Happy Reading ❤️
Jangan lupa Vote dulu sebelum baca⭐
****
"Mas. Kok dokter Ari belum datang juga, ini sudah mau jam sepuluh loh." Tanyaku yang sejak tadi memperhatikan pintu restoran yang kini sudah hampir tutup.Mas Evan malah acuh. Dia asyik makan dan sesekali mencuri pandang kepadaku.
"Makan Wulan, kenapa sih dari tadi Ari dan Ari saja yang kamu tanyakan. Aku disini loh, mas mu disini Wulan." Mas Evan menggodaku dengan senyum lebarnya.
Lah, bukannya dari awal kita mau makan malam bersama dokter Ari? Lalu apa maksud mas Evan yang dikatakannya barusan. Seolah dia lupa akan janjinya, lupa jika dia mengajakku untuk makan bertiga dengan dokter Ari yang mungkin Dokter Ari akan membicarakan tentang pembedahan ibu Tesa ibuku.
"Jadi kita makan kesini bukan untuk bertemu dengan dokter Ari?" Tanyaku sedikit kecewa.
Mata mas Evan mencorong tajam. Wajah tampannya berubah masam, tampak jika dia menahan kesal atas tanyaku yang sedikit menekan.
"Kan ... Ari lagi, apa harus namaku diganti jadi Ari supaya terus kamu sebut Wulan."
Loh kok jadi dia yang sewot. Harusnya aku yang marah dong! Secara mas Evan telah berbohong kepadaku, bukannya minta maaf malah marah. Dasar egois.
"Ya sudah ayo pulang! Nyesel aku mas. Tau gini mending makan dirumah." Bibirku menggerutu kesal.
Mas Evan tersenyum manis kepadaku. Dih, dikira aku akan luluh kali. Tak sama sekali. Padahal hatiku sudah lunglai tak berdaya.
Mas Evan memanggil salah satu staf dengan acungkan salah satu tangannya. Dia meminta bil dengan senyuman. Lalu staf itu membalas senyuman mas Evan dengan rengkuh.
"Jangan kecentilan! Jangan sok tampan kamu mas." Ketusku.
Mas Evan diam dengan senyuman mengembang. Terlihat sekali raut bahagia saat melihat tingkah ku yang sedikit cemburu.
"Mbak saya pulang dulu ya. Terim--" kutarik lengan mas Evan cukup kuat.
Entah apa yang akan dia ucapkan tadi terhadap staf genit itu. Aku sudah tak tahan lagi melihat tingkah genitnya, awas saja kalau kejadian seperti ini terulang. Akan ku buat wajah tampanmu benjol.
Sepanjang perjalanan pulang aku diam dengan ketusku yang masih kesal mengingat kejadian tadi. wajah staf yang sama genitnya, terlebih saat mata staf itu menatap lekat mas Evan. Rasanya ingin ku cakar saat itu juga.
Mas Evan bersiul ria dengan wajah riangnya. Entah apa yang ada di pikiran nya kini. Dia tampak bahagia dengan siulan yang mengikuti alur musik yang diputarnya.
"Puja-puji tanpa kata
Mata kita yang bicara
Selalu nyaman bersama
Janji takkan ke mana-mana, ya" mas Evan kedipkan matanya terhadapku.Tubuhnya berjingkrak bahagia persis anak muda yang sedang dimabuk asmara. Seolah dunia miliknya kini, dia buka tingkap kaca lalu lambaikan tangannya .
Kurasakan angin malam bertiup lembut. Percikkan suasana nyaman. Ku Tutup mata, kurasakan kenyamanan yang kini berlabuh di hatiku. Aroma parfum mas Evan begitu menggodaku, menggelitik pikiranku yang kini dipenuhi oleh wajah tampannya.
"Wulan ... ayo masuk! Kok malah tidur." Suara mas Evan membuatku terperanjat.
Aku kaget karna jiwaku sedang asyik menikmati wajahnya. Merasakan hangat dan nyaman aroma tubuhnya.
"Haruskah kita berputar lagi dan mengelilingi kota dimalam hari?" Timpalnya saat aku masih diam.
"Gak! Gak usah mas, aku ngantuk." Balasku langsung membuka pintu mobil.
KAMU SEDANG MEMBACA
AUTO JANDA [ TAMAT ]
Teen Fiction"Semua bajumu sudah aku kemas. Mulai hari ini kamu bukan istriku lagi. Ibu di bawah sudah menunggumu, baik-baik menghadapnya." Evan menatap datar. "Oke," Timpalku tak kalah datar. "Kamu gak sedih? Aissh, benar-benar kamu Wulan." Ucapnya kesal. Kutar...