Happy Reading 📖
Pagi ini aku dan mas Evan maraton berkeliling kampung mencari udara segar, tertangkap oleh kedua mata ku bianglala yang begitu besar, tepat di lapangan besar yang berada di ujung kampung.
"Mas, sepertinya akan ada pasar malam." Ku tunjuk bianglala sebagai penanda akan di gelarnya pasar malam.
Mas Evan mengikuti arah tunjuk ku, "kelihatannya satu kampung pasti kesana, kamu mau ke pasar malam sayang?"
Aku sedikit bingung, aku tak terlalu suka dengan keramaian. Tetapi aku sudah lama tidak liburan, itung-itung cuci mata ke pasar malam sepertinya bukan ide yang buruk.
"Boleh deh, aku juga bosan di rumah terus mas." Jawabku seraya berlari-lari kecil.
"Ya sudah, nanti malam kita kesana."
•••
"Non Wulan di ujung kampung ada pasar malam, bibi dan yang lain rencananya mau kesana, non Wulan ikut?" Kata bi Gendis saat melihat ku baru memasuki rumah.
"Iya nak, sepertinya seru.. mari kita kesana." Bu Tari datang membawa segelas coklat panas kesukaan beliau.
Aku duduk di sisi kiri ayah, sedangkan di sisi kanan ayah di isi oleh wanita tua itu. Siapa lagi kalau bukan bidadari beruban ayah."Ayah--" belum sempat aku bicara ibu langsung menyela ucapanku.
"Heh, siapa yang ijinin wanita pemelas ini duduk di samping suamiku."
"Ayah saja tak keberatan, tak usah iri." Cetus ku langsung memeluk lengan ayah. Biarin wanita tua itu semakin panas biar tau rasa dia, berani sekali melarangku bermanjaan dengan lelaki kesayangan ku ini.
"Honey, tak ada yang boleh gandeng tangan kamu selain aku honey... Lepaskan tangan wanita pemalas itu sekarang juga." Ibu menatap ku sengit, tatapan permusuhan yang dapat ku lihat dari mata itu.
"Sudah-sudah, selalu saja saling gengsi." Ayah menengahi.
"Ayah, lain kali kalau radio butut ayah sudah rusak segera di perbaiki, agar tak semakin rusak suaranya."
Sindirku. Mata ibu hampir copot ku lihat. Puas sekali rasanya ngerjain wanita tua ini, lihat wajahnya sangat kesal saat menatap ku.
"Ayah, mau ku buatkan kopi?" Tawar ku saat melihat ayah yang sangat sabar menghadapi gengsiku dan ibu.
"Jangan kau rebut suamiku!" Ibu berlalu ke dapur, aissh.. dasar radio butut tak pernah mau mengalah dengan ku.
Lalu tidak lama kemudian ibu kembali sembari membawa segelas kopi panas.
"Honey ini kopinya, spesial untuk kamu buatan dari tangan aku sendiri." Ibu menekan ucapannya di akhir kalimat, pasti ingin menyindir ku.
Dih amit-amit. Geli sekali aku mendengarnya, di usia seperti itu masih saja ganjen. Dasar perampuan ganjen!
"Sayang ku Wulan, sini." Mas Evan melambaikan tangan di pintu kamar. Tak sadar ternyata di ruang tv ini hanya ada aku, ibu dan ayah. Ntah sejak kapan yang lainnya pergi aku tak sadar.
•••
"Yang muliaa... Ini sangat asik." Bu Gendis sedikit berteriak agar bu Tari mendengar.
Lihatlah ke dua wanita paru bayah ini, dasar tak ingat umur.
Bisa-bisanya bu Gendis dan bu Tari menaiki permainan kuda-kudaan, komedi putar yang biasa orang kota katakan.
"Tutup congor mu Gendis, kalau bukan karna kau paksa aku tak akan mau ikut naik!" Ku lihat bu Tari memegang keningnya, ku yakin beliau pasti pusing setelah tiga kali berturut-turut naik komedi putar.
KAMU SEDANG MEMBACA
AUTO JANDA [ TAMAT ]
Teen Fiction"Semua bajumu sudah aku kemas. Mulai hari ini kamu bukan istriku lagi. Ibu di bawah sudah menunggumu, baik-baik menghadapnya." Evan menatap datar. "Oke," Timpalku tak kalah datar. "Kamu gak sedih? Aissh, benar-benar kamu Wulan." Ucapnya kesal. Kutar...