Happy Reading Pembacaku❤️
***
Kudengar suara ramai dibelakang rumah. Suara gelak bahagia, sesekali kudengar suara cempreng Bu Gendis. Suaranya tipis namun jelas, unik dan lucu.
Tapi mungkinkan itu suara Bu Gendis? Jika iya, dengan siapa beliau bergurau seramai itu. Kudengar seperti ramai. Rasa penasaran kini menyelimuti hati, terlebih saat kudengar suara ibu yang tebal itu. Kupastikan itu suara ibu.
Ku Intip dari jendela kamarku. Tampak Bu Tari sedang asik berceloteh, namun hanya Bu Tari saja. Karna jika melihat dari jendela kamar memang tak bisa melihat keseluruhan halaman belakang.
Akhirnya aku turun kebawah. Rasa penasaran kian menggebu. Dilantai bawah tak ada satu orangpun.
Aku berjalan jinjit. Sengaja karna aku ingin melihatnya secara diam-diam. Aku takut kehadiranku merusak suasana bahagia mereka.
Kulihat ibu sedang sibuk menyiram bunga kegemarannya. Lalu Bu Gendis yang mondar-mandir membawakan air untuk ibu dari ember besar yang selalu dibawanya kedalam rumah. Sedangkan Bu Tari sedang asyik bercerita kepada kedua paruh baya itu. Entah apa yang dibicarakannya, yang pasti mereka terlihat terhibur saat Bu Tari berbicara.
"Jadi besar yang mana ularnya yang mulia?" Teriak Bu Gendis dengan ember kecil ditangannya.
Ibu mendelik kearah Bu Gendis. Lalu matanya kembali menatap Bu Tari, kulihat ibu seperti menunggu jawaban dari pertanyaan Bu Gendis untuk Bu Tari.
"Halah ... sama saja! Dua-duanya loyo." Jawabnya dengan gurau sedikit malu.
"Eh Gendis, ceritakan suami kamu!" Seru Bu Tari menantang.
Bu Gendis memancungkan bibirnya.
"Malas lah. Gak ada seru-serunya yang mulia. Suamiku semuanya gak asyik." Jawab Bu Gendis yang masih olak-alik dengan ember yang berisi air.
"Gak seru kamu. Cepat Gendis kalau tidak ku ambil balik baju yang kemarin ku belikan." Ancam Bu Tari.
Bu Gendis pamerkan wajah kesalnya. Beliau semakin laju membawa air untuk menyiram bunga kesayangan ibu ku.
"Dih amit-amit, orang kaya mengancamnya ngeri! Ya sudah aku cerita, dari pada kehilangan baju baru." Bu Gendis duduk di tanah.
Bu Tari kini malah mengikuti Bu gendis yang duduk di tanah. Bu Tari tampak antusias ingin mendengar cerita dari Bu Gendis.
"Tolong ya yang mulia. Gamis yang mulia itu berwarna putih. Jadi tolong, tolong banget itu nyucinya pasti susah banget." Sindir Bu Gendis .
Bu Tari celingukan. Beliau seperti tak peka dengan apa yang dikatakan Bu Gendis tadi.
"Yang mulia yang terhormat. Gamismu, gamis noh. Gamismu yang mencium tanah basah itu! Bisakah Baginda pindah dan mencari tempat yang bersih" mata Bu Gendis mendelik kearah gamis yang dipakai Bu Tari.
"Ya Allah. Kirain apa Gendis. Ya sudah nanti aku buang saja gamis ini gak usah kau cuci." Jawab Bu Tari tanpa beban.
Mata Bu Gendis terbelalak saat Bu Tari mengatakan jika dia akan membuang gamisnya jika Bu Gendis tak ingin mencucinya.
"Eling yang mulia. Eling..nyebut. itu gamis baru dibeli kemarin yang harganya hampir satu juta."
"Diam! Cepat ceritakan suamimu." Bu Tari mulai kesal.
Ibu tersenyum lebar saat melihat tingkah keduanya. Terlihat keakraban dari semuanya, tak pernah kubayangkan jika mereka akan seakrab itu. Entah dari mana awalnya, kukira mereka akan jadi musuh bebuyutan sampai kapanpun. Tapi ternyata, kurang dari satu bulan mereka sudah akrab saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
AUTO JANDA [ TAMAT ]
Teen Fiction"Semua bajumu sudah aku kemas. Mulai hari ini kamu bukan istriku lagi. Ibu di bawah sudah menunggumu, baik-baik menghadapnya." Evan menatap datar. "Oke," Timpalku tak kalah datar. "Kamu gak sedih? Aissh, benar-benar kamu Wulan." Ucapnya kesal. Kutar...