Sekarang gadis itu tahu mengapa adiknya begitu marah pada adik bungsu mereka. Ia pun sekarang tahu bagaimana perasaan adiknya.
Ia senang karna bisa bertemu dengan adik bungsunya. Tapi dibalik rasa senang itu ada rasa sedih yang singgap juga. Ia sedih karna adiknya lebih memilih oranglain daripada dirinya.
Ia sedih karna adiknya lebih memilih pulang bersama gadis kecil beserta keluarganya daripada ikut pulang bersamanya.
"Apakah ini sebuah hukuman untukku karna aku sudah terlalu banyak melontarkan kalimat kasar dan membuatnya sakit hati, Tuhan?" Gadis itu terus menatap ke arah langit sambil bergumam.
Angin malam berhembus dingin. Tapi itu tidak membuat dirinya beranjak dari taman belakang mansion.
"Ini sudah pukul 3, masuklah. Nanti kau akan sakit." Walaupun kalimatnya terkesan sedikit dingin, tapi dalam kalimat itu terselipkan rasa khawatir. Hanya saja ia tidak menunjukkannya.
Melihat adiknya mengabaikan perintah darinya, mau tak mau Jisoo terpaksa harus mendekati nya. Jisoo terkejut ketika melihat jika wajah gadis berpipi mandu sedikit pucat.
"Ayo masuk. Angin malam tidak baik untuk kesehatan mu." Jennie tidak merespon nya, karna ia terus menerus menatap wajah sang kakak.
"Unnie.." Jisoo yang malas menjawab panggilan itu hanya diam saja.
"Apa kau... Masih marah pada ku sama seperti yang lain?" Langkahnya terhenti ketika mendengar kalimat itu.
"Tubuhmu hangat. Unnie akan mengantarkan mu ke kamar." Melihat kakaknya mengalihkan topik pertanyaannya ia hanya diam saja. Terlihat olehnya jika sang kakak memang masih marah terhadap dirinya.
Ketika sudah sampai didalam kamar adiknya. Jisoo langsung membaringkan sang adik. Ketika ingin keluar dari sana, niatnya ia urungkan karna merasa pergelangan tangannya tercekal.
"Apa sebesar itu kebencian mu pada ku, Unnie?" Jisoo yang sudah lelah mendengar adiknya bertanya hanya bisa menghembuskan nafas kasar.
"Unnie tidak pernah membencimu. Unnie hanya marah pada mu." Ia berterus terang agar adiknya itu diam.
Jennie yang mendengar itu entah kenapa ia ingin sekali menangis.
"Mianhae, aku benar-benar minta maaf. Aku akui jika aku memang bersalah. Tolong maafkan aku, Unnie."Jisoo tidak tega melihat salah satu adiknya menangis. Alhasil ia mendekati nya kembali dan menenangkan nya.
"Tolong maafkan aku, Unnie. Aku berjanji tidak akan mengulanginya lagi dan akan merubah sikapku terhadap Lisa." Jisoo yang mendengar itu langsung memeluk erat adiknya.
"Unnie.."
"Suttt, Unnie sudah memaafkan mu. Jadi berhentilah menangis." Jennie tersenyum mendengar itu, ia pun membalas dekapan sang kakak dengan sangat erat.
........Ketika ingin kembali ke lantai dasar dimana dapur berada, Yuri terkejut dengan kemunculan putri pertamanya keluar dari kamar putri keduanya.
Seingatnya ketiga putrinya sedang tidak akur. Chaeyoung yang selalu menyalahkan Jennie karna kepergian Lisa, dan Jisoo selalu mendiaminya.
Jisoo yang melihat sang ibu berdiam diri dihadapannya terkejut. Tapi ia senang karna penampilan ibunya jauh lebih baik dari sebelumnya.
Ia tersenyum dan menghampiri ibunya itu. Memeluknya hangat dan tak lupa mengecup pipi nya dengan sayang.
"Eomma sudah lebih baik?" Yuri tersentak ketika mendengar suara putrinya itu. Ia terlalu hanyut dalam pikirannya terhadap keluarga kecilnya.
"Ah, Nde. Eomma sudah merasa lebih baik. Itu semua berkat putri cantik Eomma ini." Jisoo menghembuskan nafas lega dan tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Distance
FanfictionSeberapapun jarak yang mereka buat, mereka tetaplah saudara. Ikatan darah tidak dapat dihalangi oleh badai sebesar apapun.