Lembar ke 73 - Kembali Ke Hutan Kayu Wangi

177 26 3
                                    

Negeri Talawi dilanda kegegeran, namun bukan karena musibah buruk, melainkan karena kunjungan mendadak Prabu Arya Dygta dari negeri Rahuning, negeri makmur yang ada di selatan negeri Talawi. Prabu Panduka cepat menyambut tamu kehormatan nan agung itu. Kedua pemimpin negeri tersohor itu saling berpelukan di wisma tamu agung.

"Apa kabar nanda Prabu Arya Dygta?" Tanya Raja Panduka kepada tamunya itu.

"Baik Gusti, semoga keluarga Gusti prabu di Talawi juga baik-baik saja" manis cakap Arya Dygta. Dia bersama Danum Suarga juga Panglima Sondaka tengah dijamu dengan aneka minuman dan makanan.

"Silahkan dicicipi, harap dimaafkan jika hidangan ini terlalu sederhana, negeri kami baru saja membangun kembali dari puing-puing kehancuran" Raja Panduka mempersilahkan tamu-tamunya buat mencicipi makanan kecil itu. Aneka kue yang menggugah selera.

Arya Dygta mencomot satu buah getuk lalu setelah menelan kunyahannya dia pun berkata "Ananda turut prihatin atas apa yang menimpa negeri ini, oleh sebab itu saya dan juga Dinda Danum datang ke negeri ini guna melihat perkembangan sekaligus ingin menawarkan sedikit bantuan jika diperlukan. Bagaimanapun negeri Talawi dulunya adalah sekutu dekat dari bumi Rahuning"

"Terima kasih atas perhatian ananda tersebut, saya sangat bahagia mendengarnya" sahut Prabu Panduka.

Saat itu pula Pradipto masuk diiringi oleh Pangeran Kumbaraka juga Putri Gandari, juga sang Ratu Permani.

Arya Dygta dan Danum Suarga serta merta menatap kepada orang-orang itu.

"Dipto, Kumba, mari kesini! Ayah akan perkenalkan kalian kepada dua kanda kalian" panggil Prabu Panduka.

Pradipto dan Kumbaraka mendekat dan duduk dengan khidmat bersama mereka setelah lebih dahulu menghaturkan hormat.

"Nanda Prabu, mereka berdua adalah anak-anak saya. Yang tertua ini bernama Pradipto" Prabu Panduka menunjuk kepada Pradipto.
"Usianya sudah 28 tahun, hanya beda lima tahun dari Nanda Prabu"

"Lalu yang disebelahnya adalah adiknya, Kumbaraka usianya 25 tahun. Anak-anakku, dihadapan kalian ini adalah Gusti Prabu Arya Dygta dan rombongannya, dia adalah raja muda yang tersohor yang memimpin negeri Rahuning di sebelah selatan"

Pradipto dan Kumbaraka saling menundukkan badan menjura hormat. Bagaimanapun tamu mereka adalah seorang raja yang cukup ternama.

"Ah janganlah terlalu sungkan bertata krama, kalian adalah adik-adikku" Prabu Dygta memeluk kedua pangeran itu dengan baiknya.

Sementara Danum Suarga memandang lekat kedua pangeran itu, Pradipto tampan, namun di wajahnya ada tiga bekas luka goresan pedang, sedangkan tangan kanan Kumbaraka sendiri telah buntung.

Pangeran Kumbaraka tau dia diperhatikan oleh Danum Suarga yang belum dikenalnya.

"Tangan saya ini cacat karena tertebas pedang Dewa Iblis sewaktu pertempuran besar melawan Angkara murka yang disebabkan olehnya" ucap Kumbaraka tanpa disuru. Entah mengapa dia sekarang selalu gampang berkecil hati, apalagi Putri Gandari sering kali mencela kecacatannya itu.

"Oh, maafkan saya Dinda Kumba, bukan maksud saya merendahkanmu lewat pandangan tadi. Saya sudah mendengar pertempuran maut itu yang banyak memakan korban. Janganlah kau berkecil hati. Kau adalah pahlawan, tidak hanya bagi negeri Talawi, tetapi juga bagi seluruh negeri di delapan penjuru. Kalau kau berkenan, di negeri kami ada pengrajin yang sangat ahli membuat tangan dan kaki palsu yang mungkin bisa sedikit membantumu" ucap Danum Suarga dengan suara yang begitu adem dan menyejukkan. Pradipto, Kumbaraka dan Putri Gandari sampai terpana melihatnya. Mereka seakan tersadar betapa eloknya paras lelaki ini, wajahnya jernih penuh ketulusan, meski memiliki kumis tipis namun wajah itu justru memancarkan aura kemudaan yang sedap dipandang, matanya juga begitu teduh.

CINTA DAN PEDANG ( DARAH CINTA TERLARANG) [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang