Happy Reading 📖
Flashback onSebelum nikah
"Loh pak Giman. Kok ada disini." Ucapku saat melihat sosok bapak paruh baya yang kemarin aku tolong dijalan organda.
Senyumnya mengembang. Wajahnya segar berseri, jauh dari yang kemarin kulihat. Kemarin sedikit pucat dan kikuk. Bahkan berucap saja seperti terbata.
"Nak Wulan. Bapak tunggu dari tadi loh."
"Kok tahu saya akan melewati jalan ini pak? Bukankah kemarin saya jumpa dijalan organda?" Sedikit aneh kurasa. Karna jalan yang aku lewati ini sudah mau menuju rumah.
"Hhhm,,. Kebetulan saja nak." Ucapnya ragu.
Kulihat sosoknya yang kini sedikit bingung. Matanya menerawang seperti mencari alasan yang akan dikatakannya.
Bukannya dia katakan tadi sudah menungguku sedari lama? Lalu kenapa barusan cakapnya kebetulan. Ah, aku sedikit curiga kini.
Flashback off
•••
"Nak, itu ada Evan. Katanya mau bicara." Ayah datang kekamar saat aku masih tidur.
Mas Evan? Ngapain dia kesini? Apa mungkin dia mau membicarakan perceraian kami? Bisa jadi. Sebab aku memang belum sepenuhnya cerai, kami hanya cerai melalui lisan, kami belum mengurus surat-surat perceraian resmi kami.
"Iya ayah. Wulan keluar sebentar lagi."
Mataku masih bengkak. Mungkin efek semalam menangis. Kulihat amplop dari pak Giman, masih belum aku baca. Jujur aku takut membacanya, aku takut akan semakin sakit saat membaca surat dari ayah mertuaku.
Aku keluar dari kamar. Kulihat ibu dengan wajah garangnya, dari raut wajahnya terlihat kekesalan dan penuh amarah. Mungkin beliau tak suka melihat Evan di rumah kami.
Aku menuju ruang tamu. Ternyata mas Evan tak sendiri, dia ditemani Kia selingkuhannya saat aku masih menjadi istrinya. Jelas aku tak kaget. Aku sangat tahu perangai wanita ini, dia selalu datang disaat pak Giman bekerja. Kia sudah sangat dekat dengan ibu Tari mertuaku saat itu.
Plak,,.
"Dasar wanita tak tahu diri. Dikasih hati malah minta jantung." Ucap Kia setelah menamparku.
Sontak aku kaget. Baru saja diri ini mau duduk, Kia datang begitu saja lalu menamparku.
Plak,,.
"Jangan pernah menyentuh anak saya!" Ucap ibu sambil menampar pipi kiri Kia.
Kulihat tamparan itu sangat keras, tamparan yang membuat Kia hampir terjatuh. Pipi Kia merah gelap, sepertinya itu tamparan sempurna.
"Aissh. Dasar wanita tua! Lihat saja, aku akan laporkan ke polisi. Akan ku buat kamu menyesal."
Plak,,.
"Jangan pernah berbicara keras kepada ibu saya. Kamu mau mati disini?" Ucapku dengan suara lantang.
Pipi kanan Kia tampak merona. Kini kedua pipinya sama-sama merah. Namun tamparan ku belum sempurna, karna posisiku memang tak bagus. Kalau saja posisiku bagus, kupastikan kulit di pipinya akan menipis.
Evan terbelalak. Dia luar biasa kaget melihat pacarnya ditampar oleh dua wanita yang kuat.
"Kia duduk kamu. Malu, kita hanya tamu." Evan menarik tangan Kia yang masih mengusap kedua pipinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
AUTO JANDA [ TAMAT ]
Teen Fiction"Semua bajumu sudah aku kemas. Mulai hari ini kamu bukan istriku lagi. Ibu di bawah sudah menunggumu, baik-baik menghadapnya." Evan menatap datar. "Oke," Timpalku tak kalah datar. "Kamu gak sedih? Aissh, benar-benar kamu Wulan." Ucapnya kesal. Kutar...