Happy Reading ❤️"Saya mohon mbak, kalau mbaknya tak bisa bantu saya. Saya mohon tunjukan dimana ruangan dokter spesialis kangker, saya akan memohon dan minta tolong kepada beliau. Saya mohon mbak." Berkali-kali aku memohon meminta iba dari staf rumah sakit itu.
"Maaf ibu. Sudah tak ada lagi jam daftar untuk pasien, ini sudah petang ibu. Datanglah nanti hari Senin ya. Maaf saya tak boleh bantu ibunya."
Ibu menarik tanganku. Beliau gelengkan kepala sebagai tanda aku harus menyerah. Mataku yang sembab tak bisa menerima kenyataan itu, aku tak bisa menyerah begitu saja. Menunggu hari Senin itu waktu yang sangat lama untukku, bagaimana kalau penyakit ibu akan menyebar? Jangankan satu dua hari, setiap menitnya bisa saja penyakitnya itu menyebar dan merebah kebagian lainnya.
"Tolong panggil Dokter Ari, bilang jika Evan mencarinya." Terdengar suara itu dengan jelas.
Kulihat mas Evan berdiri tegap didepan mbak tadi, mbak yang bekerja di bagian registrasi. Mas Evan mendelik dengan senyum mengembang. Sedangkan aku masih menatapnya dengan datar, menatap santai meski hati ini ingin sekali memeluk dan ucapkan terima kasih.
" Tuan ditunggu di ruangan Dokter Ari." Ucap mbaknya setelah melakukan panggilan.
"Mari ibu, ayah." Mas Evan menarik tanganku.
Aku mengikuti mas Evan tanpa berontak. Kali ini merasa cukup nyaman berada didekatnya, terlebih dia datang disaat yang tepat.
Ibu juga ayah berjalan mengikuti kami. Tangan yang saling menggenggam, sesekali ayah melepasnya namun dengan cepat ibu menyambar tangan ayah kembali.
"Evan.. kemana saja kamu, sudah cukup lama kita tak bertemu ya. Apa kabar ibu?"
"Ibu sehat, Ri." Mas Evan menjabat tangan dokter Ari.
Dokter Ari menatapku. Cukup lama, lalu pandangannya buyar saat Evan mengusiknya.
"Ri, tolong periksa mertuaku. Aku percaya denganmu."
Dokter Ari mendelik kearah ibu, lalu menatap ayah seperti keheranan.
"Mertuamu?" Tanya Dokter ragu.
"Aissh.. kamu lupa kah? Ini istriku Wulan. Bukannya kamu hadir dulu ke pernikahan kami?"
"Sudah lah, sekarang tolong periksa mertuaku." Timpal lagi mas Evan saat dokter Ari semakin keheranan.
Mungkin dokter Ari tahu cerita sebenarnya. Kebenaran jika mas Evan sudah menjatuhkan talak terhadapku.
"Baiklah. Ibu tolong duduk disini." Dokter panggil ibu yang kini terlihat ketakutan.
"Ini surat rujukannya Dok, saya mohon dokter layani ibu saya dengan baik." Tanganku menyodorkan sehelai kertas dari rumah sakit.
*****
Setelah dilakukan biopsi akhirnya kami pulang. Dan tinggal menunggu hasil pemeriksaan yang kata dokternya kalau tak empat atau lima hari biasanya seminggu baru keluar. Aku tinggal menunggu hasilnya, menunggu mas Evan memberitahuku. Karna dokter Ari nanti akan terlebih dahulu memberitahu mas Evan lalu mas Evan akan langsung menghubungi kami.
Entahlah. Kini aku malah menjadi rapat dengannya. Entah ini takdir atau kebetulan semata.
Sepanjang perjalanan ayah juga ibu tidur pulas. Mungkin mereka penat, mengingat sejak tadi emosi kami terkuras habis. Baik itu tenaga, juga mental.
Sesampainya di rumah kulihat mobil mas Evan sudah terparkir terlebih dahulu. kukira dia akan pulang kerumahnya, mengingat hari sudah cukup malam. Ternyata dia malah datang ke rumahku.
![](https://img.wattpad.com/cover/341275185-288-k689010.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
AUTO JANDA [ TAMAT ]
Teen Fiction"Semua bajumu sudah aku kemas. Mulai hari ini kamu bukan istriku lagi. Ibu di bawah sudah menunggumu, baik-baik menghadapnya." Evan menatap datar. "Oke," Timpalku tak kalah datar. "Kamu gak sedih? Aissh, benar-benar kamu Wulan." Ucapnya kesal. Kutar...