Mari vote sebelum baca⭐
Happy Reading 📖
Penyakit ibu selalu berputar di kepalaku, aku takut kehilangan orang yang aku sayangi untuk kesekian kalinya.
Pria gagah yang selalu menyayangiku, tempat aku menumpahkan keluh kesah, tempat yang selalu memberi ku kenyamanan itu telah hilang.
Ayah ... Pria gagah yang aku bilang.
Ayah pergi meninggalkan aku dan ibu, disaat usia kehamilan ku berjalan dua bulan, ayah mulai sakit-sakitan dan menghembuskan nafas terakhir.Mimpi itu, mimpi yang sangat aku takutkan ternyata terjadi.
Dan sekarang? Ibu?
Ya Rabb ku, cobaan apalagi yang harus aku terima. Engkau telah memanggilnya ayahku, dan sekarang engkau ingin memisahkan ku dengan ibu juga?
Tolong lah, kalau aku boleh meminta ... Tolong jangan pisahkan aku dengan wanita tua ngeselin itu ya Allah."Sayang, kok kamu belum tidur juga?" Mas Evan tersentak dari tidurnya.
"Hmm, aku memikirkan ibu mas, aku takut ibu pergi meninggalkan ku." Air mataku menetes, mataku semakin panas rasanya.
Mas Evan memelukku, aku menangis dalam pelukannya.
"Sudah, kamu harus banyak berdoa, kita semua akan kembali kepada sang pencipta. Hanya saja waktunya yang berbeda-beda."
Aku melepas pelukan, mengusap sudut mataku yang berair.
"Kamu benar mas, apapun itu harus harus siap menerimanya." Kata ku dengan senyum yang ku paksakan.Mas Evan benar, cepat atau lambat semua mahkluk di bumi ini akan kembali kepada sang pencipta.
•••
"Mama, aku kan sudah lulus SMP, boleh tidak kalau aku nyambung ke sekolah kesenian?"
"Ide bagus itu sayang, kalau bakat kamu ada situ kenapa tidak," jawab ibu menimpali.
"Shanum sekarang kita lagi sarapan, di bahas nanti saja ya. Habiskan dulu sarapan nya baru kita bicarakan lagi, ya sayang." Tegur mas Evan, ku lihat Shanum tersenyum dan melanjutkan makannya yang tertunda tadi.
"Evan, apa salahnya kalau Shanum bertanya seperti itu, kenapa kau memarahinya, cucuku itu tak salah jika ingin mengutarakan pendapatnya. Toh, kita semua berada di sini." Bu Tari membuka suara membela Shanum--cucu kesayangannya.
"Ibu jangan membenarkan yang salah, aku hanya menegur bukan memarahi Shanum." Jawab mas Evan menjelaskan kesalahan pahaman ini.
Lagi, kalau sudah menyangkut Shanum anak semata wayang ku dan mas Evan, pasti ibu mertuaku ini selalu memperdebatkan apa yang mas Evan katakan. Beliau selalu memanjakan Shanum dan membelanya. Kalau seperti ini terus bisa-bisanya Shanum akan menjadi anak yang manja dan berketergantungan.
"Papa, Shanum itu sudah besar dia pasti bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah, tak usah sahut apa kata Oma, biarkan saja nenek tua itu ngedumel sendiri," sahut Seren--anak angkat bu Gendis dan pak Dadang.
Seren sudah kami anggap seperti anak sendiri. Usia Seren terpaut lima bulan lebih tua dari Shanum.
"Apa? Nenek tua kata mu!" Bu Tari menatap Seren tajam, "Gendis lihat anak mu ini, benar-benar copy-an mu kali!"
KAMU SEDANG MEMBACA
AUTO JANDA [ TAMAT ]
Teen Fiction"Semua bajumu sudah aku kemas. Mulai hari ini kamu bukan istriku lagi. Ibu di bawah sudah menunggumu, baik-baik menghadapnya." Evan menatap datar. "Oke," Timpalku tak kalah datar. "Kamu gak sedih? Aissh, benar-benar kamu Wulan." Ucapnya kesal. Kutar...