🌼04. | Ozi ; The Pain Guitarist |

65 13 48
                                    

Don't forget to vote, comment and follow

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Don't forget to vote, comment and follow.

Thank you🐝

ılıılıı

Seharusnya, taman hiburan itu akan menjadi tempat favorit berkesan bagi anak-anak pada umumnya. Namun tidak bagi Ozi, dia... Sangat trauma dengan taman hiburan. Taman yang penuh akan permainan dan wahana menarik.

Namun bagi Ozi, taman hiburan itu begitu menyeramkan. Suatu ketika Ozi dengan Ibu di taman hiburan, Ozi sangat bahagia. Naik komedi putar, naik rollercoaster, bermain pancing ikan, masuk wahana hantu, beli permen kapas dan mengelilingi arena taman hiburan dengan perasaan senang. Namun kebahagiaan Ozi hanya sementara, sebelum akhirnya ia ditinggalkan oleh Ibu entah kemana.

Bianglala sebagai wahana terakhir yang ia naikki lah sebagai saksinya.

"Ozi tunggu Ibu di sini, ya?" Ozi yang baru berusia tujuh tahun kalah itu merengek kecil, "mau kemana? Jangan tinggalin Ozi, Bu. Ozi takut Ibu ninggalin Ozi kayak Ayah..."

"Ibu... Cuma mau beliin balon buat Ozi. Sebentar. Di sana." Kata Ibu seraya menunjuk tukang balon yang letaknya lumayan jauh dari wahana bianglala berdiri.

"Tapi janji jangan lama, ya?" Ozi melihat dengan jelas, senyuman manis Ibu masih melekat hebat dibenak nya. Senyuman yang teduh, dan Ozi menyukainya. "Iya."

Setelah itu, Ibu hilang ditelan kerumunan, jarak menjadi penghalang. Kemudian Ozi hanya duduk ditepian seraya menunggu Ibu datang memberikan balon yang diinginkannya sebelum naik bianglala tadi. Anak itu menunggu kebosanan, berkali-kali mengubah posisi duduk hingga berdiri mondar-mandir dengan gelisah. Sesekali melongok kearah pergi Ibu.

Hari semakin gelap, janji Ibu tidak pernah ditepati sampai Ozi berumur tujuh belas tahun. Dan selama tujuh belas tahun itu pula Ozi menunggu Ibu di wahana bianglala yang menjadi tempat pertemuan terakhir mereka.

Kini Ozi menatap kerumunan orang-orang, mereka semua tampak bahagia. Lain dengannya yang masih mengenakan seragam SMA seraya memegang balon berbentuk awan yang dulu sangat Ozi inginkan. Seketika, Ozi membencinya. Jika saja ia tak menangis lalu memaksa Ibu untuk membeli balon itu, jika saja Ozi seharusnya ikut dengan Ibu untuk membeli balon itu. Mungkin sampai kini, Ozi masih bersama Ibu, masih melihat senyum Ibu, masih bisa memeluk Ibu.

"Gak mau pulang, Kak?" Lamunan Ozi buyar tatkala suara halus milik Nibita-adik dari orang-tua angkatnya-menembus indera pendengarannya, dengan kedua tangannya yang memegang gulungan arumanis, atau permen kapas. "Nih," katanya seraya memberikan satu untuk Ozi. Cowok itu menerimanya kemudian, dua remaja yang terpaut usia dua tahun itu duduk bersebelahan di kursi kayu panjang dekat bianglala.

"Rindu Ibu, ya?" Ucap Nibita tanpa menatap mata Ozi, begitu pula sebaliknya. Mereka berbicara dengan posisi yang sibuk dengan permen kapas nya masing-masing.

7'Rotasi Mimpi ; Alstroe Arts ComunityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang