Hari ini adalah jadwal Lisa untuk cuci darah. Dia ditemani kedua orang tuanya. Sejak kejadian kemarin malam, perasaan Jiyong dan Yuri tidak bisa tenang. Sebenarnya tidak hanya kedua orang tua Lisa yang ada di sana. Ibu angkat Lisa pun ada.
Yoojin memang sengaja ikut, karena sebelum kedua orang tua kandung Lisa tahu. Dirinya lah yang tahu lebih awal soal penyakit Lisa.
Mereka bertiga sudah hampir 3 jam berada disana. Biasanya, proses cuci darah yang dilakukan Lisa akan memakan waktu cukup lama. Mungkin sekitar 4 sampai 5 jam.
Setelah menunggu cukup lama, proses cuci darah yang dilakukan Lisa akhirnya selesai. Seorang dokter keluar dari ruangan Hemodialisis.
"Tuan, bisa ikut keruangan ku? Ada beberapa hal yang ingin aku sampaikan tentang penyakit Nona Lisa padamu." Ketika ingin beranjak dari sana, lengan Jiyong ditahan oleh Yuri.
"Aku ikut." Yuri menatap suaminya dengan tatapan memohon.
"Kau tunggu saja disini. Temani putri kita."
"Ada Yoojin disini. Biarkan ibu angkatnya yang menemani putri kita." Mendengar namanya disebut, Yoojin yang tadinya sedang memainkan ponsel miliknya langsung mendongak.
"Dia benar. Kalian pergilah, biar aku yang menjaga Lisa selama kalian berbicara dengan dokter." Jiyong mengangguk dan langsung menarik tangan Yuri untuk pergi dari sana.
Sesampainya diruangan dokter Choi. Mereka berdua dipersilahkan duduk. Sebelum benar-benar menyampaikan sesuatu kepada kedua orang tua pasiennya. Dokter Choi menarik napasnya terlebih dahulu.
"Tuan, kanker ginjal yang diderita Lisa saat ini sudah semakin parah. Obat-obatan yang ku berikan sepertinya tidak begitu berpengaruh besar terhadap penyakitnya itu. Juga..." Dokter Choi menjeda kalimat yang akan ia ucapkan itu.
Kedua pasangan suami istri itu saling pandang, namun hanya sebentar. Mereka berdua menunggu kalimat yang akan disampaikan dokter yang menangani anaknya.
"Juga apa, Dokter?" Diamnya dokter Choi itu membuat Yuri tak sabaran. Wanita itu ingin tahu kalimat selanjutnya yang akan disampaikan.
"Sebenarnya saya sudah berjanji tidak akan memberitahu hal ini kepada kalian berdua. Namun, mengingat jika Nona Lisa tidak akan menyukai hal ini. Sepertinya kalian berhak tahu." Dokter Choi membuka laci meja nya. Ia mengambil tiga amplop putih berlogokan rumah sakit. Lalu memberikannya kepada Yuri dan Jiyong.
Mendapatkan itu mereka berdua segera mengambilnya. Mereka ragu dengan amplop itu. Namun rasa penasaran mereka begitu besar. Setelah berhasil membaca isi dari kertas itu, keduanya terkejut.
Dimeja itu masih ada satu amplop yang belum mereka baca. Dengan cepat Jiyong mengambilnya, lalu membacanya dengan seksama. Keduanya membaca berulang kali isi dari kertas yang mereka pegang.
Beberapa kali mereka baca, isinya tetap sama. Ini bukan mimpi, ternyata. Melihat reaksi dari kedua manusia dihadapannya, dokter Choi hanya diam.
"Dokter, kami permisi." Mereka berdua membungkukkan tubuhnya lalu pergi dari sana.
Jiyong berjalan dengan cepat, hingga melupakan jika dia tak sendirian di sana. Yuri tidak mempermasalahkan hal itu. Karena dia tahu jika sang suami sedang marah. Begitu pun dengan dirinya. Wanita itu berlari kecil guna mengejar suaminya.
Sesampainya basement rumah sakit. Jiyong tak langsung melajukan mobilnya. Pria itu menelpon seseorang. Barulah ketika selesai ia melajukan mobilnya dengan kecepatan yang lumayan tinggi.
"Turunkan kecepatannya. Kau bisa membuat kita berakhir dirumah sakit jika seperti ini." Mendengar itu Jiyong terkekeh kecil.
"Kau tidak tahu perasaanku seperti apa sekarang, Yuri-ya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Distance
FanfictionSeberapapun jarak yang mereka buat, mereka tetaplah saudara. Ikatan darah tidak dapat dihalangi oleh badai sebesar apapun.