3. Tak Apa Karena Itu Kalla

74 18 3
                                    

𝒟𝒾𝒻𝓇𝒶𝓀𝓈𝒾

"Kalla.." teriak gadis itu di depan pintu rumah, teriakannya begitu nyaring, amat sangat berisik bak suara toa. Gadis itu masih setia berdiri di depan pintu, Ia mengetuk pintu itu pelan, padahal ada bel yang siap dipencet kapan saja, tetapi malah memilih mengetuk pintu. Dasar! di kasih yang gampang malah milih yang susah.

"Kalla dicariin Difra nih.." emang nggak ada sopan-sopannya ini anak.

Tak lama keluar seorang wanita yang langsung Difra tebak sebagai asisten rumah tangga disitu, "cari siapa ya dek?" tanya perempuan setengah baya tersebut, tidak terlalu tua juga. Akan tetapi sedikit lebih tua dari Mbaknya dirumah, hanya sedikit.

"Kallanya ada nggak ya Mbak? Soalnya tadi dia nggak masuk sekolah" ucap Difra, tadi Kalla memang tidak sekolah. Tapi katanya emang sakit, makanya Ia sebagai teman yang baik menjenguk.

"Waduh, anak itu ya! Padahal tadi pagi dia keluar dari kamar sudah pakai seragam sekolah loh. Masa malah nggak masuk sekolah, bisa gawat kalau Bapak sama Ibu tahu" kata Mbak yang panik sendiri, Difra menggaruk rambutnya yang tidak gatal. Jika Kalla tidak dirumah, lalu dimana anak itu sekarang?

"Berarti dia nggak dirumah ya Mbak? Kalau gitu aku pamit dulu deh, mau cari Kalla" ia berpamitan lalu nyelonong pergi.

Saat pintu sudah ditutup, Difra teringat dengan buah tangan yang Ia bawa. Buah itu Ia beli disaat perjalanan menuju ke sini, mengingat Kalla yang katanya sakit.

Gadis dengan bando berwarna pink itu kembali lagi akhirnya, menghela nafas lesu. Tak lama gadis itu terkikik sendiri, tawanya pun sudah sangat persis dengan mbak-mbak berbaju putih yang rumahnya di pohon-pohon, itu loh yang hobinya membuat orang jantungan.

Ia kembali memencet bel, lalu Mbak yang tadi keluar dan menatapnya heran ”Ada yang ketinggalaan ya dek?"

Difra berpikir sejenak sebelum menjawab "Ada Mbak."

Jejak ku masih di sini Mbak..

Di sinilah gadis itu sekarang, setelah mengemis-ngemis dengan asisten rumah Kalla, Ia kini sudah berada di dapur. Jika mau dapat orangnya, maka rebut hatinya dulu. Salah satunya dengan membuat Kalla terbiasa makan masakannya.

"Aduh dek, kenapa repot-repot bantu saya segala sih. Jadi enak kan, apalagi kamu itu pacarnnya Den Kalla." ucap wanita yang Ia ketahui bernama Mbak Tari itu. Difra menjawab dengan gelengan kepala.

"Nggak kok Mbak Tar, malah Difra suka bantu Mbak" jawabnnya sambil menahan air mata yang ingin menetes dari tempatnya. Dikatain pacarnya Kalla nih.

"Eh jangan nangis Dek, Mbak jadi terharu ini" bukannya apa, Ia meneteskan air mata karena matanya pedih, perih sekali rasannya.

Tangan yang Ia gunakan untuk memotong bawang merah tadi malah digunakan untuk mengucek matanya, alhasil tambah perih level pedihnya. Mbak Tari sampai menganga melihat tingkah Difra yang luar biasa itu. Sudah tahu kalau tangannya kotor, dasar gadis ceroboh.

PYAR

Tidak sengaja siku Difra menyenggol piring, Difra sampai terkejut sendiri saat menyadari. Ia membuka matanya sebelah guna melihat ekspresi Mbak Tari. Kini perempuan itu menggangap apa tentang dirinya, pasti kesannya buruk banget. Akhirnya Difra menangis juga karena tidak sanggup mendengar suara Mbak Tari, padahal Mbak Tari biasa aja. Difra aja yang kelewat takut.

Laki-laki yang sedari tadi duduk di sofa Itu menghela nafas berat, Ia memang tidak mau bertindak terlalu jauh. Tatapannya yang setajam elang tak pernah lepas dari kegiatan Difra yang berhasil menghancurkan Dapurnya. Untung saja Mbak Tari orangnya sabar, kalau tidak. Kalla tidak akan membantu, jika gadis itu dimarahi habis-habisan.

DIFRAKSITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang