‹ 0.27 𖣂.

477 48 0
                                    

"Lennox?"

Jeno terdiam setelah mendengarkan informasi dari Marvel dan Calvin. Ternyata yang berada diteka-teki itu adalah tuan mereka. Kini mereka sedang berada ditempat Jeno, hanya mereka berempat yang berada disana.

"Karena kita sudah tahu dalang dan yang akan mereka lakukan. Apa yang akan kita rencanakan?" Alden membuka suara.

"Apakah kamu mengetahui kelemahan mereka?" Jeno menatap Marvel dan Calvin bergantian.

"Panas." Ucap Marvel.

"Apa maksudmu?" Jeno mengernyitkan dahinya.

"Saat aku menemukan tempat mereka berkumpul, tempatnya tertutupi awan awan tebal. Dalam tubuh mereka dilengkapi dengan sebuah es dari sihir yang membuat mereka kuat, aku bisa melihatnya karena aku mengenal sihir. Dan karenanya mereka bisa memasuki Calcheth." Jelas Marvel.

"Aku pernah mendengar, sebuah sihir dapat melemah karena panas. Apalagi yang mereka pakai adalah es untuk melindungi mereka. Tentu itu lebih mudah jika terkena panas. Saat peperangan nanti kita harus bisa membuat suhu menjadi panas, karena aku yakin saat peperangan akan terjadi kabut tebal akan datang. Itu rencana Lennox agar mereka tetap kuat. Aku tidak sengaja mendengar saat dua trolls yang mengobrol." Lanjut Marvel.

"Kau benar, beberapa tempat aku dengar sekarang mulai tertutupi kabut. Dari arah timur dari sini pun mulai menggelap tidak ada cahaya matahari." Ucap Jeno.

"Yang kita lakukan sekarang adalah bagaimana membuat matahari bersinar saat peperangan nanti." Ujar Calvin.

"Namun, bagaimana?" Lanjutnya bertanya. Semua hening.

"Kita bisa meminta bantuan, penduduk Sunsurf." Sahut Alden. Sontak semua menoleh.

"Bukankah penduduk Sunsurf tidak ada? Apakah mereka benar-benar nyata? Mereka tidak diketahui bukan benar adanya?" Ucap Calvin.

"Kita bisa mencoba mencari tahu." Jeno bersuara.

"Sunsurf berada dibukit Surf. Aku pernah membacanya, mereka memang tidak ada yang tahu benar adanya atau tidak. Namun aku percaya mereka ada, kita bisa mencari tahu." Ujar Jeno kembali.

"Aku ingin bertanya, apakah kita harus ke Nearon lebih dulu?" Tanya Marvel pada Jeno.

"Kita harus pergi ke Nearon. Aku akan memberikan informasi ini pada ayahku bagaimana mengalahkan Lennox. Karena tentunya ini tugas Nearon sebagai negeri terkuat." Jawab Jeno.

"Membagi tim lagi?" Marvel mendengus kasar. Jeno tersenyum tipis.

"Aku tidak tahu, kita lanjutkan membicarakan ini besok saja. Agar lebih baik dengan para gadis juga." Ucap Jeno, lalu merebahkan dirinya di kasur.

"Enak sekali kau bisa beristirahat diatas kasur empuk ini. Aku berhari-hari hanya diatas tanah." Ujar Calvin dan dengan santainya ikut berbaring disamping Jeno.

"Hei kau siapa, seenaknya saja tidur disini." Ucap Jeno menatap datar pada pria yang tiba-tiba berbaring disampingnya.

"Oh ya, aku belum memperkenalkan diri. Aku Calvin." Ucap Calvin sambil memejamkan matanya, rasanya nyaman sekali karena badannya benar-benar remuk karena misi ini.

"Sepertinya dia benar-benar kelelahan, dia lebih dulu datang dariku." Ucap Marvel sambil memperhatikan Calvin yang mulai terlelap.

"Benarkah? Pantas saja." Kata Jeno.

"Kalau begitu aku ikut tidur disini saja, lagipula tempat ini besar." Marvel langsung membaringkan tubuhnya ditengah-tengah antara Calvin dan Jeno.

Alden menggelengkan kepalanya lalu melenggang pergi dari kamar Jeno. Jeno terkejut mengapa tempatnya dijadikan tempat tidur mereka, padahal masih banyak kamar kosong yang bisa mereka pakai.

𖧧 ָ࣪ ˓˓ é𝗇𝘁࡛𝗋𝖎𝗻‌𝗇α ﹾ⸙

Malam telah tiba, Jeno selesai bersih-bersih. Melirik pada kedua temannya yang masih terlelap. Ingin membangunkannya namun dari rautnya sepertinya mereka benar-benar masih kelelahan. Jeno keluar kamar dan pergi ke kamar Chan untuk menanyakan dimana kamar milik Nana. Setiap orang disini memiliki kamar satu satu, karena memang banyak kamarnya yang tersedia. Pemiliknya memberikan khusus mereka juga karena telah menolong anaknya yang hampir terbunuh oleh para trolls.

Dia mengetuk pintu Nana namun tidak ada jawaban. Karena merasa lama dia langsung masuk kamar itu, dan ternyata tidak dikunci. Jeno membaringkan tubuhnya dikasur empuk itu. Telinganya mendengar suara gemericik air dari kamar mandi. Tentu dia sudah duga itu pasti Nana yang sedang mandi.

Setelahnya tak lama Nana keluar dengan pakaian yang lengkap tentunya. Karena memang biasanya orang-orang memakai pakaian didalam kamar mandi.

Nana terkejut saat melihat ada Jeno yang memejamkan matanya diatas kasurnya. Dia berjalan mendekat untuk mencari tahu apakah Jeno tidur atau tidak. Namun justru tiba-tiba pinggangnya ditarik membuat Nana jatuh diatas badannya.

"Jeno, aku ingin turun." Ucap Nana mencoba turun dari badannya. Namun tenaga Jeno lebih kuat darinya.

Jeno membuka matanya saat Nana memberontak terus diatasnya, akhirnya dia tidurkan Nana disampingnya dengan tangan yang masih bertengger dipinggangnya. Jeno membenamkan wajah diceruk leher milik Nana. Menghirup dalam-dalam aroma lavender yang beberapa hari ini tidak dia rasakan berasal dari tubuh Nana. Membuatnya candu ingin terus menghirupnya.

Nana bergerak gelisah, karena lehernya geli atas perlakuan Jeno. Apalagi disaat Jeno menghembuskan nafasnya, rasa geli itu menyebar sampai ke perutnya.

"Aku merindukanmu." Ucap Jeno lalu menjauhkan wajahnya guna menatap kedua manik indah yang dia rindukan.

"Aku juga merindukanmu." Tangan Nana terulur mengusap pipi Jeno lalu turun hingga ke rahangnya. Pahatan yang sangat sempurna, makhluk mana yang menolak ketampanan seorang Jevano.

"Can i kiss you?" Tanya Jeno lembut dan dibalas anggukan kecil dari Nana. Melihat persetujuan dari Nana, Jeno mendekatkan wajahnya dan akhirnya kedua benda kenyal itu menempel. Melumatnya perlahan, tidak ada nafsu diantara ciuman itu.

Jika mereka sedang melepas rindunya dengan hal yang manis, berbeda dengan Chan dan Marvel yang justru sedang saling diam. Saat Jeno keluar kamar Marvel terbangun karena suara pintu yang tertutup. Yang akhirnya dia bangun dan memilih bersih-bersih karena semua perlengkapan sudah ada lagipula.

Marvel melangkahkan kakinya ke rooftop untuk menghirup udara segar tapi justru menemukan Chan yang terduduk dirooftop sedang melihat bintang-bintang. Marvel mendekatinya namun justru Chan mendelik tidak suka, tentu dia bingung kesalahannya dimana. Hingga akhirnya keduanya saling diam.

"Chan, Are you okay?" Marvel akhirnya memilih bersuara. Karena tidak mungkin mereka terus diam seperti ini. Chan hanya berdehem sebagai jawaban.

Marvel menyandarkan kepalanya di pundak Chan, dan ikut menatap langit malam. Chan menoleh kecil dan menggerakkan pundaknya agar Marvel bangun.

"Biarkan seperti ini sebentar Chan, aku merindukanmu." Ucap Marvel namun mengecilkan kalimat terakhir. Tapi tentu Chan masih bisa mendengar suara itu karena Marvel tepat sangat dekat dengan telinganya.

"Bagaimana kamu selama misi ini? Apakah ada yang terluka?" Tanya Marvel memulai topik.

Chan menggelengkan kepalanya. "Tidak ada, semua baik-baik saja. Hanya satu hal yang sangat tidak menyenangkan untukku."

"Apa itu?"

"Tidak ada kamu Marvel."

Jawaban Chan sukses membuat Marvel terkekeh gemas. Mengangkat kepalanya lalu mendekap tubuh Chan dan menyandarkan kepalanya didada bidang milik Marvel. Marvel mengusap lembut pucuk kepala Chan. Kepalanya kembali terangkat menatap langit malam. Dan setelahnya Marvel kembali berucap.

"The moon is beautiful isn't it?"
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ𖥻TBC

Ciahhh ahaha, jantungnya aman ngga ya kira-kira Chan.

Jangan lupa votenya, follow juga kalau bisa hehehe.

See you all.

(✓) ENTRINNA : Foreign Country | markhyuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang