Chapter - 14

135 32 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.




Havva yang baru saja tiba di depan gerbang sekolahnya langsung melihat kearah kiri dan kanan.

Melihat keadaan.

Apa Orion sudah sampai dan malah akan menghadangnya di pintu gerbang atau tidak.

Tidurnya tidak nyenyak semalam karena harus memimpikan si biang rusuh itu.

DOR!!

"Arrghhh!!! Aishh!!!"

Havva menjerit kuat sekali. Membuat beberapa pasang mata menatapnya kesal, mungkin mereka juga ikut dibuat terkejut oleh suara teriakannya.

Dia berbalik ingin langsung memarahi siapa gerangan yang mengejutkannya. Jika itu Orion, habis sudah kesabarannya yang sejak kemarin dia coba tahan.

Havva pun mengepalkan kedua tangannya, bersiap-siap untuk melakukan pembalasan. Namun, belum sempat tangannya memukul badan orang yang dianggapnya Orion itu, Havva dibuat linglung karena orang itu bukan Orion melainkan Titan, kakak kelasnya.

Titan menatapnya dengan senyuman khas yang dia miliki. Yaitu, matanya akan menghilang jika dia sedang tersenyum lebar maupun tertawa.

"Kaget?"

Havva mendengus, "kakak pikir aja!" Dia menjatuhkan kepalan tangannya ke samping tubuhnya. Tidak jadi ingin memukul.

Titan malah tertawa saat mendengar jawabannya.

"Aneh banget sih lo kak? Gak ada yang lucu malah ketawa gitu. Seneng? Iya? Abis buat gue teriak kayak tadi? Tau gak karena ulah kakak, anak Antariksa yang sedang lewat pada ngeliatin aku dengan tatapan sinis mereka?!" cerocos Havva yang mulai kesal pada Titan.

"Muka lo lucu banget ya kalo lagi marah." Titan seperti tidak mendengarkan perkataan Havva barusan, dia malah mengarahkan tangannya pada kedua pipi Havva yang sedikit tembam untuk dia cubit. "Ini, nih. Gemes banget gue ngeliatnya dari tadi. Dia langsung gembung gitu, kayak nyonya Puff."

"Ck. Lepasin, kak! "

Havva berusaha melepaskan tangan Titan yang masih betah mencubit pipinya dengan memukul-mukul tangan Titan. Nyubit nya sih memang gak kuat, tapi, kalo megangnya terlalu lama sakit juga. Bisa merah ini kalo kelamaan.

Tak berselang lama, kepala Titan di getok menggunakan kertas yang sudah digulung menjadi satu dari arah belakang Havva.

Cukup kuat sepertinya hingga membuat Titan mengaduh sampai kesakitan, baru lah Havva bisa bernapas dengan lega karena cubitan pipi itu akhirnya terlepas. Dia mengelus pipinya yang terasa hangat. Bibirnya mengerucut, dia yakin pipinya pasti memerah.

"Apa sih, Jay? " tanya Titan sedikit kesal pada orang dibelakangnya.

Havva menjadi kaku walau hanya mendengar namanya. Dia jadi kembali mengingat kejadian saat ditoko neneknya. Saat dia memakai nametag milik kak Dina di hadapan Jaya.

Yes! Princess!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang