Happy Reading📖
•••
Anda
Adit, datang kerumah Kaka hari ini ya. Ada yang mau Kaka bicarakanKukirim pesan kepada sepupuku Adit.
Kusimpan gawai dimeja kamar setelah mengirim pesan kepada Adit. Kudengar suara gaduh dari lantai bawah, suara ibu bernada cukup tinggi. Entah ulah apalagi kini, sepagi ini beliau sudah mengolahraga kan tenggorokannya dengan kuat."Urus saja pakaianmu Gendis. Tak usah kau sentuh pakaian kami." Kudengar lagi suara radio bututnya.
Ibu Gendis tertunduk disamping mesin cuci. Dia tak lagi membalas jeritan ibu, berbeda dengan waktu itu. Dulu bibirnya membebel tak mau kalah, tapi kini dia hanya diam dan berkali-kali ucapkan maaf.
"Kenapa ibu? Gaduh lagi dengan ibu saya?" Ucapku saat mendekatinya.
Ibu Gendis menatapku sedikit takut.
"I-iya non. Tadi bibi mencuci pakaian nyonya juga tuan. Tapi nyonya marah besar, katanya pakaiannya tak boleh saya cucikan. Bibi jadi bingung, kalau bibi tak boleh ini dan itu lantas bibi harus mengerjakan apa di rumah ini non."
Duh. Ibu ini, sepertinya ibu Gendis memang akan memakan gaji buta kalau begini caranya. Setelah kemarin dia marah karna tak setuju ibu Gendis memasak untuknya dan kami, kini pakaian pun masih tak boleh juga. Bagaimana aku akan membullinya, kalau semuanya harus dia kerjakan sendiri.
"Ya sudah ibu, ikuti saja apa yang dikatakan ibu saya. Ibu Gendis jangan sakit hati ya. Ibu memang seperti itu, terlebih jika menyangkut tentang ayah. Apapun itu ibu, entah itu cinta atau obsesinya. Saya juga tak paham." Kuusap pundak ibu Gendis.
Kasihan juga jika melihat ibu Gendis kini. Padahal dulu aku sangat tak menyukainya. Selain perangainya yang kurang baik terhadap kami, dia selalu ikut campur tentang keluargaku.
Namun aku luluh saat dia bersujud dikakiku waktu itu. Dia menangis memohon untuk menyelamatkan anak brandal nya. Dia meminta aku untuk menebus anaknya yang ternyata ditahan polisi karna membawa kabur istri orang. Buntut dari ulah anaknya yang kurang ajar kini ibunya yang harus menaggung ulah anaknya itu. Aku menolongnya ikhlas, aku tak berharap imbalan apapun. Tapi ternyata ibu Gendis wanita yang keras kepala, dia tetap bersikukuh ingin membalas jasaku, katanya dia tak mau berhutang apapun kepadaku, dia mau bekerja apapun untukku apa saja. Aku hargai prinsipnya, aku hargai prinsipnya dengan bekerja di rumahku selama dia mau.
•••
Adit datang dengan motor maticnya. Dia masuk langsung mengembangkan senyum saat melihat aku juga ayah. Kami memang sedang santai melihat acara televisi yang entah acara apa itu, aku tak perhatikan langsung. Aku hanya ingin bermanja saja dengan ayah dikursi ini, bodo amat dengan acara televisi yang tak bermutu itu.
"Om Ryan sehat? Wajah om masih segar saja Adit lihat. Wajah om seperti pake formalin saja, awet muda dan masih guanteng." Ucap Adit saat mencium tangan ayah.
Ayah guyu malu. Giginya yang masih rapi dipamerkan kini.
"Jelas om awet muda Adit, om dilindungi dua bidadari." Ayah duduk dari rebahannya.
Wajahku merona malu saat ayah memujiku.
"Dua bidadari? Sayang, bidadari mu itu hanya aku! Yang satu lagi bukan bidadari, tapi ratu malas! Huh, enak saja aku disamakan sama wanita malas itu." Celetuk ibu dari belakang. Mungkin beliau sedang mengambil cucian dari mesin cuci.
"Jangan dengerin suara cempreng itu Dit, kasihan telingamu nanti." Ucapku ketus.
Wajahku berubah kesal. Ayah mulai lagi menggaruk rambutnya yang mulai menipis.
KAMU SEDANG MEMBACA
AUTO JANDA [ TAMAT ]
Fiksi Remaja"Semua bajumu sudah aku kemas. Mulai hari ini kamu bukan istriku lagi. Ibu di bawah sudah menunggumu, baik-baik menghadapnya." Evan menatap datar. "Oke," Timpalku tak kalah datar. "Kamu gak sedih? Aissh, benar-benar kamu Wulan." Ucapnya kesal. Kutar...