Lembar ke 49 - Rencana Satra Dirgantara

241 35 6
                                    

Cermin Dewa dan Eyang Merak Jingga terheran-heran karena tiba-tiba saja keduanya dibawa kabur dari pertempuran melawan antek-antek Dewa Iblis melalui sinar kekuatan berbentuk lingkaran berwarna keemasan, keduanya merasa dibawa berkelebat cepat menembus ruang dan waktu. Dan, blep, keduanya berada di satu halaman luas berumput di kelilingi oleh pepohonan tinggi berbatang hitam dan menebar wangi. Di hadapan mereka ada sebuah pondok kayu yang besar dan berpendopo luas. Di dalam pendopo berdiri beberapa orang yang sepertinya tengah menunggu mereka berdua.

"Hutan Kayu Wangi" ucap Cermin Dewa pada Eyang Merak Jingga. Yang diajak bicara cuma mengangguk heran.

"Syukurlah kami berhasil menyelamatkan kalian" satu suara menegur, suara seorang kakek serba putih yang tak lain adalah Empu Mayat Suci.

Orang tua itu turun dari pendopo guna menghampiri kedua kawannya itu diikuti orang-orang lainnya.

"Guru!" Seru Rangga si Raja Merak tatkala melihat gurunya berhasil diselamatkan. Rangga segera memberi hormat lalu memeluk gurunya itu.

"Kami pikir kami terlambat menolong kalian" ucap Nenek Lembah Air Mata.

"Ayo kita masuk kerumah, beristirahat sembari bertukar cerita. Aku akan mengobati luka-luka kalian" ajak Embun Salju yang melihat beberapa luka akibat pertempuran di tubuh kedua temannya itu.

Semua orang pun masuk kembali ke dalam pendopo.

Cermin Dewa memandang berkeliling, melihat satu persatu wajah orang-orang di sana. Perhatiannya terhenti pada satu pria tampan berpakaian putih, dia belum pernah melihat orang ini sebelumnya. Begitu pula dengan Eyang Merak Jingga.

"Katakan apa yang terjadi?" Tanya Embun Salju sembari mengobati luka di kaki Eyang Merak Jingga.

"Kami keliru, rencana kami berantakan karena Dewa Iblis mengetahui tempat persembunyian kami. Kami diserang habis-habisan, kawan-kawan ada yang tertangkap dan ada pula yang, ah terlalu berat untuk dikatakan" tutur Eyang Merak Jingga.

"Ayah memiliki ilmu Jubah Iblis Mencari Pahala, jubah itu bisa melacak keberadaan musuh hanya melalui udara" imbuh Satra Dirgantara.

"Benar, Gilang terlalu gegabah, karena keteledorannya Pertapa Putih, Nyai Tanjung Kemuning telah tewas, lalu Prabu Gumintang sekeluarga agaknya kena ringkus" tanggap Cermin Dewa.

"Bagaimana dengan Gilang sendiri?" Wisnu yang bertanya. Saat Wisnu bertanya itu sepasang mata milik si tampan berbaju putih melirik padanya.

"Gilang beserta istrinya kena ringkus. Sepasang Pedang Naga Merah dan Biru kena rebut pula. Kami sendiri hampir jadi keganasan Raja Kobra peliharaan Dewi Ular, untung kalian menolong kami" jawab Cermin Dewa lagi.

"Berterima kasihlah pada Pradipto, dia yang menyelamatkan kalian dengan ilmu Lingkaran Cahaya Membawa Budi" tanggap Empu Mayat Suci.

"Jadi Pradipto berhasil diselamatkan? Syukurlah, dimana dia sekarang? Dari tadi aku tak melihatnya?" Cermin Dewa menanyakan keberadaan Pradipto.

"Dia ada disini, sedari tadi dia telah berkumpul dengan kita" celetuk Nenek Lembah Air Mata.

Cermin Dewa dan Eyang Merak Jingga saling pandang, jelas-jelas mereka tidak melihat sosok Pangeran Bangkai di sana.

Candrika Dewi tersenyum melihat kedua pendekar sepuh itu kebingungan.

"Kek, dialah kakang Pradipto" Candrika menunjuk kearah pemuda tampan berbaju putih.

Cermin Dewa dan Eyang Merak Jingga terkejut seketika, keduanya pandangi pemuda tampan dan gagah itu dengan begitu seksama, mereka benar-benar tak percaya akan hal itu.

CINTA DAN PEDANG ( DARAH CINTA TERLARANG) [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang