anari dan Megumi. Bahkan ular-ular anak buahnya yang terpapar asap ini seketika jatuh lemas dan megap-megap membuat para prajurit tengkorak Empu Mayat Suci dan juga pasukan Satra dapat dengan mudah mengalahkan dan membunuh ular-ular itu.

"Aku tak tahan! Hidungku seperti mau pecah!" Gerutu Dewi Ular, dari hidung, mata, dan kedua telinganya telah meleleh darah segar.

Bruk, tubuhnya jatuh berlutut dengan bertumpu pada pada Pedang Naga Biru. Seluruh ular anak buahnya telah mati, pun dengan Raja Kobra Kepala Lima peliharaannya, ular paling menyeramkan itu tak berdaya pula dilanda asap pelumpuh ular, hingga Eyang Merak Jingga dan Cermin Dewa yang menghadapi ular jejadian itu mampu membunuhnya

"Tidak! Aku tidak mau mati!" Teriak Dewi Ular.

Dia coba babatkan pedang kembali asal-asalan. Namun kali ini begitu lemah, tak ada lagi hawa dingin yang keluar.

Bahkan dari pekatnya asap tiba-tiba ada satu tangan memukul pergelangan tangannya yang memegang pedang, pedang pun terlepas dan kena rebut lawan.

"Dewa Iblis, kekasihku! Tolong aku!" Lolongnya kuat.

Yang dipanggil tak kunjung muncul, karena Dewa Iblis masih begitu menikmati hubungan badannya dengan Gilang.

Dewi Ular telah tergeletak megap-megap. Akhirnya asap pelumpuh ular perlahan-lahan lenyap dibawa angin dan udara. Meskipun begitu, darah Dewi Ular telah tercemar oleh khasiat asap itu. Dia terbaring mengerang-erang kesakitan dan kesulitan bernafas.

Dia coba bangkit namun sepasang matanya membeliak lebar. Bagaimana tidak, ternyata sosoknya telah dikelilingi banyak pendekar tangguh.

Ada Wisnu Dhanapala, Nenek Lembah Air Mata, Raja Merak, Candrika Dewi dan juga Pradipto. Semua mengelilinginya dengan hunuskan senjata masing-masing. Pedang Naga Biru ada ditangan Pradipto, dialah tadi yang merampas pedang itu dari tangannya.

Nenek Lembah Air Mata yang rantainya telah hancur cabut satu tusuk konde nya, tusuk konde itulah yang jadi senjata. Tanpa basa-basi nenek ini lemparkan tusuk konde itu. Jleb, tusuk konde itu menancap di mata kiri Dewi Ular, jeritannya pun melolong dahsyat, dia menjerit sambil pegangi mata kirinya yang tertembus tusuk konde.

CINTA DAN PEDANG ( DARAH CINTA TERLARANG) [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang