Happy Reading📖Kutatap cek satu milyar itu. Tak terasa air mata ini berselancar begitu saja. Masih jelas terasa hinaan dan berbagai umpatan yang mereka lontarkan kepadaku. Menjadi babu di istana megah, dijadikan patung oleh suami sendiri. Dijadikan pelampiasan kemarahan oleh ibu mertua.
Sebelum ayah mertua meninggal mereka tak terlalu teruk perlakukan diri ini. Hanya sesekali umpatan kudapatkan, bentakan pun masih sangat jarang kurasakan. Mereka layaknya bunglon yang akan berubah kapan saja.
"Wulan, simpan buku tabungan ini diam-diam. Jangan sampai suamimu juga ibu tahu, tabungan ini untuk pegangan mu. Uang jaga-jaga bila suatu saat bapak pergi, mereka mungkin akan mengusirmu. Bapak tahu mereka memang tak suka kepadamu selama ini." Pak Giman menyelipkan buku tabungan ke saku apron yang sedang kupakai. Kebetulan aku sedang memasak untuk makan malam.
Kutatap haru. Tak mungkin aku menolak sikap baiknya, kalau bukan karna beliau mungkin aku sudah kabur dari istana mengerikan ini.
•••
"Perempuan jaman sekarang. Kertas saja ditangisi. Lemah!" Celetuk ibu dari luar.
Mungkin dia melihatku yang sedang menangis bombai dengan cek di tanganku. Ah, dia ini. Mengganggu saja, apa kurang puas aku kerjain kemarin? Haruskah aku berulah lagi lebih dahsyat agar mulutnya kapok?.
"Sayang kopinya dimeja. Jangan kesini dulu, nanti kaget melihat tingkah perempuan aneh dikamarnya." Ucapnya yang pasti meledek diriku.
Dih sayang. Geli sekali aku mendengarnya, diusia seperti itu masih saja ganjen. Dasar perempuan ganjen!
Ayah cinta pertamanya. Mereka bermadu kasih sejak sekolah menengah hingga sama-sama mendapatkan kerja. Namun cinta mereka kandas saat ayahku dijodohkan dengan almarhum ibu. Aku tahu sipat ayah, beliau orang yang sangat baik. Mungkin ayah tak bisa menolak perjodohan itu hingga beliau memutuskan ibu Tesa kekasih sejatinya.
Saat ayah menikah ibu langsung pergi ketempat yang sangat jauh. Ibu pergi menjadi TKW keluar negri, dan tak pernah pulang sama sekali. Entah beliau sakit hati atau mungkin karna memang betah dengan pekerjaannya di negeri orang.
Lalu almarhum ibu meninggal. Tak beberapa lama ibu Tesa datang ke rumahku, beliau datang dengan wajah yang entah itu sedih atau bahagia. Memang sejak dulu aku tak bisa membaca raut wajahnya.
Beberapa bulan kemudian bapak meminta ijinku. Bapak meminta agar aku bisa menerima ibu Tesa sebagai ibu sambung ku. Aku kecewa, aku marah, aku sangat kesal. Saking kesalnya aku hanya diam, aku diam tak keluarkan satu patah pun. Aku sangat tak menyangka jika ayah akan secepat itu melupakan sosok almarhum ibu, hanya hitungan bulan ayah sudah berpaling hati.
Jelas aku benci. Benci sosok Tesa yang merampas cinta ibuku, merampas cintaku juga. Aku merasa ayah telah menduakan aku.
Saat itu ayah sedang terbaring dirumah sakit. Usus buntu yang dideritanya selama ini kambuh kembali. Aku sibuk bekerja untuk mencari uang bakal berobat ayah, dan hanya ibu Tesa yang selalu menjaga dan menemaninya dirumah sakit. Bahkan sebagian besar biaya ayah ibu yang bayar karna aku jelas tak mampu karna diri ini hanyalah wanita penjual rokok. Sales rokok yang selalu diwajibkan mengejar target.
Sejak saat itu bibirku berucap setuju. Setuju dengan perkawinan mereka meski hatiku jelas masih menolaknya, sampai kapanpun sosok ibuku tak mungkin tergeser.
•••
Setelah perut ini keroncongan akhirnya aku nekad keluar kamar. Mataku celingukan mencari sosok ibu kejam, mencari tempat aman untuk mengunyah nasi. Kalau beliau tak ada aku akan sangat leluasa makan, tapi kalau sebaliknya mungkin aku akan keluar mencari makanan. Ah, egoku akan jatuh kalau makan masakan beliau.
KAMU SEDANG MEMBACA
AUTO JANDA [ TAMAT ]
Teen Fiction"Semua bajumu sudah aku kemas. Mulai hari ini kamu bukan istriku lagi. Ibu di bawah sudah menunggumu, baik-baik menghadapnya." Evan menatap datar. "Oke," Timpalku tak kalah datar. "Kamu gak sedih? Aissh, benar-benar kamu Wulan." Ucapnya kesal. Kutar...