Hallo pren author kembali update di cerita ini huhuhu setelah sekian purnama ga ada login ke wp akhirnya author kembali membawa cerita yang tak akan kalah seru dan menarik dari AJ.
Judul cerita yang baru ini adalahhh jeng jeng jeng...
[ Berhenti Sebut Aku Mandul ]
Hemm🤔 kira-kira ceritanya begimane ya tuh? Kagak Ade yang penisirin kih? Wkwk
Oke-oke, biar author kasih cuplikan dikit deh
•••
"Kang! Bajuku ngga akang cuciin? masih kotor begini, dasar suami ga guna! sudah mandul! gaji pas-pasan, pemalas!" Seperti itulah teriakan nyaring dari , istriku.
Tak perduli teriakannya terdengar tembus lima belas rumah. Aku berpura-pura tak mendengarnya. Aku masih sibuk membenarkan kandang ayam jago anakku, lebih tepatnya anak tiriku, di belakang rumah.
"Kang! denger ga sih?!" Sebuah sendal swalow ia lemparkan, telak mengenai punggung belakangku.
"Apa sih?" jawabku acuh tanpa menoleh.
"Cuci baju sana, sudah numpuk tuh!" teriaknya, tanpa rasa malu walaupun didengar oleh tetangga kiri, kanan.
Karena memang sudah selesai membenahi kandang ayam jago si Rafael, anak dari istriku, aku bergegas menuju sumur dibelakang rumah kontrakan kami. Disana cucian segunung sudah menanti.
"Buruan, ga kering lagi kalau kesiangan!" perintah istriku, tanpa berniat membantuku.
Selama dua tahun ini, aku bersabar menghadapi istri arogan seperti Widia, akrab disapa Wiwid.
Entahlah, apa alasannya aku mau menikahi janda galak beranak satu seperti dia. Dibilang cantik juga tidak, dia biasa saja.
Aku menyikat helaian demi helaian pakaian yang sudah aku rendam dengan deterjen, itu.
Ingatanku tertuju pada peristiwa 17 tahun yang lalu.
Kala itu, aku masih tinggal bersama keluarga tercintaku di salah satu provinsi Jawa barat. Aku adalah mahasiswa jurusan hukum dan sudah memasuki semester empat.
Aku mengenal seorang gadis berdarah Jawa timur, Irene namanya. Namun teman-temannya akrab menyapa dia dengan sebutan Inem.
Aku kala itu, adalah seorang pelukis yang menjajakan daganganku dipinggir pantai tak jauh dari tempat tinggalku.
Saat itu, beberapa gadis muda liburan ke pantai itu, dan melirik lukisanku.
"Mas, lukisannya berapa?" tanyanya.
"Yang itu, murah saja, Neng. Ambilah 75 ribu." Aku tersenyum.
Pertemuan singkat itu, ternyata berkelanjutan. Irene sering mengunjungi pantai itu, karena seringnya bertemu akhirnya kami menjadi dekat.
Cinta tak pernah bisa memilih tentang dimana dia akan jatuh dan dimana dia akan tumbuh.
•••
Nah gimana? Penasaran dengan kelanjutannya? Langsung cek profil author eittss tapi jangan lupa langsung follow bagi yang belum follow yaa timekasih banyak banyaakkk🥰🥰
KAMU SEDANG MEMBACA
AUTO JANDA [ TAMAT ]
Teen Fiction"Semua bajumu sudah aku kemas. Mulai hari ini kamu bukan istriku lagi. Ibu di bawah sudah menunggumu, baik-baik menghadapnya." Evan menatap datar. "Oke," Timpalku tak kalah datar. "Kamu gak sedih? Aissh, benar-benar kamu Wulan." Ucapnya kesal. Kutar...