Chapter - 41

78 17 2
                                    

"Abang!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Abang!"

Teriakan Havva pagi itu bisa saja membangunkan beberapa penghuni perumahan saking kerasnya serta excitednya dia kala melihat seseorang yang sangat amat ia kenal sedang berlari kecil mengitari jalanan perumahan. Saking semangatnya, dia sampai melompat-lompat dengan kedua tangan yang sudah heboh melambai agar orang itu segera mengetahui keberadaannya.

Padahal mata keduanya sempat bertubrukan, namun, Jaya malah melewati Havva begitu saja. Seperti tak mempedulikan keberadaan Havva yang sepagi ini berada di daerah tempat dia tinggal.

Apakah dirinya tak terlihat?

"Abang!" Havva berteriak kembali memanggil Jaya. Siapa tahu memang lelaki itu memang tidak melihatnya tapi tidak diikuti dengan gerakan heboh tadi.

Percuma.

Jaya tidak membalikkan badannya.

Emosi seakan meluap. Dengan menghembuskan napas yang kasar, Havva menatap sengit kepergian Jaya. Lihat saja, akan Havva adukan kelakuan Jaya ini pada mama Indah.

Dengan wajah yang tertekuk, Havva berjalan kearah rumah Jaya. Dipertengahan jalan, dia melihat Jaya yang sudah berhenti dari aksi olahraga larinya. Kini, lelaki itu sedang duduk di salah satu bangku taman menghabiskan sebotol air mineral ditangannya. Terlihat napasnya yang tak beraturan, jelas, lelaki itu tadi sehabis olahraga. Apa yang diharapkan? Tidak ada wajah kelelahan? Seperti banyak tokoh utama dalam drama di mainkan? Jaya manusia pasti ada waktunya kelelahan.

Havva mengibaskan satu tangannya di depan wajah, berusaha menyadarkan diri jika kali ini dia sedang marah pada Jaya.

Sudah lah Havva, kenapa malah memperhatikan si jutek itu. Abaikan saja!

"Mau ke rumah, Va?"

Jaya bertanya pada Havva yang melewatinya.

Bukan Havva namanya jika tidak melebihkan suasana, seperti ajaran Orion dan Ashka. Saat mendengar pertanyaan yang diajukan Jaya, Havva memilih membuang muka ke arah berlawanan. Berlagak tidak mendengarkan apa-apa, dan juga tidak melihat keberadaan seseorang.

Jaya menaikkan alisnya karena heran. Mencoba mencerna kenapa sikap Havva mengabaikannya. Sebenarnya tak butuh waktu lama, Jaya mengerti apa yang membuat gadis itu marah padanya. Sudah sering bersama, Jaya hapal setiap tabiat orang terdekatnya.

Buru-buru Jaya mengejar langkah kecil milik Havva. Ia tepuk pundak gadis itu beberapa kali, berharap sang empu menoleh padanya yang sudah berjalan tepat di sampingnya.

Havva mengibaskan tangannya pada baju yang Jaya tepuk barusan. Berusaha menghilangkan jejak tangan Jaya yang malah terkesan terlihat kekanakan. "Jangan pegang-pegang!" katanya dengan nada ketus.

"Oke, oke,"

Jaya mengangkat kedua tangannya menyerah. Tidak ingin menyentuh gadis itu.

"Mau ketemu Mama?"

Yes! Princess!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang