이십팔 • Dua Puluh Delapan

583 85 25
                                    

⚠️warning berisi kata-kata dan adegan vulgar. Jangan lupa vote dan komens, thankyou.

***

"Jeonha, sudah waktunya bangun." Kepala dayang Lim mendorong perlahan pintu kamar tidur Lee Hyun sambil membawa baskom air hangat untuk Lee Hyun mencuci muka.

Saat Kepala dayang Lim mendongak, tuhuhnya sedikit terperanjat lalu mengurungkan niatnya. Wanita tua itu tersenyum merona mendapati pemandangan pagi hari yang menggelitik hatinya. Di ranjang besar Lee Hyun, terbaring permaisurinya yang terlelap dalam dekapan sang raja, tubuh tanpa sehelai benang itu hanya tertutup selimut tebal. Keduanya masih tertidur nyenyak.

Sayang, senyum kepala dayang terpaksa luntur ketika ia bertemu Seo Ji Hwa yang hendak memasuki kediaman Lee Hyun. Selir itu memasang tampang ketus seperti biasa.

"Ya-yang mulia, Jeonha--" kepala dayang menghentikan ucapannya sambil melirik gundah ke arah kamar tidur Lee Hyun.

Menangkap gelagat tak biasa itu, Seo Ji Hwa lantas mendorong sang kepala dayang guna menerobos masuk.

Hatinya teriris melihat Lee Hyun bersama perempuan itu. Bae Sooji. Mereka sepertinya menghabiskan malam bersama. Mendadak Ji Hwa merasa segala upayanya merebut Lee Hyun lagi merupakan sebuah kesia-siaan jika pada akhirnya Lee Hyun kembali bersama Ratu In Hye.

Lihat, Ji Hwa kau bahkan gagal memisahkan mereka. Bagaikan tertusuk duri panas yang tidak kasat mata, menghujus ke dalam jantung. Cukup. Sudah cukup ia bersabar! Ji Hwa telah banyak memberi kelonggaran untuk Lee Hyun--setidaknya dia belum berubah menjadi monster seperti daebi-mama--yang siap menghantar Lee Hyun ke penjara tanpa pintu.

Dia terlalu lembek. Mungkin karena masih diselimuti cinta dan harapan Lee Hyun akan bersamanya lagi. Sadarlah, Ji Hwa, kerikil itu tak akan hilang meski kau mencabutnya seribu tahun. Sekarang berhentilah menjadi lemah dan tegakkan kepalamu. Musnahkan mereka-mereka yang membuatku mati secara perlahan!

Pagi buta itu Ji hwa berlari kencang menuju tempat Daebi-mama. Tak peduli waktu dan situasi, bahkan Daebi-mama yang masih terlelap harus bangun tiba-tiba ulah Ji Hwa yang memaksa bertemu.

"ada apa, Ji Hwa?" Daebi-mama melihat kehancuran telak di hadapannya. Namun kehancuran itu mengobarkan api amarah dalam bola mata sepekat arang hitam.

"tolong.. tolong hamba Daebi-mama. Hamba sudah muak berenang di lautan kesabaran, masa bodoh dengan cinta! Hanya.. buatlah hamba berkuasa di atas segalanya! Kali ini hamba tak akan terbutakan perasaan tak berdaya, nistalah sudah! Hamba hanya ingin bayi ini dapat merebut tahkta ayahnya. Mohon, berikan hamba kehidupan..."

Daebi-mama mulai mengerti. Wanita tua itu menuruni tangga dan berdiri di depannya. "biar ku tanya satu hal. Apa kau bersedia mengabdikan seluruh hidupmu demi mendapat yang kau mau?"

Sorot tanpa ragu Ji Hwa tampilkan. Ia mengangguk. "apapun itu."

"meski kau harus merelakan nyawa pria yang kau cintai?"

Ji Hwa tersenyum remeh, "dia sudah berkhianat. Kenapa hamba harus memikirkannya?"

Daebi-mama merasa puas dengan jawaban anak penuh dendam ini. Dia menoleh pada dayangnya, "pakaikan Selir Heebin mantel tebal, udara sedang dingin."

Tak lama dayang itu membawa apa yang Daebi-mama minta lalu memakaikannya pada Seo Ji Hwa. Daebi-mama melangkah menghampiri Ji hwa dan memeluk perempuan itu. "anak yang malang.. kau sudah banyak menelan luka. Tidak apa, jadikan saja pelajaran untukmu lebih kuat dari sebelumnya. Keputusan yang bagus kau menemuiku."

The Queen of EvilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang