Part 21 AJ - Depresi

12.8K 814 32
                                    

Ada yang minta double up sama author 🙈 karna pembaca setia gak hanya double up aja, tapi langsung tripel up author bikin🤟

Vote dulu sebelum baca say🤗

#####

Happy Reading ❤️

"Dok, bagaimana dengan keadaan istri saya?" Tanya mas Evan langsung tanpa basa-basi, terlihat jelas rasa panik, sedih, kecewa bercampur aduk di wajahnya. Hmm sangat nano-nano.

"Maafkan kami... Kami sudah berusaha semaksimal mungkin, tetapi pasien--"

"Tidaakkkk" teriak bu Gendis dengan tangis nya yang pecah, bu Gendis terduduk di lantai, belum dokter melanjutkan ucapannya bu Gendis sudah histeris terlebih dahulu.

"Gendiss! Bisa tidak kamu serius... Lama-lama mulutmu ku sumpal pakai kaos kaki bau, Adit!" Ibu membebel kesal melihat keanehan bu Gendis.

Adit protes tak terima dengan perkataan ibu, "Enak saja tante bilang kaos kaki aku bau.. aku selalu ganti kaos kaki asal tante tahu."

Dokter berdehem pelan, "permisi... Sudah boleh saya melanjutkan perkataan saya yang sempat terpotong" izin dokter itu, sepertinya dia juga sedikit frustasi dengan sifat-sifat aneh keluarga ku ini.

"Silahkan, dok," ayah menjawab.

"Jadi begini kami sudah berusaha semaksimal mungkin terhadap pasien Wulan, pasien mengalami benturan di kepala yang cukup keras, itu mengakibatkan pasien banyak kekurangan darah. Untuk saat ini pasien belum sadarkan diri dan harus mendapatkan donor darah secepatnya dan untuk golongan darah pasien A+. Jika tidak, pasien akan ke habisan darah dan akan berakibat fatal, maaf kata pasien bisa meninggal dunia."

Setelah menjelaskan panjang kali lebar, dokter berlalu pergi.
Ibu masih diam tak bergeming, ucapan dokter masih berputar-putar di kepalanya, begitu pun dengan ayah.

Drrtt.... Drrtt ...

Mas Evan mengangkat panggil dari gawainya
"Iya, benar. Baik saya akan kesana" mas Evan berpamitan, mungkin hendak pergi menemui seseorang yang beberapa menit lalu menjadi lawan bicaranya melalui gawai genggam.

•••

"Mas Evan tolong lepaskan aku dari ruangan ini. Aku sangat muak berada disini!" Keluh Kia memeluk mas Evan saat baru tiba.

Mas Evan melepas pelukan Kia paksa,
"bertanggung jawablah atas perbuatan mu sendiri!" Tegas mas Evan.

"Laporan bapak sudah kami terima, jadi bagaimana untuk tindak lanjutnya.. langsung saja dimasukkan atau bagaimana?" pria berseragam coklat dengan di lengkapi atribut lainnya, bertanya ke pada mas Evan.

"Langsung saja masukkan dia ke penjara pak, biarkan dia merasakan akibat atas perbuatannya" tukas mas Evan dengan menahan emosi.

Kia menggelengkan kepala, "tidak! Enak saja! Aku tak bersalah jelas-jelas aku tak sengaja mencelakakan wanita jalang itu!" Bentak Kia.

"Jaga ucapanmu Kia, wanita jalang yang kau sebut itu istriku! jangan pernah kau sebut dia jalang!" Murka mas Evan.

Perseteruan mas Evan dan Kia membuat keributan di kantor polisi.
Tak memperpanjang lagi, polisi itu membawa Kia menjauh dari mas Evan yang sudah merah padam.
Kelihatannya wanita itu memberontak hendak di lepaskan, tapi polisi-polisi itu tak menggubrisnya.

"Lihat saja mas, aku akan balas dendam terhadap mu dan juga wanita jalang itu! Tak kan ku biarkan kalian menghancurkan hidupku seperti ini... Arrghh!!!!" Teriak Kia murka sambil memberontak.

Mas Evan memijat sedikit kepalanya menatap nanar ke arah wanita itu.
Lepas dari kantor polisi mas Evan kembali ke rumah sakit.

"Bagaimanapun dengan kondisi Wulan saat ini, bu?" mas Evan duduk di samping bu Tari.

bu Tari tersenyum tipis. "Tak perlu cemas terhadap Wulan, dia sudah di tindak lanjuti. Ibu sudah mendapatkan donor darah yang terbaik untuk Wulan." Jawab bu Tari dengan tenang.

Dokter itu kembali keluar dari ruang ICU untuk memberi kabar terbaru kepada keluarga ku. Ayah dan Ibu beranjak dari duduknya begitupun dengan yang lainnya.

"Gimana kondisi Wulan, dok?" tanya bi Reni disebelahnya ada paman Andi.
Sedangkan Adit dia lagi pergi karna ada urusan yang sangat mendesak.

"Tak perlu terlalu cemas, serahkan lah semuanya pada yang kuasa. Beberapa jam lagi Wulan sudah bisa pindah ruangan. Tapi untuk saat ini ya... Pasien belum sadarkan diri, bisa jadi juga itu efek samping dari obat biusnya."

Mendengar penjelasan dari dokter semuanya merasa sedikit lega karena donor darah nya yang berjalan dengan lancar.

"Bertahanlah Wulan kau tak boleh meninggalkanku, aku tak sanggup jika hidup sendirian." Evan membatin.

"Alhamdulillah non Wulan tak kenapa-kenapa... Akhirnya bibi bisa kembali ke rumah dan menyudahi acara liburan disini," pekik bu Gendis dengan mimik wajah yang ceria.

"Gendis babu ku, bawakan nyonya mu ini minuman yang sangat enak, tenggorokan ku rasanya sudah sangat kasar." Pinta bu Tari dengan menyodorkan satu lembar uang berwarna merah.

"Siap nyonya laksanakan." Bu Gendis berlari menuju kantin rumah sakit.

Di ruang rawat inap

"Wulan ku sayang... Segeralah buka matamu, jangan biarkan mas mu terlalu lama bersedih, aku tak ingin melihatmu terlalu lama berbaring di kasur yang tak nyaman ini." Mas Evan terus berceloteh sendirian sambil menggenggam tanganku.

"Yang mulia ... apa benar kasur itu tak nyaman? Apa boleh saya naik ke atas kasur itu untuk memastikannya?" Bisik Bu Gendis ke bu Tari.

"Gendis diamlah.. tak perlu itu yang kau pikirkan" tegas bu Tari.

"Lalu bagaimana cara saya untuk memastikannya yang mulia, jika menaiki kasurnya saja tak boleh."

"Tidak harus dengan menaiki nya Gendiss... Ah, sudahlah... Bisa depresi aku jika terus meladeni mu!" Frustasi ibu.

"Yang mulia depresi?? Saya akan panggil dokter kejiwaan sekarang juga, Nyah..." Panik bu Gendis.

"Gendissss! Kau pikir aku gila!" Kesal bu Tari.

Tak ambil pusing dengan seteru ibu dan bi Gendis, mas Evan terus menggenggam tanganku yang mulai memberi balasan meski tenaga ini sepenuhnya belum pulih.

"Adit, segeralah panggil dokter, Wulan sudah mulai sadar." Teriak mas Evan ketika melihat Adit yang baru saja hendak masuk kedalam, Adit mengangguk dan kembali keluar.

Bi Reni, paman Andi, ayah, ibu, bu Tari dan bu Gendis langsung berjalan mendekati brankar tempatku terbaring.

Tak lama Adit datang membawa dokter untuk memeriksa ku, secara perlahan mataku terbuka, pusing menghampiriku secara mendadak, Pandanganku masih belum terlihat jelas. Tapi aku tahu raut ke khawatiran mas Evan sangat terlihat jelas dari sudut mataku.

••

B E R S A M B U N G



Jangan lupa tinggalkan jejaknya⭐

Dukungan dari pembaca sangat author butuhkan🤗

AUTO JANDA [ TAMAT ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang