Dimeja makan semua orang sedang menikmati sarapan mereka masing-masing. Tidak ada suara lain selain dentingan suara sendok dan garpu.
Jennie sesekali mencuri curi pandang ke arah gadis blonde. Ia selalu mendapati sikap adik kesayangan nya yang acuh terhadap dirinya. Walaupun dirinya selalu mencoba mengajak sang adik mengobrol, tapi adiknya itu terlihat tidak perduli sama sekali.
Bahkan jika ia melontarkan satu patah kata saja untuk berbicara dengan adiknya, Chaeyoung langsung pergi dari hadapan nya.
"Sekarang kau senang kan, Unnie?" Semua orang yang ada disana seketika terdiam ketika gadis blonde mengeluarkan suaranya.
Jennie yang merasa kalimat itu tertuju padanya, seketika langsung menatap sang adik. Begitupun dengan yang lain.
"Apa maksud mu, Chaeng?" Melihat gadis blonde yang menatapnya dengan tatapan yang tidak bisa ia baca, Jennie hanya diam menunggu kalimat yang akan dilontarkan sang adik.
Chaeyoung yang mendengar kalimat Jennie seperti itu tertawa hambar. Lihatlah, bahkan kakaknya ini tidak merasa bersalah sama sekali. Pikirnya.
"Tidak usah berpura-pura tidak tahu." Dingin. Itulah suara sang adik yang Jennie dengar. Bahkan suara itu ia baru mendapatkan nya. Karna selama ini adiknya itu selalu mengeluarkan suara manjanya.
"Kau senang kan sekarang? Gadis yang kau anggap sebagai pengganggu dan kau benci itu sekarang sudah tidak ada disini."
"Seharusnya dulu aku tidak mengikuti dirimu untuk menjauhinya. Jika saja waktu itu aku tidak menjauhinya, mungkin saat ini aku dan Lisa sudah sangat dekat." Air mata yang selama ini ia tahan mengalir begitu saja tanpa aba-aba.
Jennie yang melihat Chaeyoung menangis segera memalingkan wajahnya. Ia sangat tidak suka melihat adik atau kakaknya menangis. Ingin sekali ia mengusap airmata itu dan memeluk sang adik, tapi tidak bisa.
"Kau tau, Unnie? Ketika aku melihat temanku yang begitu dekat dengan adiknya, aku iri dengan kedekatan mereka. Dari situ aku mulai mendekati Lisa agar aku bisa merasakan bagaimana rasanya mempunyai seorang adik. Tapi ketika sedikit lagi aku akan dekat dengan adikku, kau dengan tega nya menyuruh gadis itu untuk pergi dari kita."
Chaeyoung sudah tidak tahan lagi dengan ini semua. Ia meluapkan semua nya dihadapan kedua orang tua serta kakaknya.
"A-aku... Sangat membenci dirimu." Setelah mengatakan kalimat itu ia beranjak dari kursinya dan pergi dari sana.
Walaupun suara adiknya begitu lirih dan pelan, tapi kalimat nya masih bisa ia dengar. Ingin mengejarnya tapi Jisoo menahannya.
"Biarkan dia pergi, beri dia waktu untuk sendiri."
"Tapi Unnie..."
"Kakakmu benar, beri adik kalian waktu." Setelah mendengar sang Appa berujar seperti itu, mau tak mau Jennie harus menurutinya.
......Setelah mengatakan kalimat seperti itu kepada Jennie, didalam mobil Chaeyoung terus-menerus menyalahkan dirinya.
Ia merasa sangat bersalah sekarang, pasti kakaknya itu sakit hati dengan perkataannya.
"Bodoh, kenapa aku harus melontarkan kalimat seperti itu. Pasti Jennie Unnie sakit hati mendengar nya."Walaupun merasa bersalah, ia tidak ingin meminta maaf. Anggap saja itu sebuah hukuman untuk kakaknya itu karna sudah dengan teganya mengusir adiknya.
"Maaf, Unnie.. Tapi kali ini kau memang berhak mendapatkan kalimat seperti itu. Anggap saja itu sebagai hukuman dariku karna kau sudah menyuruh adikku pergi dari sisiku."
Setelah menyelesaikan gumamannya ia langsung melajukan mobilnya. Hari ini ia berniat untuk mencari adiknya.
.......Prang!
"Sudah ku bilang untuk tidak terlalu fokus dengan perusahaan mu itu!"
Jiyong hanya mampu menundukkan kepalanya dalam-dalam. Ia tidak berani menatap wajah sang ayah.
Bukan hanya Jiyong yang sedari tadi menunduk takut, tapi ketiga wanita kesayangannya juga.
"Akibat kelalaian mu dan istrimu itu, cucu ku pergi dari rumahnya saja kalian tidak tahu. Orang tua macam apa kalian ini?"
Park Byung Hun mengusap wajahnya kasar ketika melihat ke empat manusia dihadapannya hanya diam dan menundukkan kepala mereka dalam-dalam.
Tatapan nya kali ini terhenti ketika melihat cucu keduanya. Byung Hun tidak habis pikir dengan cucunya ini.
Ia bahkan masih sangat ingat. Dulu ketika ke empat cucunya masih sangat kecil, Jennie adalah cucunya yang sangat menyayangi Lisa. Bahkan dapat dikatakan jika Jennie sangatlah pilih kasih terhadap kedua saudarinya yang lain.
Tapi entah apa penyebabnya, Jennie sangatlah berbanding terbalik. Bahkan gelar Adik kesayangan yang dahulu adalah milik cucu bungsunya, kini berganti menjadi milik Chaeyoung.
"Harabeoji tidak habis pikir dengan dirimu, Jennie-ya." Jennie yang namanya disebut sang kakek, langsung mendongakkan kepalanya.
"Bukankah dulu kau adalah cucuku yang sangat menyayangi Lisa? bahkan bisa dikatakan jika kau adalah saudari yang sangat pilih kasih terhadap saudarimu yang lain." mendengar kalimat yang seperti itu dari Byun Hun, Jennie langsung mendudukkan kepalanya lagi.
"Sebenarnya ada apa dengan dirimu, Jennie-ya?" Menghela nafas kasar. Byung Hun akhirnya beranjak dari sana.
"Aku akan mencari cucuku sendiri dan akan membawanya pulang ke rumahku." Mendengar kalimat yang seperti itu dari ayah mertuanya. Yuri mendongakkan kepalanya.
"A-appa, apa yang kau katakan?"
"Aku akan membawa Lisa pulang ke rumahku. Ini adalah keputusan akhir ku." Yuri yang mendengar itu hanya bisa menangis.
"Jiyong-ah, lakukan sesuatu. Kau tidak akan membiarkan Uri Lisa tinggal bersama kakek neneknya, kan?" Jiyong yang mendengar sang istri melontarkan kalimat begitu lirih. Langsung mendekap dan menganggukkan kepala.
"Eoh, aku tidak akan membiarkan Appa membawa Lisa pulang dengannya. Dia memang kakeknya, tapi kita adalah orangtuanya. Jadi kita lebih berhak atas dirinya. Kau tenang saja."
Yuri yang mendengar sang suami berbicara seperti itu sedikit lebih tenang. Dan membalas dekapan hangat suaminya itu.
Ia memang frustasi dengan keputusan mertuanya. Tapi perkataan Jiyong ada benarnya juga. Mereka adalah orangtua Lisa, jadi mereka lebih berhak atas gadis berponi itu.
Tasikmalaya, 25 Mei 2023.
Note.
ada yang kangen sama cerita gue ga ya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Distance
FanfictionSeberapapun jarak yang mereka buat, mereka tetaplah saudara. Ikatan darah tidak dapat dihalangi oleh badai sebesar apapun.