Lembar 113 - Maut Di Hutan Kayu Wangi

258 30 11
                                    

Hutan Kayu Wangi telah berubah menjadi arena pertarungan yang sangat berdarah, kendati telah banyak mayat bergelimpangan namun seluruh korban ada di pihak pasukan Maharaja Wisnu, hal ini membuat Iblis Wisnu ini mendongkol setengah mati, dia memutar mata mencari-cari pasukannya yang paling tangguh.

Maut Biru, Maut Merah, Maut Hitam serta si Maut Hijau tengah dikeroyok oleh Eyang Merak Jingga, Nenek Lembah Air Mata, Kandito, Candrika Dewi, Empu Mayat Suci, Pangeran Kumbaraka serta Pradipto si Pangeran Bangkai.

Sedangkan di jurusan lain Datuk Segala Sesat digempur habis-habisan oleh Cermin Dewa, Pengemis Cinta, Embun Salju, Arya Dygta dan juga Danum Suarga.

Adapun pasukan-pasukan kecil Iblis Wisnu kocar-kacir karena diburu tujuh pedang raksasa milik Prahastana.

Iblis Wisnu menatap geram ke arah Prahastana yang begitu gagahnya membantai pasukan-pasukan iblisnya.

Apalagi dari jurusan lain muncul pula tokoh silat muda lainnya seperti Kelana, Gilang Kusuma, Satra Dirgantara, dan Raja Merak. Belum lagi Iblis Pantun yang turut pula menampakkan diri.

"Keparat!" Geram Iblis Wisnu menatap penuh kebencian terhadap musuh-musuhnya itu.

Walaupun para pendekar kalah jumlah, namun rata-rata dari mereka adalah para pendekar pilih tanding. Tak salah jika Iblis Wisnu melihat pasukannya yang justru terdesak dan berulang kali menjadi korban.

"Empu Saksanapati, Triani, dan kau Parwati. Habisi Kelana!" Perintahnya kepada tiga orang dari perguruan Pagar Jagat untuk menghabisi Kelana yang tak lain adalah anak dari Empu Saksanapati.

Empu Saksanapati yang terkena tenung Iblis segara membungkuk hormat menerima perintah. Dia bersama dua perempuan itu segera melesat buat menyerang Kelana.

Adapun Iblis Wisnu mencari-cari keberadaan tiga Iblis andalannya, yaitu Iblis Batu, Iblis Kabut dan Iblis Bunga.

"Apa yang kau cari-cari iblis tengik? Iblis Kabut dan Iblis Batu sudah mampus!" Bentak Kelana begitu dilihatnya Iblis Wisnu seperti tengah mencari-cari seseorang.

Mendengar hal itu Iblis Wisnu menggembor marah.
"Jangan senang dulu bangsat! Terima hadiah dari ku ini!" Iblis Wisnu tudingkan telunjuknya. Satu sinar hitam panjang menderu.

Satra dengan sigap lepaskan pukulan Kipas Neraka buat menangkis. Ledakan dahsyat terjadi, percikan api menyebar kemana-mana bahkan melukai kulit beberapa orang. Nenek Lembah Air Mata juga terkena imbasnya, jubah ungunya dis belah belakang terkena percikan api hingga terbakar, untung saja Candrika cepat membantu dengan memotong kain yang terbakar dengan pedang.

Kelana dan kawan-kawan bersamanya siap buat menggempur Iblis Wisnu secara langsung, namun gerakannya terhenti karena Empu Saksanapati, Triani dan Parwati telah menghadang. Ini mengejutkan Kelana, bagaimanapun dia tak tega jika harus menjatuhkan tangan kasar kepada sang ayah dan ibu tiri juga mantan kekasihnya itu.

Iblis Wisnu menyeringai melihat kebimbangan di wajah Kelana.
"Tunggu apalagi Saksanapati! Bunuh!" Perintahnya.

Empu Saksanapati segera saja menyerbu dengan jurus-jurus ganas. Triani dan Parwati juga mulai mengayunkan pedang.

"Serahkan mereka kepada kami Kelana! Lekas kalahkan Iblis itu!" Ucap Rangga.

Kelana mengangguk.
"Aku berpesan, jangan jatuhkan tangan kasar kepada mereka bertiga. Bagaimanapun mereka bertiga masih keluargaku! Cukup kalian lumpuhkan!"
Selesai berucap Kelana langsung berhambur ke arah Iblis Wisnu.

"Jangan lari anak durhaka!" Bentak Empu Saksanapati sambil lepaskan pukulan sakti berwarna putih, namun gerakannya cepat dipapasi dan dihadang oleh Satra Dirgantara.

CINTA DAN PEDANG ( DARAH CINTA TERLARANG) [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang