Distance - Eps. 41

763 85 7
                                    

Sudah tiga hari gadis berponi itu tidak keluar dari kamarnya sejak tahu jika ketiga saudarinya ingin mendonorkan ginjal untuknya. Lisa bahkan tidak pernah mengikuti sarapan ataupun makan malam bersama.

Lisa masih merasa marah. Jika saja saat itu ia tidak pulang, mungkin ia tidak akan mengetahui hal ini. Mungkin keluarganya akan merahasiakan hal ini dari dirinya. Lisa sangat bersyukur karena ia mengetahuinya saat itu juga. Ketika ia mengingat hal itu kembali, rasanya sungguh sesak.

Lisa selalu merutuki dan menyalahkan dirinya. Jika saja ia tidak penyakitan seperti ini, mungkin ketiga kakaknya tak akan ada niatan sejauh itu. Lisa ingin marah, tapi pada siapa?

"Sayang, Halmeoni dan Harabeoji berkunjung. Mereka mencari mu." Yuri menatap pintu itu, berharap Lisa membukanya.

Melihat sepasang sandal dihadapannya, senyum Yuri mengembang. Tapi senyum itu perlahan hilang ketika melihat wajah Lisa yang pucat. Lisa sendiri tak ada niatan untuk menutupi nya dengan polesan make up.

Dengan langkah yang sedikit cepat itu Lisa mulai meninggalkan sang ibu. Sesampainya dilantai bawah, Lisa mulai mendekap kakek dan nenek dari sang Appa.

Semenjak kejadian tempo hari, orang tua dari ayahnya itu sudah tiga hari berturut-turut mengunjungi mereka. Tapi baru kali ini Lisa mau menemui keduanya.

Gadis itu duduk disebelah Jisoo. Menyimak pembicaraan mereka dalam diam. Walaupun Jisoo duduk bersampingan dengan Lisa, mereka berdua tidak berbicara satu sama lain.

"Halmeoni boleh bertanya padamu, Lisa-ya?" Lisa hanya menjawab dengan anggukan.

"Kenapa Lisa tidak ingin melakukan transplantasi ginjal?" Semuanya menatap Lisa dengan tatapan menuntut jawaban.

Sebelum menjawab pertanyaan sang nenek, Lisa terlebih dahulu membasahi bibirnya yang terasa kering. Lalu menatap kedua orang tua serta kakek dan nenek nya.

"Itu.... Aku hanya merasa takut." Mereka saling pandang setelah mendengar alasan anak itu.

"Wae? Apa yang Lisa takutkan, Nak? Bukankah dengan itu Lisa akan sembuh?" Yuri berjongkok dihadapan anak bungsunya. Wanita itu mengusap tangan milik Lisa lembut.

"Jika sebaliknya bagaimana, Eomma? Aku..." Air mata yang sedari tadi ia tahan itu berhasil keluar dengan berdesakan.
........

Pembicaraan mengenai dirinya itu membuat Lisa merasa sedikit lelah. Entahlah, ia pun tidak tahu mengapa hal itu sering terjadi. Terkadang, Lisa merasa lelah padahal ia hanya melakukan hal kecil.

Dikamar itu hanya ada Jiyong yang menemaninya. Jiyong selalu memandang wajah Lisa yang tampak pucat. Rasa takut dalam dirinya selalu hinggap. Perkataan milik Byun Hun selalu terngiang di telinganya.

Perlahan hazel itu terbuka. Lisa meringis tatkala merasakan nyeri pada perutnya. Hal itu tentu membuat Jiyong panik.

"Sayang, kita ke rumah sakit, hm?" Jiyong mengusap surai Lisa dengan lembut.

"Aniya, Appa. Aku hanya merasa lelah saja." Jiyong mengepalkan tangannya setelah mendengar jawaban anaknya itu.

Pria itu sudah menduga jika Lisa akan menolak ajakannya ke rumah sakit. Setiap Jiyong dan Yuri mengajaknya ke rumah sakit, Lisa pasti selalu menolak.

"Appa..." Dengan suara serak Lisa memanggil sang Ayah.

"Hm? Lisa merasakan sakit lagi?" Lisa menyentuh tangan milik ayahnya itu.

"Jika aku menolak melakukan transplantasi ginjal, apa Appa tidak keberatan?"

"Sayang..." Air mata itu perlahan jatuh membasahi pipinya. Lisa baru pertama kali melihat ayahnya itu menangis.

DistanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang